Le Havre, Produsen Pemain Muda yang Tak Akan Lagi jadi Persinggahan

Cerita

by redaksi

Le Havre, Produsen Pemain Muda yang Tak Akan Lagi jadi Persinggahan

Le Havre, sebagai kota pelabuhan tersibuk kedua di Prancis, memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Dalam urusan sepakbola, Le Havre sama pentingnya.

Havre Athletique didirikan pada 1872 sebagai klub rugby oleh orang-orang Inggris. Dalam perjalanannya, Havre Athletique berubah menjadi klub association football dan berubah nama menjadi Havre Athletic Club pada 1894.

Le Havre bukan klub paling sukses di Prancis, namun mereka terkenal karena alasan lain. Didirikan sejak 1983, pusat latihan dan akademi Le Havre yang terletak di Cavée Verte telah mencetak banyak pemain yang tersebar di berbagai kompetisi di Eropa hingga kini.

Salah satu lulusan Le Harve yang paling terkenal adalah Paul Pogba. Gelandang Juventus tersebut menimba ilmu di akademi Le Havre selama dua tahun sebelum akhirnya bergabung dengan Manchester United. Kepindahan Pogba ke United tak lepas dari kontroversi karena kabarnya klub Liga Inggris tersebut melakukan ‘kecurangan’. United mengiming-imingi orang tua Pogba dengan uang yang menggiurkan sehingga membatalkan kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya dengan Le Havre.

Seperti Pogba, Dimitri Payet juga pernah menimba ilmu di Le Havre. Gelandang serang yang sedang naik daun bersama West Ham United tersebut bergabung dengan Le Havre sejak berusia 12 tahun. Dari Le Havre Payet meneruskan perjalanannya ke Nantes, Saint-Étienne, Lille, dan Olympique de Marseille sebelum akhirnya bergabung dengan West Ham. Michael Lebaillif, orang yang melatih Payet di umur 14 hingga 16 tahun sudah melihat bakat Payet sejak lama. “Di lapangan, ia (Payet) selalu terobsesi dengan mencetak gol cantik, ia selalu mencoba cara akrobatik selama pertandingan dan jarang memilih opsi yang mudah, ” ujar Lebaillif  kepada Dailymail.

Yang juga pernah menimba ilmu di Le Havre dan sekarang sedang menanjak popularitasnya di Premier League, selain Payet, adalah Riyad Mahrez. Pemain berkebangsaan Aljazair tersebut bergabung dari Quimper karena tertarik dengan reputasi Le Havre sebagai produsen pemain muda berbakat. Tiga musim Mahrez bermain di tim reserve, Le Havre II. Disana ia mencetak 24 gol dari 60 laga sebelum akhirnya bermain di tim senior. Mahrez meninggalkan Le Havre setelah Steve Walsh, pemandu bakat Leicester City, tertarik kepada permainannya saat ia sedang bertugas memantau Ryan Mendes. Akhirnya Mahrez yang bergabung dengan Leicester, sementara Mendes dibiarkan lepas dari pengamatan dan kini bermain untuk Nottingham Forest.

Yang juga tak kalah terkenal dari ketiganya adalah Steve Mandanda, penjaga gawang utama Olympique de Marseille. Kemampuan penjaga gawang yang lahir di Zaire ini diasah selama lima tahun di akademi Le Havre. Dua tahun saja Mandanda bermain untuk tim utama sebelum akhirnya bergabung dengan Marseille pada 2008 dan menjadi legenda hidup di klub terbesar Prancis tersebut.

Nama lulusan Le Havre lain, Lassana Diarra, sempat menjadi buah bibir ketika ia bergabung dengan Chelsea pada musim 2005/06. Penampilannya yang impresif selama memperkuat Le Havre membuat The Blues yang mencari pengganti Claude Makelele merekrutnya. Lass juga sempat membela Arsenal, Portsmouth, dan Real Madrid sebelum kembali ke Prancis untuk membela Marseille.

Ada pula Vikash Dhorasoo yang sempat akrab di telinga pecinta sepakbola Italia. Gelandang berdarah India-Mauritania ini pernah mencicipi final Champions League ketika Milan dikalahkan Liverpool pada 2005. Vikash mengawali karier profesionalnya selama lima tahun di Le Havre, sebelum hijrah ke Lyon pada 1998. Ia juga pernah memperkuat timnas Prancis sebanyak 18 caps. Setelah hijrah dari Milan, ia sempat bermain untuk Paris Saint-Germain sebelum gantung sepatu di Livorno pada 2007.

Selain nama-nama  di atas, Le Havre juga memproduksi:

Jean-Alain Boumsong – Pemain belakang timnas Prancis yang pernah bermain bersama Auxerre, Juventus, Rangers, dan Newcastle, sebelum pensiun di Panathinaikos pada 2013.

Ibrahim Ba – Gelandang AC Milan yang sempat terkenal di awal 2000-an.

Charles N’Zogbia – Gelandang Aston Villa. Pernah bermain di Newcastle United dan Wigan Athletic. Pemilik dua caps tim nasional Prancis.

Florent Sinama-Pongolle – Penyerang Dundee United. Sempat bermain di Liverpool dan Atletico Madrid.

Carlos Kameni – Penjaga gawang Malaga. Pemegang 71 caps timnas Kamerun.

Anthony Le Tallec – Penyerang Atromitos Athens. Pernah bermain di Liverpool dan Sunderland.

Ryan Mendes – Gelandang Nottingham Forest, pemegang 25 caps timnas Cape Verde.

El Fardou Ben Nabouhane – Penyerang Olympiakos. Pencetak 25 gol dalam 61 laga Liga Premier Yunani di klub Veria.

El-Hadji Ba – Gelandang Charlton Athletic. Eks Sunderland.

Faycal Fajr – Gelandang Deportivo La Coruna.

Gueida Fofana – Gelandang Olympique Lyonnais. Kapten timnas Prancis saat menjuarai Euro U-19 tahun 2010.


Visi klub untuk mengorbitkan pemain-pemain akademi menjadi alasan di balik kesuksesan Le Havre dalam menelurkan bakat-bakat terbaik sepakbola. Itu, ditambah pelatih-pelatih yang mumpuni dan fasilitas yang mendukung, tentu saja. Akademi Le Havre menggunakan lapangan rumput berteknologi tinggi dari produsen rumput DessoGrassMaster.

Walau demikian, rutin memproduksi pemain muda tak membuat Le Havre rutin ambil bagian di divisi utama. Mereka hanya tampil dalam sembilan musim Ligue 1; terakhir kali pada 2008/09, setelah hanya mampu bertahan selama satu musim sebagai tim promosi.

Namun nasib Le Havre tampaknya akan segera berubah. Sejak Januari 2015 lalu, Vincent Volpe, seorang berkebangsaan merika Serikat, mengambil alih kepemilikan Le Havre. Eks-pelatih timnas AS, Bob Bradley pun ditunjuk . Produktivitas akademi, jaringan yang dimiliki, dan sumber daya finansial adalah kombinasi yang baik untuk beprestasi. Kepada Sport Illustrated, Volpe berkata penuh percaya diri: “Ya, kita berada di Ligue 2 saat ini, tapi tahun depan atau tahun sesudahnya, kita akan menuju ke Ligue 1.”

Dengan keuangan yang lebih baik, Le Havre akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mempertahankan pemain-pemain mudanya sehingga bakat-bakat besar seperti Pogba, Payet, dan Mahrez tidak harus dilepas untuk menjaga klub tetap hidup. Tak akan lagi Le Havre menjadi klub pelabuhan yang menjadi tempat singgah sementara sebelum para pemain muda berpetualang ke seluruh Eropa.

Foto: eurosport

[tr]

(pik)

Komentar