Naskah Drama Mourinho Terbaru Berjudul "Trouble Winners"

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Naskah Drama Mourinho Terbaru Berjudul

Karya: R.M. Agung Putranto Wibowo

Bagi siapa saja yang pernah menonton The Wolf of Wall Street, tentu mengenal baik Jordan Belfort. Tokoh yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio itu bertanggung jawab atas emosi yang tersaji dalam film berdurasi 179 menit tersebut.

Tapi seluruh emosi yang hadir dalam film tersebut hanyalah sementara. Dalam hidup, memang banyak kesementaraan.

Seperti apa kesementaraan yang dialami Jordan Belfort? Kisah hidupnya rutin diterpa kesulitan-kesulitan  saat bekerja di kantor saham, mencapai puncak kejayaan dengan mendirikan kantor saham tersukes pada saat itu, hingga kemudian jatuh pailit setelah penegak hukum ‘merecoki’ bisnisnya.

Betapa kompleks alur cerita yang ditampilkan sang sutradara, Martin Scorsese. Penonton yang tidak menonton film itu dari awal, tentu akan terkecoh lantas memaki Belfort sebagai penjahat kerah putih. Padahal pada menit-menit awal film dimulai, sosok Belfort dikisahkan sebagai orang yang gigih dengan ambisi mengesankan.

Selayaknya Martin Scorsese, terdapat sutradara lain yang sering menggarap drama penuh dengan kesementaraan. Sutradara itu ialah Jose Mourinho; pria berkebangsaan Portugal yang beberapa bulan lalu menulis naskah patriotik berjudul “Double Winners”.

Setelah keberhasilan naskah tersebut, kini ia sedang asyik menggarap elegi berjudul “Trouble Winners”. Penonton yang terkesima oleh perjuangan para aktor arahan Mou dalam merebut trofi Liga Inggris musim lalu yang mereka toreh tanpa pernah sekalipun tergelincir dari puncak klasemen, kini dibuat menangis oleh tragedi yang dimainkan tanpa pesan positif, seolah capaian pasukan London Biru pada musim lalu sebagai bagian dari prestasi yang keliru sehingga haram tuk dipertahankan.

Begitu banyak fragmen kesengsaraan yang Mourinho tampilkan untuk para penonton saat ini. Mulai dari disingkirkannya Eva Carneiro selaku primadona Stamford Bridge, matinya peran Eden Hazard yang dalam naskah “Double Winners” dikisahkan sebagai sosok malaikat pembawa bendera biru ke puncak tertinggi, hingga terusiknya jabatan kapten Chelsea, John Terry. Khusus untuk Terry, pada episode-episode tertentu sang sutradara kerap menampilkan konflik antara Terry dengan Kurt Zouma, seorang pemuda tinggi besar yang lebih enerjik ketimbang Terry si aktor kawakan.

Selain ratapan demi ratapan yang terus diberikan, Mourinho tampaknya juga sukses memaksimalkan penokohan aktor-aktornya. Kritikus-kritikus handal tentu membandingkan karakter mereka dari naskah ke naskah, episode ke episode, drama ke drama. Untuk yang satu ini, sang sutradara tidak bisa mengelak sebab tokoh merupakan salah satu unsur terpenting dalam setiap drama yang dipentaskan.

Tokoh utama dalam naskah berjudul “Trouble Winners” ini adalah aktor berkebangsaan Serbia, Branislav Ivanovic. Maka tak heran pada drama ini Ivanovic seringkali ditampilkan sebagai sosok yang kerap mendapatkan trouble sebagaiman judul drama tersebut. Sungguh, penonton setia yang menyaksikan tiap episode arahan Mourinho musim ini, akan dengan mudah mengamini pemain bernomor punggung 2 dengan sepasang bokong nyentrik itu ialah sumber masalah Chelsea.

Penokohan Ivanovic terbilang unik. Perannya yang hanya sebagai pemain bertahan, mengkhianati tradisi sepakbola yang kerap mengagungkan karakter penyerang sebagai tokoh utama di atas panggung lapangan hijau. Namun di situ letak spesialnya Mourinho, sutradara handal yang punya bebagai gagasan progresif.

Bandingkan dengan naskah berjudul “Double Winners” yang resmi berakhir dengan happy-ending pada musim lalu, Mourinho mengarahkan sekaligus mengerahkan Eden yang berperan sebagai penyerang sayap sebagai tokoh utama. Arahan Mou terbukti ampuh, karena kepiawaian Eden diganjar berbagai penghargaan individu atas aksi-aksinya yang memukau di atas panggung lapangan hijau.

Selain Ivanovic, sejumlah aktor seperti Cesc Fabregas, Nemanja Matic, Eden Hazard, dan John Terry juga ‘disesuaikan’ dengan konsep drama musim ini. Mereka yang musim lalu dipuja oleh seluruh penghuni opera Stamford Bridge, musim ini harus rela dicaci maki karena memainkan tragedi yang membosankan, menyedihkan, dan membingungkan.

Akan tetapi, Mou selaku sutradara tidak serta merta mengubah secara drastis karakter aktor-aktornya. Penyerang Chelsea, Diego Costa tetap berperan sebagai tokoh ujung tombak yang tindak tanduknya di atas lapangan diadopsi dari tokoh pada roman sastrawan Spanyol, Cervantes.

Baca juga: Kekeliruan yang Bisa Disesali Diego Costa

Costa seperti Don Quixote dalam roman tersebut, yakni ksatria pemberani yang dikisahkan menyia-nyiakan keberaniannya. Quixote pernah menyerang gerombolan domba yang ia anggap tentara musuh, pernah pula menyerang kincir angin yang dikiranya raksasa.

Apa bedanya dengan Costa yang berani kontak fisik dengan pemain belakang lawan namun takut menjaringkan bola ke gawang lawan? Sungguh sebuah keberanian yang sia-sia dan agak sedikit bodoh.

Omne tulit punctum qui miscuit, artinya adalah; orang yang mencampur sesuatu yang berguna dengan sesuatu yang menyenangkan akan mendapatkan segalanya. Dalam konteks, ada dikotomi antara (yang berguna) dengan (yang menyenangkan).

Adapun naskah berjudul “Trouble Winners” jelas merupakan antitesa dari pernyataan yang dilontarkan Horatius itu. Selaku sutaradara, Mourinho mendapatkan ‘segalanya’ tanpa pernah berpikir siapa yang berguna, apa yang berguna, atau mengapa sesuatu berguna. Mou hanya berorientasi kepada apa yang menyenangkan, siapa yang menyenangkan, dan mengapa menyenangkan.

Mou tidak peduli apakah Ivanovic berguna atau tidak, Mou hanya menganggap hal itu cukup menyenangkan sebab sesuai dengan konsep dramanya. Mou juga tidak peduli apakah membeli Baba Rahman adalah kebijakan yang berguna, asal ia senang, Baba senang, maka ia selaku sutradara berwenang penuh melanjutkan kisah dramanya. Mou tidak peduli apa nilai guna Falcao untuk tim, ia hanya senang mendapat aktor lain sebagai peran pembantu dalam kisah “Trouble Winners” garapannya.

Namun dari segala ketidakpeduliannya terhadap banyak hal, ada fragmen kesenangan yang sebenarnya kerap diabaikan oleh sang sutradara: kesenangan para penonton dan pendukung setia yang rindu drama ke-gagah perkasa-an Chelsea di setiap pertandingan.

Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang beredar di dunia maya dengan akun Twiter @agungbowo26.

foto: gq-magazine.co.uk

Komentar