Evolusi Awal Italia di Bawah Giampiero Ventura

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Evolusi Awal Italia di Bawah Giampiero Ventura

Hanya 101 hari setelah Italia menang atas Spanyol pada Piala Eropa 2016 Prancis, mereka kembali bertemu pada ajang Kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia, Jumat (7/10). Sebelum bertanding, Giampiero Ventura sebagai pelatih Italia memilih skuatnya yang akan bertanding di Stadion Juventus waktu itu. Tidak ada Lorenzo Insigne dan Stephan El Shaarawy dalam skuatnya.

Formasi 3-5-2 Ventura nampaknya menjadi penyebab tidak terseleksinya Insigne dan El Shaarawy. Ventura lebih menginginkan dua penyerang yang bisa menjadi mitra di depan, bukan Insigne dan El Shaarawy yang bertipikal winger. Akan sulit bagi kedua pemain itu untuk menemukan tempat di sistem Ventura.

Insigne dan El Shaarway memang kurang mampu bermain sebagai wing-back. Posisi itu sudah dicobanya ketika Piala Eropa 2016 yang masih ditangani Antonio Conte. Dan alternatif lain dari Ventura adalah memanggil Nicola Sansone yang sebetulnya seorang winger untuk dijadikan wing-back. Tapi pada nyatanya Sansone dipasang sebagai winger saat mengubah formasi menjadi 4-2-4 menghadapi Makedonia.

Ketika menghadapi Makedonia-lah Italia di bawah Ventura mendapatkan sorotan. Pada awalnya ia masih mengandalkan formasi 3-5-2 seperti menghadapi Spanyol, tapi komposisi pemain tengahnya berbeda. Ketika menghadapi Makedonia, Ventura menunjuk Federico Bernardeschi, Marco Verratti, dan Giacomo Bonaventura di tengah. Veratti pun berhasil menunjukan kecerdikan dan visi permainannya yang mengesankan.

Tapi kekurangannya adalah ketidakcocokan antara Verratti dengan Bernardeschi dan Bonaventura. Dua rekan Veratti itu tidak cocok bermain sebagai pemain tengah. Bernardeschi dan Bonaventura lebih agresif menyerang, mengingat di kesebelasannya masing-masing lebih diproyeksikan sebagai winger atau gelandang serang. Hasilnya, kedua rekannya itu tidak memberikan bantuan bertahan yang diperlukan Verratti.

Verratti nampak bekerja sendirian di lini tengah, sehingga terlihat kurang tenang dan sering kehilangan penguasaan bola. Hal itu membuat Italia sering kesulitan ketika menghadapi serangan balik Makedonia. Alhasil Italia pun sempat tertinggal 2-1 oleh Makedonia. Komposisi itu berbeda ketika menghadapi Spanyol yang menempatkan Daniele De Rossi, Marco Parolo, dan Riccardo Montolivo di tengah.

Serangan dan bertahan Italia lebih seimbang kala itu, sehingga terlihat tampil mendominasi pertandingan. Tapi sorotan ketika menghadapi Makedonia adalah kepekaan Ventura saat menyadari masalah yang terjadi dalam permainan skuatnya. Ia langsung mengganti Bernardeschi dan Bonaventura oleh Sansone dan Parolo.

Pergantian pemain itu membuat Ventura mengubah formasi dari 3-5-2 menjadi 4-2-4. Setelah perubahan formasi tersebut, Verratti terlihat lebih leluasa dengan Parolo sebagai tandemnya di lini tengah. Kemudian Italia berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 3-2. Mungkin sebagian orang menanggapi kemenangan Italia itu adalah keberuntungan, tapi perubahan itu menunjukkan kecederasan taktis Ventura untuk meraih kemenangan.

Sebelumnya, Italia tidak memiliki keseimbangan dan keberanian bermain lebih luas di lapangan. Tapi dengan perubahan taktik itu, membuat Antonio Candreva menemukan jati dirinya melalui dua asis untuk Ciro Immobile. Keleluasaan itu didapatkan setelah mengganti formasi menjadi 4-2-4 yang jarang dilakukan kesebelasan lain, formasi yang sejujurnya agak mengerenyitkan dahi. Tapi memang setiap pembentukan tim baru, sebuah eksperimen harus dilakukan.

Selain eksperimen, kesalahan harus ditoleransi terutama ketika dilakukan pemain muda. Memang pada skuat Ventura ini lebih banyak memanggil pemain-pemain muda. Ucapan selamat datang pun diserukan kepada Alessio Romagnoli dan Andrea Belotti. Sementara De Rossi dan Gianluigi Buffon tetap dipertahankan sebagai inspirasi para pemain mudanya. Apalagi kedua senior itu pemain yang berkontribusi ketika Italia menjuarai Piala Dunia 2006.

Ventura sendiri seperti tidak ingin terjebak oleh sebagian besar skuat cetakan Conte. Tapi Ventura sadar bahwa tugasnya bukan hanya mengantarkan pemain generasi baru, melainkan terus memenangkan pertandingan tanpa terhenti. Selain skuat, ia juga diwarisi masalah dari Conte yang harus dipecahkan. Perlu dicatat karena masalah Conte dikritik karena gaya bermain terlalu bertahan dan pilihan pemain yang terlalu personal.

Tentang skuat mantan pelatih Torino itu, mungkin bukan revolusi yang diperlukan Italia. Tapi sebagai pelatih baru, ia bergerak lebih hati-hati terhadap setiap langkah perubahannya di satu waktu. Memang sudah saatnya Italia mendukung pelatih yang percaya pemain muda dan berani mengambil risiko, bukan hanya melabeli Ventura sebagai pelatih level kesebelasan saja.

Sumber: Football-Italia.

Komentar