Punya Tiket Tapi Harus Menonton Berdiri Karena Penuh, Salah Siapa?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Punya Tiket Tapi Harus Menonton Berdiri Karena Penuh, Salah Siapa?

Artikel #AyoIndonesia karya Martrie Viola

Rabu 14 Desember 2016 menjadi hari yang sangat bersejarah untuk timnas Indonesia karena sudah berjuang keras untuk kemenangan Indonesia di Leg 1 final Piala AFF melawan Thailand. Perjuangan selama 90 menit pertandingan akhirnya terbayarkan dengan kemenangan 2-1 atas Thailand. Penonton pun bersorak sorai atas kemenangan ini.

Namun sebenarnya, hari itu yang berjuang mati-matian bukan hanya timnas saja, tetapi para penonton pun harus berjuang mati-matian untuk bisa masuk ke dalam Stadion Pakansari, Cibinong.

Dengan kondisi jalanan sehabis hujan yang becek dan licin karena tanah merah, sehingga tidak sedikit penonton yang terpeleset di jalan, membuat penonton harus ekstra hati-hati untuk berjalan. Ditambah dengan kurangnya penerangan di jalan ataupun di sekitar stadion yang makin memperburuk penglihatan.

Bagi penonton wanita dan anak-anak keadaan ini amat sangat merepotkan untuk mereka, karena akan sulit untuk mereka untuk berjalan dengan cepat. Serta minimnya penunjuk jalan dan panitia membuat para penonton kebingungan mencari pintu masuk ke stadion. Mereka harus berputar mengelilingi stadion untuk mencari pintu masuk ke dalam stadion. Ini sungguh merepotkan sekali untuk para penonton terutama wanita dan anak-anak.

Setelah perjuangan pertama selesai, perjuangan kedua pun sudah di depan mata yaitu, antrian pintu masuk stadion. Kami (saya dan orang tua saya) sampai di Stadion Pakansari sekitar pukul 17.30 WIB. Setelah menemukan tempat pintu masuk (keluar-keluar di dekat gate 2), kami langsung berdesak-desakan untuk antri di pintu masuk. Kami kaget karena jam segini masih banyak sekali penonton yang belum masuk ke dalam. Setelah kami intip, ternyata pintu masuk yang dibuka sangat kecil sekali. Bahkan untuk masuk langsung tiga orang pun sempit.

Dengan keadaan seperti itu, dorong-dorongan sudah tidak bisa dihindari lagi, bahkan saya hampir terjatuh karena dorongan dari belakang begitu kuat. Kami harus dibantu oleh sesama penonton yang sangat pengertian untuk bisa masuk ke dalam antrian. Yang membuat saya makin kesal, banyak penonton yang tidak mempunyai tiket tapi ikut berdiri di pinggir pembatas besi. Sehingga penonton yang mau masuk ke dalam stadion terhalang oleh mereka yang hanya berdiri menghalangi jalan masuk. Tapi dari pihak aparat ataupun panitia sama sekali tidak ada penanganan untuk penonton yang berada di luar stadion. Semestinya kalau panitia sudah membuat penanganan dan barikade diluar stadion, kesemrawutan antrian ini tidak akan sampai seperti itu. Dan saya tidak melihat satu pun pihak panitia yang ada di depan pintu masuk. Yang ada hanya aparat kepolisian saja. Panitianya seperti lepas tangan dengan kejadian apapun yang ada di depan stadion.

Setelah selesai security check, akhirnya saya langsung mencari pintu gate 7 sesuai dengan yang tertera di tiket kami. Karena kami berada di gate 2, kami mencoba masuk dari gate 2. Mendapatkan petunjuk dari polwan di sana, kami langsung bergegas menuju gate 7, karena waktu sudah pukul 17.55.

Tidak adanya penerangan sepanjang pencarian dan banyaknya orang yang lalu lalang membuat kami kesulitan untuk mencari. Sesampainya di gate 7, ternyata kami ditolak oleh pihak panitia yang berpakaian baju safari dengan alasan stadion sudah penuh, dan kami dialihkan untuk antri ke gate 8.

