Doctor Strange, Arjen Robben, dan Perubahan Pasca Kesulitan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Doctor Strange, Arjen Robben, dan Perubahan Pasca Kesulitan

Oleh: Angga Septiawan Putra

Baru-baru ini, dunia perfilman tanah air terbius oleh aksi memikat Benedict Cumberbatch dan efek visual menawan dalam film Doctor Strange. Film itu menceritakan seorang dokter bedah bernama Stephen Strange (Benedict Cumberbatch) yang begitu piawai dalam menangani berbagai operasi pembedahan.

Operasi-operasi sulit yang cenderung mustahil berhasil ia lakukan. Namun, karena kelihaiannya ini, ia kerap bersikap sombong, keras kepala, juga egois. Beberapa orang yang ia kenal, seperti rekan kerja pun tidak menyukai sikapnya ini.

Pada suatu waktu, saat hendak menghadiri sebuah acara, Strange mengalami kecelakaan mobil. Mobil yang ia kendarai kemudian menerobos pembatas jalan dan menghujam ke arah jurang. Kecelakaan itu membuat kedua tangannya cedera parah yang mengakibatkan kariernya sebagai seorang dokter terancam.

Strange pun berusaha sekeras mungkin untuk menyembuhkan tangannya itu. Tapi, semua usahanya gagal.

Ia akhirnya pergi ke Kamar-Taj, Nepal, dan bertemu dengan The Ancient One (Tilda Swinton). Di sana, Strange tak hanya berhasil menyembuhkan tangannya, tetapi pikirannya juga seolah tercerahkan. Ia kemudian berubah dari seorang yang egois dan sombong menjadi seorang yang lebih bermanfaat dan ingin melindungi bumi.

***

Saat menguasai bola di dekat kotak penalti, di sisi kiri pertahanan lawan, hanya ada satu kemungkinan yang akan dilakukan Robben. Hanya ada satu, yakni melakukan cutting inside dan menyepak langsung ke arah gawang. Tak peduli ada pemain lain yang punya kesempatan lebih besar untuk mencetak gol, seperti katakanlah yang posisinya tidak terjaga, Robben akan tetap menembak ke arah gawang. Ia hanya akan mengoper pada rekannya saat ia benar-benar sedang terdesak. Hanya seperti itu dan akan selalu seperti itu.

Saat menghadapi Stuttgart 7 November 2015 lalu, misalnya. Pada pertandingan yang berhasil dimenangi Bayern dengan skor 4-0 itu, Robben terlihat begitu gemar menampilkan (menyombongkan) hobinya. Ia berulang kali berusaha menggiring bola untuk menciptakan peluang bagi dirinya sendiri.

Saat menerima umpan di dalam kotak penalti, Robben juga hampir selalu langsung memilih untuk menembak ke arah gawang, meskipun ada rekannya yang berdiri tanpa pengawalan.

Puncaknya ketika ia mendapat peluang emas di pertengahan babak kedua. Mendapat umpan terobosan dari Douglas Costa, Robben yang tinggal berhadapan dengan kiper Stuttgart berusaha mencungkil bola. Namun usahanya gagal berbuah gol. Bola hasil cungkilannya melebar di sisi kiri gawang. Peluang tersebut bisa saja berbuah menjadi gol andaikan Robben memberikan bola ke arah Lewandowski yang tidak terjaga.

Selang beberapa menit kemudian, Robben kembali menunjukkan keegoisannya. Setelah menerima umpan dari Arturo Vidal, Robben memilih untuk menembak langsung ke arah gawang padahal Kingsley Coman berada di posisi yang lebih memungkinkan untuk mencetak gol. Tapi, ya, begitulah Robben. Ia justru menembak langsung dan bola tembakannya melebar jauh.

Selepas laga itu, tersiar kabar bahwa Lewandowski merasa kesal. Penyerang timnas Polandia itu kesal lantaran lantaran Robben berulang kali memilih mengutak-atik bola kendati berada dalam situasi yang mengharuskannya untuk mengoper. Selain itu, seperti yang saya paparkan sebelumnya, Robben kerap melakukan tembakan langsung daripada memberikan umpan kepada rekannya yang berdiri lebih bebas.

"Saya tidak ingin mengatakan apa-apa. Kalian sudah bisa menilainya sendiri," sesal penyerang yang pernah membela Borussia Dortmund ini kepada Bild.

Dalam laga itu, sebagaimana dipaparkan oleh Whoscored, Robben melepaskan sembilan tembakan. Terbanyak daripada pemain lain.

Statistik Robben pada musim 2015/2016 juga semakin membuktikan sikap egoisnya. Dilansir dari Squawka, dari total 15 laganya musim lalu, Robben melepaskan lebih dari 30 tembakan dari luar kotak penalti. Sementara jumlah tembakan dari dalam kotak penalti mencapai lebih dari 20 tembakan. Dari banyaknya tembakan yang ia buat itu, ia hanya bisa mencetak tujuh gol. Jumlah yang sangat jauh berbeda dengan total tembakannya.

