Bersama Louis van Gaal, King Come Back United Tinggal Kenangan?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Bersama Louis van Gaal, King Come Back United Tinggal Kenangan?

Karya: Randy R. Mahardhika

Istilah come back atau come from behind acapkali dikeluarkan kepada kesebelasan sepakbola yang meraih kemenangan dalam sebuah pertandingan walau sempat tertinggal lebih dulu. Dan salah satu kesebelasan yang sempat melekat dengan istilah come back adalah Manchester United.

Manchester United kerap kali membalikkan keadaan pada beberapa pertandingan baik itu Liga Inggris, Liga Champions dan kompetisi lain dalam beberapa tahun terakhir. Dan yang paling dikenang adalah  salah satu come back paling fenomenal dalam sejarah sepak bola, yaitu pada final UCL 1999.

Kala itu, United tertinggal lebih dulu dari Bayern Munich lewat gol yang dicetak Mario Basler. Hingga menit ke-90, skor 1-0 pun masih bertahan. Namun tanpa disangka, pada tiga menit tambahan waktu, kesebelasan berjuluk Setan Merah ini mencetak dua gol lewat kaki Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solksjaer.

Pada musim 2012/2013, MU semakin dikenal oleh banyak pecinta sepak bola dengan sebutan “King Come Back” setelah dapat meraih sembilan kemenangan dan mengumpulkan 27 poin setelah lebih dulu tertinggal dari lawannya. Sebuah catatan yang hanya bisa dikalahkan oleh Newcastle United pada musim 2001/2002 (34 poin).

Semua catatan come back tersebut tak lepas dari jasa sang manajer pada saat itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Sir Alex Ferguson. Jika sang manager sudah berdiri di pinggir lapangan sembari melihat arlojinya, pada saat itulah dimulai “Fergie Time”.

“Ketika tim anda masih tertinggal hingga menit ke-75, ini artinya strategi anda tidak berhasil. Dan anda harus mengubah strategi anda untuk membalikkan keadaan,”ujar Ferguson yang mencoba menjelaskan Fergie Time.

Pernyataan Ferguson di atas membuktikan bahwa dirinya tidak akan berdiam diri di bangkunya ketika skuatnya sedang tertinggal (tidak seperti yang Van Gaal lakukan). Saat kalah, harus ada strategi yang diubah untuk menghasilkan perubahan dan membalikkan keadaan dalam interval 15 menit tersebut.

Tapi siapa sangka musim tersebut menjadi musim terakhir Sir Alex sebagai manajer MU. Tidak ada lagi sosok pencetus “Fergie Time” dan “King Come Back” di bangku manaje MUr. Manajer – manajer MU berikutnya, tidak bisa meneruskan tradisi itu.

David Moyes yang didaulat sebagai suksesor Sir Alex nyatanya gagal total di musim pertamanya. Namun pada musim itu tercatat MU masih beberapa kali melakukan Come Back di Liga Inggris. Pertandingan Home melawan Stoke City (3-2) dan Away melawan Hull City (2-3) tercatat sebagai dua dari beberapa Come back MU bersama David Moyes dimusim 2013/2014. Tapi tetap saja catatan “King Come Back” MU belum bisa terpenuhi dengan semua sederet hasil negatif yang diperoleh  Moyes.

Kini United sudah berada di tangan sang meneer, Louis Van Gaal. Seorang manajer yang sudah meraih kesuksesan di banyak kesebelasan. Tetapi sehebat apapun seorang manajer, belum ada yang bisa menyaingi Sir Alex Ferguson dalam hal “membalikkan keadaan”.

Keadaan justru bertambah buruk sekarang. Pada musim ini, dua kekalahan pertama MU merupakan hasil come back lawan – lawannya. Pertandingan melawan Swansea dan PSV (UCL) menjadi dua pertandingan yang sama – sama berkesudahan dengan skor 2-1 untuk kemenangan lawan. Padahal pada kedua laga tersebut, MU unggul terlebih dahulu.

Di tangan Van Gaal, MU sepertinya lebih sering menjadi korban come back ketimbang melakukannya. Masih segar diingatan bagaimana MU yang sudah unggul 1-3 atas tim tuan rumah Leicester City justru kebobolan 4 gol beruntun dan menghasilkan skor 5-3 saat pertandingan Liga Primer Inggris musim lalu.

Laga itu bisa dibilang menjadi laga yang cukup menyesakkan bagi fans Manchester United. Bagaimana bisa skuat mentereng yang terdiri dari Di Maria, Falcao, Rooney, Van Persie, Ander Herrera, Blind, dll. kalah memalukan oleh Esteban Cambiasso dkk.

Memang bukan tidak pernah MU besutan LVG melakukan come back. Contohnya saat pertandingan derby Manchester terakhir yang dilaksanakan di Old Trafford, di mana MU memenangkan pertandingan dengan skor 4-2 meski sempat tertinggal lebih dulu ketika Aguero mencetak gol di menit – menit awal.

Musim ini, istilah come back menjadi sangat langka di telinga fans Manchester United. Sangat jarang MU dapat membalikkan keadaan ketika sudah tertinggal dari lawan – lawannya. Jika MU sudah kebobolan lebih dulu, maka hampir pasti MU tidak akan meraih poin penuh pada pertandingan itu.

Hal itu pun yang membuat fans MU saat ini tidak bisa merasakan nyamannya menyaksikan MU seperti saat masa Sir Alex dulu. Meski sudah tertinggal lebih dari satu gol sementara pertandingan belum selesai, fans MU sama sekali belum kehilangan harapan.

Fans MU akan sangat gundah ketika timnya sudah tertinggal di menit – menit awal. Mereka tahu mental pemain MU akan runtuh dan bakalan sulit untuk membalikkan keadaan. Pemain MU hanya bisa melakukan penguasaan bola di tengah lapangan tanpa bisa masuk ke kotak penalti lawan. Tembakan mengarah ke gawang pun jarang sekali dilakukan oleh para penyerang MU. Menembus pertahanan lawan rasanya seperti menembus benteng kokoh yang tidak bisa diruntuhkan.

Meskipun begitu, ada hal positif yang didapat pada saat pertandingan terakhir melawan PSV. Para pemain MU dapat melepaskan total 17 tembakan (walau hanya 5 yang tepat sasaran). Sebuah angka yang cukup besar untuk skuat Van Gaal jika ditinjau dari beberapa pertandingan terakhir.

Tapi sudi atau tidak, saat – saat “Fergie Time” dan julukan “King Come Back” kini hanya tinggal kenangan bagi MU. Situasi kini telah berubah. Manajer tetap akan duduk di singgasananya walau MU dalam keadaan tertinggal. Tampaknya ia hanya sedang menunggu keajaiban untuk mendapatkan hasil akhir yang ia harapkan.

Mungkin ada beberapa perubahan yang dilakukan sang meneer pada pemain-pemainnya yang berharga setinggi langit ini saat tertinggal. Akan tetapi filosofi-filosofi yang dianutnya masih belum menghasilkan sesuatu yang memuaskan bagi para pendukung MU.

Musim ini masih panjang. Tentunya banyak hal yang harus diperbaiki oleh LVG untuk membuat Manchester United tampil sebagaimana seharusnya kesebelasan tersukses di Inggris.

Penulis adalah seorang mahasiswa asal Sumatera Utara yang beredar di dunia maya dengan akun twitter @RRM_48

Komentar