Saat itu, saya langsung mulai curiga dengan kata “penuh”. Kalau penonton antri sesuai gate, seharusnya di gate 7 masih ada jatah kursi saya dan orang tua saya (5 tiket). Tapi bagaimana bisa kursi sudah penuh?

Saya tidak mau berprasangka buruk, akhirnya saya langsung mencari gate 8. Tetapi di gate 8 pun pintu sudah ditutup juga. Dan tidak ada panitia satupun yang memberikan klarifikasi. Akhirnya saya terus jalan sampai di gate 9 yang menurut info dari sesama supporter masih dibuka.

Sesampainya di gate 9, antrian sudah mulai panjang menjadi tiga barisan. Dan kami pun ikut mengantri di situ. Tetapi mulai ada keanehan setelah saya mengantri kurang lebih 20 menit, yaitu antrian tersebut tidak berkurang! Penonton barisan depan sudah mulai teriak-teriak untuk dibukakan pintu tetapi tidak ada satupun panitia yang keluar untuk memberikan klarifikasi. Apalagi areanya sangat gelap, sehingga sulit untuk melihat kejadian yang ada di depan pintu.

Akhirnya sampai jam 19.00 saat lagu Indonesia Raya berkumandang (yang akhirnya kami berhenti sejenak untuk ikut mengumandangkan lagu Indonesia raya) kami masih belum bisa masuk. Beberapa penonton bahkan sudah menyerah untuk mengantri dan lebih memilih untuk nonton bareng di luar stadion. Bahkan ada penonton yang bilang ke kami kalau sebaiknya mundur saja, karena sudah ada tanda-tanda kerusuhan. Tetapi kami tetap keukeuh mau masuk, karena kami merasa tiket yang saya beli itu asli saya beli di kiostix (yang didapat dengan cukup susah payah itu) bukan di calo, dan akan susah untuk meminta refund uang ke panitia atau PSSI.

Penonton yang lain mulai merangsek ke depan pintu dan makian untuk pihak panitia dan PSSI pun sudah semakin meningkat, bahkan sudah mulai ada yang memanjat pintu untuk masuk. Tetapi mereka malah diperlakukan dengan disetrum listrik oleh penjaga. Saya dan orang tua saya sudah terjebak di tengah-tengah pagar melingkar, sehingga kami tidak bisa untuk keluar lagi. Sedangkan kakak saya masih antri di barisan belakang di sekitar gate 8.

Akhirnya sekitar jam 19.15 amarah penonton sudah mulai memuncak, dan mereka yang antri di barisan sudah mulai melakukan aksi kekerasan dengan menendangi pintu gate dan pagar besi melingkar sampai roboh. Setelah sebagian pintu sudah terbuka, penonton langsung merangsek masuk. Dan pihak aparat pun langsung datang membuat barikade di depan pintu. Akan tetapi akhirnya mereka membuka pintu dengan lebar. Namun saat giliran kami masuk, pihak aparat mulai melakukan kekerasan dengan merampas tiket yang kami pegang, bahkan ada yang sampai jatuh terdorong.

Setelah kami berhasil masuk, kami langsung mencari spot kosong untuk menonton. Tetapi sangat disayangkan kami tidak menemukan tempat tersebut. Sehingga kami harus menonton sambil berdiri selama 90 menit pertandingan di tangga tempat lalu lalang orang. Sedangkan kedua kakak saya yang masih antri di belakang sudah tidak bisa masuk lagi karena sudah dijaga ketat oleh aparat.

Saya sangat kecewa dengan kejadian ini, karena tidak adanya koordinasi antara pihak panitia promotor dan aparat. Serta tidak siapnya promotor dalam melangsungkan pertandingan ini. Kalau tiket yang dijual sesuai dengan jumlah kapasitas penonton stadion, semestinya di sana masih ada sisa bangku dari penonton, setidaknya lima bangku, sesuai lima tiket yang kami miliki.

Tapi entah apa apa dan siapa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Yang jelas, penonton seperti kami dirugikan oleh kejadian ini, apalagi saya yakin tidak hanya saya saja yang mengalami kejadian di atas.

Penulis beredar di dunia maya dengan akun twitter @konkonyora. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar