Akankah Xhaka Menjadi Faktor "X" Bagi Arsenal?

Taktik

by Redaksi 32

Redaksi 32

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Akankah Xhaka Menjadi Faktor "X" Bagi Arsenal?

Pembelian Granit Xhaka oleh Arsenal menjadi langkah awal transfer mereka untuk musim depan. Xhaka direkrut dengan harga yang tak murah, yakni sebesar 33 juta pounds. Menarik untuk disimak apakah banderol mahalnya cukup memberikan bukti nyata bagi Arsenal musim depan.

Xhaka merupakan pemain yang spesial di Swiss, Thorsten Fink mantan pelatih FC Basel pernah mengatakan bahwa Xhaka merupakan talenta terbaik di Swiss, bahkan melebihi Xherdan Shaqiri yang namanya lebih dulu mencuat.

Ottmar Hietzfeld yang pernah melatihnya di Timnas Swiss pernah menyebutkan bahwa Xhaka adalah penerus Bastian Schweinsteiger. Selain itu mantan arsitek Bayern Muenchen tersebut juga menilai ia adalah pemain yang cerdas, mampu membaca permainan dan memiliki fisik yang mendukung.

Selain itu Xhaka juga merupakan pemain muda berbakat. Di usianya yang baru menginjak 23 tahun, ia telah merasakan gelar juara Liga Swiss serta ketatnya atmosfer di Bundesliga dan Liga Champions. Bahkan ia menjabat sebagai kapten di Borussia Mönchengladbach yang dibelanya selama empat musim.

Dari beberapa pujian dan prestasi serta pengalaman yang dijabarkan di atas, maka tak salah jika Arsene Wenger merekrutnya, pasalnya pemain muda dengan bakat yang besar merupakan salah satu kriteria utama The Professor. Namun, fakta-fakta di atas tak serta merta menjadi garansi kesuksesan Xhaka di Inggris. Pasalnya, pemain Swiss khususnya yang beroperasi sebagai gelandang, juga terbukti tak terlalu cocok dengan gaya bermain Liga Primer.

Sebut saja Gökhan Inler. Pemain yang pernah mengemban ban kapten di Timnas Swiss itu sebelumnya merupakan pemain sentral di Napoli, namun kini hanya sebagai penghangat bangku cadangan di Leicester City. Sementara itu Xherdan Shaqiri yang pernah merasakan treble di di Bayern Muenchen pun tak terlalu menonjol bersama Stoke City. Ada juga Valon Behrami dan Almen Abdi yang penampilannya klise di Watford.

Bagi Xhaka, menjadi pemain utama di Arsenal pun bukan urusan mudah. Pasalnya, meski The Gunners telah melepas tiga gelandang sekaligus, Tomáš Rosický, Mikel Arteta dan Mathieu Flamini, Xhaka masih perlu bersaing dengan Francis Coquelin, Aaron Ramsey, Mohamed Elneny, Jack Wilshere, dan Alex Oxlade-Chamberlain.

Tapi, penampilannya yang agresif memang cocok untuk bermain di Arsenal. Xhaka juga memiliki kemampuan umpan diagonal yang cukup akurat. Ia memiliki rataan jarak umpan sejauh 19,54 meter, yang artinya ia kerap menunjukkan permainan dengan umpan-umpan panjang, berbeda dengan Arsenal yang cenderung lebih intens menerapkan umpan jarak dekat.

Di sisi lain ia juga mempunyai kelemahan, tak jarang kerap meluapkan emosinya di lapangan yang tentu menjadi bumerang bagi timnya sendiri. Di musim lalu ia menjadi pemain dengan torehan kartu merah terbanyak di Bundesliga, yakni sebanyak tiga kali.

Secara garis besar, Xhaka memiliki kemiripan dengan Aaron Ramsey dan Jack Wilshere yang lebih sering berperan sebagai pembagi bola. Dengan karakter yang dimilikinya, bisa jadi ia akan menggantikan posisi Ramsey ataupun Wilshere, walau tak menutup kemungkinan bermain sebagai gelandang bertahan seperti Francis Coquelin atau Mohamed Elneny.

Hanya saja, cukup riskan untuk memberikan posisi gelandang bertahan kepada dirinya, pasalnya ia juga memiliki naluri menyerang yang cukup tinggi. Akan lebih baik jika ia bermain bersama Coquelin yang berperan sebagai gelandang bertahan murni. Tentu ia akan menjadi jembatan yang baik antara lini belakang dan lini depan.

Jika dibandingkan dengan data dari Squawka para gelandang Arsenal di atas, ia memiliki catatan lebih baik. Xhaka unggul atas keberhasilan umpan dibanding dengan Ramsey. Di sisi lain ia juga hampir menyaingi jumlah intersep Francis Coquelin yang bermain lebih bertahan.

Meski masih di bawah jumlah Ramsey dalam hal mengkreasi peluang, Xhaka berada di atas Coquelin. Selain itu dalam hal akurasi tendangan ia lebih baik dibanding ketiga calon rekannya tersebut. Wilshere sendiri harus berkutat dengan cedera sepanjang musim ini (hanya tiga kali bermain di liga).

Xhaka juga memiliki keunggulan dalam aspek duel udara. Di musim lalu, ia berhasil memenangkan pertarungan di udara 90 kali. Catatan tersebut lebih banyak dari seluruh gelandang Arsenal, serta hanya Olivier Giroud (100) dan Laurent Koscielny (103) yang memiliki jumlah lebih banyak.

Dengan beberapa analisis di atas menunjukkan bahwa Xhaka merupakan figur yang tepat untuk berperan sebagai penyeimbang tim dalam menyerang maupun bertahan. Kehadiran Xhaka, bisa menjadi penguat lini pertahanan dan menambah daya serang Arsenal untuk musim depan. Karenanya, dengan atribut bertahan dan menyerang yang dimilikinya dalam satu paket, bisa jadi ia merupakan faktor “X” yang memang dibutuhkan Arsenal untuk mengakhiri paceklik juara Liga Primer dan bisa berbicara banyak di Liga Champions.

Foto: arsenal, squawka

Komentar