Sepakbola a la Penyandang Disabilitas Indonesia

Sains

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Sepakbola a la Penyandang Disabilitas Indonesia

Pada umumnya, penikmat sepakbola terbiasa terhibur dengan seni olah si kulit bundar yang ditunjukkan pemain Eropa maupun Amerika Latin seperti Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi. Jika pun di Indonesia, kita terbiasa dengan permainan yang ditunjukkan Bambang Pamungkas, Firman Utina, sampai generasi Evan Dimas.

Para pesepakbola-pesepakbola tersebut merupakan anugerah yang didapatkan dari Tuhan untuk memainkannya dengan kesempurnaan tubuh. Mereka masih bisa memainkan bola dengan gemulai dan cepat mengerti intruksi pelatih.

Terakadang para penikmat sepakbola berpikir sulit menjadi seorang Ronaldo, Messi, atau Evan sekalipun. Tapi pada nyatanya begitu banyak yang harus berjuang untuk memainkan sepakbola secara mendasar. Melalui sepakbola mendasar itu juga mereka harus berkompetitif.

Dan itu terselenggara dalam ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XV 2016 cabang olahraga (cabor) sepakbola Cerebral Palsy 5 Side di Jawa Barat. Peparnas sendiri merupakan suatu ajang yang menyerupai Pekan Olahraga Nasional (PON). Tapi pada kompetisi ini diutamakan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Dan untuk cabor sepakbola ini, diikuti khusus pengidap Cerebral Palsy (CP) dan tuna daksa. Istilah CP digunakan untuk menggambarkan penderita yang memengaruhi gerak, keseimbangan dan postur tubuh. Gangguan itu disebabkan cedera otak atau kurangnya asupan oksigen ke otak saat proses kelahiran. Hal itu mengakibatkan perkembangan abnormal pada kendali otot dan gerakan. Sementara tuna daksa merupakan penderita kelainan secara fisik di otot, tulang dan persendian.

Cabor pesepakbola CP dan tuna daksa sendiri baru pertama kali diadakan di Peparnas kali ini. Cabor di Peparnas ini mengacu kepada ASEAN Para Games 2015. Alhasil cabor ini diadakan di Peparnas untuk mengikuti ASEAN Para Games 2017 yang akan diselenggarkan di Malaysia.

"Ini memang salah satu ajang seleksi dalam pembentukan tim nasional kita. Untuk CP Football di ASEA Para Games 2017. Mungkin abis Peparnas ini akan memanggil TC tahap kedua. Tahap satu sudah jalan, sekarang kembali ke daerah untuk ajang ini. Untuk panggilan berikutnya masuk ke dalam tahap kedua," ujar Fadilah Umar selaku Techical Delegate Cabor Sepakbola CP Peparnas 2016, ketika ditemui di Lapangan Progresif Kota Bandung, Selasa (18/10).

Ketentuan Sepakbola CP dan Tunawisma

Karena cabor ini merupakan yang pertama di ajang Peparnas, sehingga banyak modifikasi yang dilakukan panitia. Salah satunya adalah jumlah pemain di lapangan. Di kompetisi internasional, sepakbola CP melibatkan tujuh melawan tujuh, sementara Peparnas 2016 menggunakan lima melawan lima pemain. Ukuran lapangan pun lebih kecil lagi. Regulasi sebenarnya menggunakan lapangan panjang 75 meter dan lebar 40 meter, sedangkan Peparnas ini memodifikasi lapangan menjadi panjang 55 meter dan lebar 35 meter.

Modifikasi yang dilakukan itu karena pemain setiap kontingen terbatas. Hal itu karena sulitnya mencari penderita CP yang sanggup bermain sepakbola, "Sehingga kita modifikasi. Jadi permainan ini bukan standar sebetulnya, maka ini kita modifikasi," kata Fadilah.

"Mencari (atlet) disabilitas CP itu sulit. Karena ada beberapa klasifikasi, itu seperti kelas delapan itu paling ringan. Tapi kalo di sini ada kelas lima (berat), enam (sedang), tujuh (ringan) dan delapan (sangat ringan)," tambah Aip Saputra selaku Ketua Pelaksana Cabor Sepakbola CP Peparnas 2016 di lokasi dan waktu yang sama.

"Ringan itu kalo kaki itu masih bisa berlari. Kalo yang berat, lari atau jalan pun susah," sambung Aip yang merupakan mantan atlet tuna daksa.

Pada regulasi aslinya, pemain CP tingkat lima dan enam itu wajib ada. Kalo enam itu tidak ada, bisa digantikan lima, begitu pun sebaliknya. Kalo tidak ada kedua pemain itu, maka terpaksa pemain timnya harus dikurangi. Dan yang paling memegang kunci permainan biasanya penderita CP delapan karena menjadi penderita paling ringan. Bisa dibilang CP delapan itu masih bisa berlari dengan baik.

"Biasanya CP delapan itu rohnya tim karena dia itu paling ringan. Dia bisa all around, bisa di depan, tengah, belakang. Biasanya rohnya itu menjadi kapten," jelas Fadilah.

Sementara untuk posisi penjaga gawang berbeda dengan pemain. Posisi tersebut selalu ditempati oleh pemain tuna daksa. Dan aturan permainan secara umumnya persis seperti futsal, hanya saja ketika bola keluar lapangan, lemparan ke dalam dilakukan dengan cara digelindingkan.

Komentar