Kiatisuk Sudah Menjadi Pelatih, Bepe Bagaimana?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kiatisuk Sudah Menjadi Pelatih, Bepe Bagaimana?

Artikel #AyoIndonesia karya Ibham Veza

Kiatisuk Senamuang adalah legenda hidup sepakbola Asia Tenggara. Pemain yang kerap dijuluki Zico-nya Thailand ini berhasil membangun kembali gengsi sepakbola negeri gajah putih setelah hancur lembur di piala AFF 2010 dan SEA Games 2011. Hari ini kita saksikan sendiri di Piala AFF 2016, Thailand telah menjelma menjadi sebuah kekuatan sepakbola yang tidak bisa dipandang sebelah mata, bukan hanya di ASEAN, tapi juga di Asia.

Permainan kaki ke kaki yang cepat, umpan-umpan panjang yang akurat, serta transisi menyerang dan bertahan yang sangat baik membuat kita seakan lupa sedang menonton tim asal Asia Tenggara. Tak heran, Australia saja tidak mampu menaklukkan tim ini, the Socceroos hanya mampu menahan imbang 2-2 pada babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia tanggal 15 November 2016 lalu. Torehan prestasi yang patut dibanggakan, mengingat Thailand adalah satu-satunya wakil Asia Tenggara yang tersisa untuk meraih satu tiket ke Piala Dunia 2018 di Rusia.

Sukses Thailand tidak lepas dari tangan dingin Kiatisuk Senamuang. Kita pun bertanya-tanya, apa yang telah dilakukan Kiatisuk dengan anak asuhnya di Thailand? Bisakah kita mengambil pelajaran dari kebangkitan Thailand setelah terpuruk bertahun-tahun?

Jika Thailand punya Kiatisuk, Indonesia punya Bambang Pamungkas atau yang lebih dikenal dengan panggilan populernya Bepe. Keduanya adalah pensiunan timnas negaranya masing-masing. Keduanya juga pernah mencicipi liga Eropa meskipun hanya satu musim saja. Kiatisuk pernah bermain untuk Huddersfield Town di Inggris pada musim 1999-2000. Tapi sayang, ia tidak pernah dimainkan sama sekali. Di Eropa, nasib Bambang sedikit lebih baik, Bepe berhasil mencicipi manisnya rumput liga Belanda bersama tim divisi 3 bernama EHC Norad dengan 10 penampilan dan 7 gol. Setelah satu tahun di benua biru, keduanya –Kiatisuk Senamuang dan Bambang Pamungkus- sama-sama harus pulang kampung ke negaranya masing-masing, kontrak mereka tidak diperpanjang.

Baca juga: Melayang di Udara Bersama Bambang Pamungkas

Pemahaman Sepakbola ASEAN – Kunci Untuk Memenangi Persaingan Regional

Ada satu kelebihan Kiatisuk yang mungkin tidak sepenuhnya dimiliki oleh Bepe. Kiatisuk lama malang melintang di sepakbola Asia Tenggara baik kala membela timnas Thailand di Piala AFF maupun sebagai pemain asing di Singapura dan Vietnam. Hal ini menjadikan pemain yang berprofesi sebagai Police Lieutenant di Thailand ini sangat paham betul tentang lika-liku sepakbola di kawasan ASEAN.

Kiatisuk menghabiskan musim 2001-2002 dengan bermain untuk Singapore Armed Forces. Musim berikutnya, Kiatisuk kemudian pindah ke liga Vietnam setelah dikontrak oleh klub papan atas negeri tersebut, Hoàng Anh Gia Lai. Selama bermain empat musim dari tahun 2002 hingga 2006, Kiatisuk berhasil mencetak 102 gol dari total 75 penampilannya untuk klub itu. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa untuk pemain asing di Vietnam. Terlebih Kiatisuk bukan legiun asing asal Eropa, Amerika Latin atau Afrika.

Lalu, bagaimana dengan karier Bambang di kawasan regional Asia Tenggara? Meskipun tidak se-fantastis catatan rekor Kiatisuk di luar Thailand, Bambang pernah dielu-elukan publik Selangor, Malaysia ketika ia bersama pemain Indonesia lainnya asal Papua Elie Aiboy pernah membela klub Selangor FA selama dua musim (2005-2007). Pada musim pertamanya di negeri jiran, Bepe langsung menjadi top scorer Premier League Malaysia dengan torehan 23 gol hanya dalam 24 laga. Bayangkan, pemain asing di musim pertamanya langsung menjadi pencetak gol terbanyak. Dan tak hanya itu, Bambang bersama Elie juga berhasil memberikan treble winner untuk Selangor FA, dengan membawa pulang gelar juara Premier League Malaysia, FA Cup Malaysia, dan Malaysia Cup.

Layakkah Bambang Menjadi Pelatih Timnas Indonesia?

Ada selisih 7 tahun antara Kiatisuk dan Bepe. Bambang masih punya banyak waktu untuk belajar, mengumpulkan pengalaman dan menimba ilmu dari pelatih-pelatih senior. Bepe lahir pada tahun 1980 di Semarang, sedangkan Kiatisuk lahir tujuh tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1973 di Udon Thani, Thailand.

