Pochettino Terlalu Berhati-hati, Tottenham yang Tersakiti

Analisis

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Pochettino Terlalu Berhati-hati, Tottenham yang Tersakiti

Pertama-tama penulis ucapkan selamat kepada Leicester City yang dipastikan menjuarai Liga Primer Inggris 2015/2016 (ralat). Nasib Leicester ditentukan dari laga antara Chelsea menghadapi Tottenham Hotspur dini hari tadi di Stadion Stamford Bridge, Selasa (3/5). Jelang laga tersebut, Tottenham sudah berdebar-debar. Mengingat mereka belum pernah mengalahkan Chelsea di Stamford Bridge sejak 1990 silam.

Tapi pada awalnya kesebelasan berjuluk The Lily Whites itu bisa sedikit lega. Mereka menutup babak pertama dengan skor 2-0. Mereka unggul terlebih dahulu berkat gol yang dicetak Harry Kane pada menit ke-35 dan Son Heung-Min pada menit ke-44. Selain soal rekor, Tottenham pun sedikit lega karena bisa menahan pesta juara Leicester City untuk sementara. Tapi kepercayaan diri Hugo Lloris dkk perlahan buyar. Berawal dari gol yang dicetak Gary Cahill pada menit ke-57, kemudian digandakan Eden Hazard pada menit ke-82. Maka skor pun berakhir imbang 2-2.

Line up Chelsea melawan Tottenham Hotspur. Sumber: Fourfourtwo.

Raihan satu poin itu tidak cukup bagi Tottenham untuk menahan pesta Leicester. Koleksi 70 poin Tottenham dipastikan tertinggal dari 77 poin yang sudah dikumpulkan Leicester selama 36 pertandingan Liga Primer Inggris 2015/2016. Sungguh disayangkan bagi Tottenham yang sudah mendapatkan kemenangan di depan mata. Tapi harus kandas oleh dua gol yang membuat mereka sedih lebih cepat. Lantas, apa penyebab Tottenham bisa kecolongan dan menelan pil pahit lebih cepat? Pandit Football Indonesia mencoba mengupasnya pada analisis pertandingan dini hari tadi.

Ketika Bek Tottenham Merapatkan Barisan

Rasanya Mauricio Pochettino, Manajer Tottenham, terlalu terburu-buru pada pertandingan ini. Awalnya, Danny Rose sebagai full-back kiri dan Kyle Walker di sebelah kanan begitu agresif membantu serangan. Kedua pemain itu menjadi andalan Tottenham untuk menyisir lebar lapangan. Tekanan yang dibuat Rose dan Walker membuat dua full-back Chelsea ragu-ragu untuk melakukan serangan. Sementara dua bek tengah Tottenham yang ditinggalkan dua full-back itu, dibantu Eric Dier sebagai gelandang bertahan. Sehingga Tottenham nampak bertahan dengan tiga bek.

Tapi kedua full-back Tottenham mulai mengendur setelah babak pertama. Rose dan Kyle Walker cenderung bermain lebih bertahan dan jarang membantu serangan. Mereka membantu pertahanan dengan cara merapatkan jarak dengan kedua bek tengahnya. Hal itu dimaksudkan agar Tottenham bisa menjaga keunggulan 2-0. Apalagi serangan sayap Chelsea semakin agresif pada akhir babak pertama.

Tapi perubahan pola itu justru membuat Chelsea semakin leluasa melancarkan serangan melalui kedua sayapnya. Guus Hiddink, Manajer Chelsea, pun menurunkan Eden Hazard untuk menggantikan Pedro Rodriguez saat pergantian babak. Pergantian pemain itu menjadi kunci kebangkitan Chelsea. Dengan adanya Hazard, Chelsea semakin gencar melakukan serangan melalui sayap kiri. Bahkan, Hazard mencetak gol kedua Chelsea yang menyelamatkan kesebelasannya dari kekalahan.

Terlambat Bagi Tottenham Hotspur

Selain serangan Tottenham yang melunak, kepanikanlah yang menghancurkan permainannya sendiri. Pochettino betul-betul mencari keamanan setelah unggul. Selain mengubah pola bertahan, ia melakukan beberapa pergantian pemain yang panik. Ketika kebobolan pada menit ke-57, Pochettino mengganti Son dengan Ryan Mason.

Pergantian pemain itu memperlihatkan bahwa Pochettino ingin menjaga keunggulan 2-1 sampai laga berakhir. Selain itu, masuknya Mason diharapkan bisa membantu memenangkan duel di lini tengah. Mengingat permainan Cesc Fabregas saat itu cukup baik. Ia selalu muncul di berbagai area di lapangan untuk mengalirkan bola. Selain itu, Mason ditujukan agar meredam Hazard yang beberapa kali bergerak ke lini tengah.
Heatmap Cesc Fabregas selama 90 menit pertandingan Chelsea melawan Tottenham Hotspur. Sumber: Squawka.

Tapi Hazard terlalu superior pada laga ini. Toh pada akhirnya ia bisa mengatasi Mason dan pertahanan Tottenham melalui aksi individualnya. Hingga ia mencetak gol penyama kedudukan. Ketika kedudukan sama kuat, Pochettino sudah terlanjur membuat Tottenham dengan mode lebih bertahan. Maka permainan Tottenham dibuat terbuka lagi dan dua full-back yang dimilikinya kembali aktif menyerang.

Tapi kehati-hatian Pochettino yang berlebihan sudah terlanjur terbongkar. Permainan Tottenham yang kembali terbuka beberapa kali bisa dibalas oleh serangan Chelsea. Serangan Tottenham pun mampu diredam kesolidan duet bek tengah Chelsea yang dilakoni John Terry dan Cahill. Hingga akhirnya menjadi waktu yang sia-sia bagi Tottenham dan tidak terasa peluit akhir dibunyikan pengadil pertandingan.

Maka Leicester pun memastikan diri sebagai juara Liga Primer Inggris musim ini. Sementara bagi Tottenham mungkin masih ada kesempatan musim depan. Itu pun jika Pochettino dan skuatnya bisa meningkatkan konsitensinya di Liga Primer Inggris 2016/2017.

Komentar