Luka Modric, Mesin Generator yang Membuat Galacticos Menyala Terang

Analisis

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Luka Modric, Mesin Generator yang Membuat Galacticos Menyala Terang

Dalam tubuh Real Madrid terlalu banyak bintang. Ya, hal ini sudah mulai terjadi sejak era Galacticos pertama ketika nama-nama seperti Zinedine Zidane, David Beckham, Luis Figo, Ronaldo Lima, dan Roberto Carlos. Ketika itu pemain-pemain bintang bertaburan dalam tubuh Los Blancos. Jika dihitung dengan uang, harga skuad Real Madrid ini mungkin masuk salah satu yang termahal di dunia.

Skuat Galacticos pertama adalah skuat yang pernah meraih juara Liga Champions Eropa 2001/2002. Namun, skuad Galacticos ini perlahan mulai kehilangan sentuhan sekaligus kesatuan mereka saat mesin dinamo mereka, Claude Makelele, pindah ke Chelsea pada 2003 lalu.

Saat itu, ia pindah dari Madrid ke Chelsea karena sang presiden, Florentino Perez, berujar bahwa dirinya tidak memiliki peran terlalu signifikan dalam tubuh Real Madrid karena hanya berlari sedikit-sedikit saja dan umpan yang ia lepaskan hanya ke samping atau ke belakang.

"Kami tidak akan merindukan Makelele. Sebanyak 90 persen distribusi bolanya hanya ke belakang atau ke samping saja," ucapnya pada suatu waktu.

Hal ini mengundang nada-nada sumbang dari para pemain Real Madrid kala itu, dan komentar yang paling diingat tentunya adalah komentar dari sang maestro asal Prancis, Zinedine Zidane. "Buat apa melapisi emas lagi kepada sebuah mobil Bentley jika kau sudah kehilangan mesinnya," ujar Zidane.

Lalu, era Galacticos pertama pun berakhir. Kisaran 2008/2009, era Galacticos kedua pun mulai dicanangkan lagi ketika Florentino Perez kembali menjadi presiden. Nama-nama seperti Ricardo Kaka, Xabi Alonso, Karim Benzema, dan tentu saja sang megabintang, Cristiano Ronaldo, mendarat di Santioago Bernabeu.

Era Galacticos kedua ini pun kembali membuahkan hasil, dengan meraih La Decima di bawah komando Carlo Ancelotti, setelah menanti selama beberapa tahun. Namun, semua berubah saat dua pemain kunci Madrid, yaitu Angel Di Maria dan Xabi Alonso, pindah (Di Maria ke Manchester United dan Xabi Alonso ke Bayern Muenchen). Madrid kembali tidak dapat meraih gelar, tepatnya pada musim 2014/2015.

Perez seolah tidak belajar, bahwa dua pemain yang ia jual itu memiliki nilai penting. Di Maria adalah kunci dari keberhasilan permainan direct Madrid yang menghasilkan trofi La Decima pada musim 2013/2014. Sedangkan Xabi Alonso, ia adalah reinkarnasi dari seorang Claude Makelele yang memainkan peran seorang Makelele pada era Galacticos jilid kedua ini.

Sekarang peran yang dahulu diemban oleh seorang Xabi Alonso, beralih kepada seorang gelandang asal Kroasia, Luka Modric yang juga merupakan bagian dari Galacticos jilid kedua ini. Saat Alonso yang menjaga keseimbangan tim bertabur bintang bernama Real Madrid ini pergi, Modric-lah sekarang yang menanggung tugas tersebut.

Kalau dahulu, ketika masih ada sosok Xabi Alonso, Modric masih bisa sedikit maju ke depan, sekarang, ketika Alonso sudah tidak ada, ia harus bermain lebih ke dalam. Posisi yang ia mainkan sekarang tentunya posisi yang lebih dalam jika dibandingkan dengan apa yang ia mainkan saat ia di Dinamo Zagreb ataupun Tottenham Hotspur dulu, masa-masa ketika ia memainkan posisi di belakang striker, dengan peran playmaker.

Namun, seiring dengan perkembangan kariernya, utamanya saat ia pindah ke Real Madrid di mana dirinya harus bersaing dengan gelandang-gelandang serang yang lain, ia mulai menemukan kenyamanan bermain sebagai seorang deep-lying midfielder. Hal ini ditunjang dengan kemampuan membaca permainan dirinya yang baik dan sudah terasah saat ia masih muda dulu.

Selain itu, ia memiliki keunggulan lain dalam posisinya sebagai deep-lying midfielder saat ini. Selain tentunya memiliki kemampuan passing yang baik (persentase keberhasilan umpan 90,9% berdasarkan data dari Whoscored), kemampuan jelajahnya yang luar biasa di lini tengah membuat dirinya selalu berada dalam posisi yang tepat.

Tapi, tetap saja seorang Modric pun membutuhkan seorang kawan di lini tengah agar perannya sebagai deep-lying midfielder dapat berjalan dengan baik. Karena ukuran tubuhnya yang kecil, maka Modric membutuhkan seorang gelandang yang memiliki tubuh yang besar, dengan fisik dan stamina yang bagus untuk menghalau pemain yang berukuran besar, seorang holding midfielder.

Untuk sekarang, Casemiro adalah tipe pemain yang cocok untuk menemani seorang Modric di lini tengah. Kemampuan bertahannya yang baik, ditambah dengan ukuran fisiknya yang prima membuat pemain ini pas untuk menemani Modric yang menjadi mesin sekaligus pengatur irama permainan Real Madrid.

Toni Kroos pun sebenarnya bisa saja melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Casemiro. Namun, ketika Toni Kroos sedang tidak dalam performa terbaiknya, maka hal ini cukup sulit untuk dilakukan. Dengan Casemiro, hasilnya sudah terlihat, seperti ketika El Clasico jilid kedua di Camp Nou pada musim 2015/2016, ketika Madrid mampu meraih kemenangan 2-1.

Saat itu, Modric dan Casemiro mampu saling membantu menopang lini tengah Real Madrid, bahkan sampai membuat Ivan Rakitic dan Andres Iniesta kesulitan untuk mengalirkan bola ke trio MSN. Modric, dengan umpan akuratnya mampu beberapa kali mengalirkan bola dengan baik ke trio BBC.

Oleh karenanya, gelandang asal Kroasia ini bisa saja menjadi bintang dalam pertandingan di San Siro pada Minggu (29/5) dini hari nanti. Di tengah para Galacticos yang bertaburan di Madrid, ia seperti menjadi mesin generator yang tetap membuat lampu-lampu Galacticos menyala terang sampai saat ini.

Semoga saja, dirinya tidak bernasib sama seperti mesin generator Galacticos sebelumnya, Makelele dan Alonso, yang harus dijual ke klub lain. Akan sulit bagi Galacticos untuk bersinar jika tidak ada mesin generator yang membuat mereka tetap bercahaya.

foto: madridismo.org

ed:fva

Komentar