Tak bisa dimungkiri, Robben memang salah satu pemain terbaik di dunia. Ia punya gocekan yang bagus. Kecepatannya luar biasa. Tembakannya juga begitu akurat. Kesemuanya itu merupakan aspek-aspek yang kiranya diinginkan setiap pemain di muka bumi ini. Namun, ya, sekali lagi, keegoisannya itu membuat kelebihan-kelebihan yang ia miliki seolah tidak ada arti. Seperti yang terjadi pada Stephen Strange, alih-alih disukai, ia justru banyak dianggap sebagai sumber ketidakharmonisan.

"Saya melihat adanya sumber potensi kehancuran dalam serangan," tulis Lothar Matthaus, direktur olahraga Bayern, soal keresahannya terhadap keegoisan Robben yang dianggap dapat meretakkan hubungannya dengan Lewandoski dalam sebuah kolom untuk Bild.

Sikap egoisnya itu juga, bahkan membuat posisinya di Bayern tak pasti. Kontrak baru dari pihak Bayern seolah tak kunjung datang. Seolah para petinggi Bayern sudah muak dengan beragam aksi egois Robben.

Tapi, cerita musim 2016/2017 tampaknya sedikit berbeda. Setelah sembuh dari cedera panjang, Robben, yang pada musim 2015/2016 harus berkutat dengan cedera adductor yang ia derita dan memaksanya absen di begitu banyak laga, seolah terlahir kembali menjadi orang yang lain. Seolah cedera membuat ia sadar akan keputusan-keputusannya di lapangan yang merugikan tim.

Laga Bayern di spieltag 9 Bundesliga musim 2016/2017 menghadapi Augsburg merupakan salah satu indikatornya. Dalam laga itu, Robben bermain tidak seperti biasanya. Meskipun masih sering ‘bersenang-senang’ dengan bola, ia tidak lagi memaksakan diri untuk menembak ke arah gawang.

Ia justru berulang kali mencoba mengirimkan umpan silang dan umpan terobosan ke arah kotak penalti. Ia juga terlihat lebih tenang, baik saat menguasai bola maupun tidak menguasai bola serta tidak jarang membantu pertahanan timnya.

Di menit ke-19, Robben berhasil mengkreasi gol pertama pada laga itu. Setelah melewati dua pemain lewat sebuah gerakan cut-inside, alih-alih melakukan tembakan seperti yang kerap ia peragakan di musim lalu, Robben malah memberi umpan terobosan akurat ke arah Lewandowski. Lewandowski pun dengan gampang menceploskan bola ke arah gawang Marwin Hitz, penjaga gawang Augsburg.

Robben kembali menjadi arsitek untuk gol kedua Lewandowski di menit 48. Berawal dari sapuan bola yang buruk dari Gojko Kacar, Robben yang mendapat bola langsung menggiringnya beberapa langkah dan kemudian memberikan umpan yang melewati dua bek Augsburg. Umpan itu ia tujukan ke arah Lewandoski dan langsung diselesaikan dengan manis.

Skor akhir pada pertandingan itu adalah 3-1 untuk kemenangan Bayern dan Robben turut menyumbang satu gol lewat kerja sama dengan pemain yang sebelumnya ia berikan asis.

Dua asis yang ia berikan kepada Lewandowski dan sebuah gol dari hasil kerja sama tim itu, barangkali semacam penebusan atas rentetan sikap egois yang musim-musim sebelumnya kerap ia tunjukkan. Juga, semacam pertunjukkan dan pembuktian bahwa Robben telah berubah dari seorang pemain yang amat egois menjadi pemain yang lebih mementingkan kerja sama dan kemenangan tim.

Selepas pertandingan itu, bahkan ada seseorang yang berkomentar di kolom komentar Whoscored. “Wow, Robben mengumpan dua kali. Ajaib!” tulisnya.

Komentar itu semakin menegaskan bahwa Robben sebelumnya memang dikenal sebagai seorang pemain yang kelewat egois. Serta, apa yang ia tunjukkan pada pertandingan itu seperti bukan dirinya, seperti sebuah keajaiban tengah terjadi. Musim ini sendiri, dari delapan penampilannya di Bundesliga dan Liga Champions, Robben telah menciptakan 17 peluang (dua asis dan 15 umpan kunci) mencetak gol!

Mungkinkah Robben baru saja menemui The Ancient One dan seketika sikapnya (di lapangan) berubah menjadi lebih baik laiknya Doctor Strange? Entahlah. Yang jelas dan yang pasti, Robben telah kembali dengan gaya berbeda. Ia siap mengarungi musim ini dengan cara yang lebih baik. Dengan pikiran yang lebih bersih. Dengan pikiran yang telah tercerahkan. Semoga.

Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad. Terjebak di antara desain dan tulisan. Dapat dihubungi lewat akun @sptwn_

Komentar