Pemahaman pelatih lokal sangat dibutuhkan untuk memberikan ‘sentuhan’ yang tidak dimiliki oleh pelatih-pelatih asing. Baik Kiatisuk maupun Bambang adalah legenda negaranya masing-masing, hasil pembinaan dari kompetisi dalam negeri. Sebagai alumni Diklat Salatiga, Bambang tentunya paham betul bagaimana proses jenjang karier, dilemma, dan masalah yang kerap dialami pemain-pemain junior di negeri ini.

Sebagai pelatih nantinya, Bepe tentunya pasti tahu persis dimana mencari pemain-pemain berbakat yang tersembunyi di seluruh nusantara. Lihat bagaimana Pep Guardiola, Antonio Conte, Diego Simeone, dan Zidane berhasil menjadi pelatih hebat. Mereka adalah mantan pemain dari klub yang kelak mereka latih.

Hal ini bukan berarti mereka yang bukan mantan pemain professional tidak bisa menjadi pelatih hebat. Semuanya mungkin, seperti yang telah dilakukan oleh Jose Mourinho. Jose bukanlah alumni pemain top. Tapi perlu diingat, ia memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam dunia sepakbola jauh sebelum menjadi pelatih hebat. Mourinho bahkan lama bekerja di Barcelona sebagai penterjemah pelatih Bobby Robson. Kala itu, Pep Guardiola adalah kapten Barca.

Pada akhirnya, pengalaman dalam dunia sepakbola adalah hal mutlak yang dibutuhkan untuk menjadi pelatih papan atas. Kembali ke Bambang, Dengan pengalamannya dari tingkat junior di Jawa Tengah hingga berhasil menembus starting line-up timnas senior Indonesia di usia yang masih sangat belia, 19 tahun, Bambang pastinya sangat paham tentang intrik politik, kekuatan-kelemahan fisik, dan karakteristik psikologis pemain lokal. Hal ini akan membuat ia akan lebih bijak dalam mengambil keputusan, baik dalam pemilihan pemain maupun dalam penerapan strategi dan taktik di lapangan.

Sudah saatnya PSSI meninggalkan pelatih asing. Lihat pelatih Thailand dan Malaysia selama 10 tahun terakhir dan bandingkan prestasi kedua negara tersebut dengan timnas kita yang terlalu sering mengimpor pelatih dari luar. Tidak ada korelasi positif antara asal negara seorang pelatih dengan prestasi yang dibuatnya.

Kesimpulan

Saya pribadi bukan seorang fans setia Bambang Pamungkas, bukan pula supporter sejati Persija Jakarta. Seperti halnya publik figur yang lain, Bepe pasti memiliki segudang pendukung dan pembencinya sendiri. Apalagi dalam sepakbola, olahraga satu lawan satu. Anda menjebol gawang lawan, Anda dipuja pendukung dan disoraki tim lawan. Anda melakukan gol bunuh diri, Anda diumpat tim sendiri dan dielu-elukan tim lawan.

Haters akan nada dimana-mana. Tapi sukses sepakbola suatu bangsa bukan tergantung dari subjektivitas satu atau dua individu semata. Perlu kepala dingin untuk memutuskan yang terbaik demi kemajuan sepakbola tanah air. Dengan berbagai faktor yang telah disebutkan di atas, Bambang memiliki semua kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi pelatih hebat untuk timnas Indonesia.

Jika Kiatisuk bisa dengan Thailand, Bambang Pamungkas pasti bisa dengan tim Garuda kita. Kesuksesan mantan pemain yang berhasil menjadi pelatih hebat tentunya akan berdampak baik terhadap citra sepakbola dalam negeri. Para orang tua tidak perlu khawatir jika anaknya ingin menjadi pemain sepakbola profesional, jenjang kariernya sangat panjang. Setelah pensiun dari merumput, anak mereka bisa menjadi pelatih bahkan hingga usianya telah mencapai 67 tahun seperti Alfred Riedl.

Lalu bagaimana jika Bambang gagal memenuhi ekspektasi masyarakat – terpuruk prestasinya bersama timnas Indonesia? Tinggal diganti dengan pelatih baru, bukankah ini yang terjadi juga di Eropa dan seluruh dunia lainnya. Tapi dengan memberikan kesempatan kepada putra terbaik tanah air, setidaknya kita tidak berdosa jika harus menggaji pelatih mahal asal Eropa. Sebelum itu terjadi. kita semua tentunya berharap jika Bambang dapat bersinar membawa timnas Garuda kita, setidaknya menyaingi Kiatisuk Senamuang di kancah sepakbola Asia Tenggara.

Penulis adalah seorang dosen teknik mesin, alumni sebuah institusi teknologi di kota Bandung. Sempat kuliah di Inggris dan tinggal nomaden di sekitaran Arsenal dan Chelsea. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis.

foto: affsuzukicup.com

Komentar