Pelajaran FC Barcelona vs PSG: Waktu adalah Relatif

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Pelajaran FC Barcelona vs PSG: Waktu adalah Relatif

Oleh: Joko Priyono

Masih ingatkah kita semua dengan salah satu esai karya dari Zen RS yang berjudul Panduan Cara Indah Menikmati Hidup Buat (Selain) Kita? Yang paling penulis ingat hingga kini, pertama adalah pernyataan beliau yang mengatakan bahwasanya “hidup bukan sehimpun deadline yang harus selalu ditaati”.

Kemudian yang kedua adalah pernyataannya berkaitan tentang waktu. Bahwasanya penggunaan frasa “menikmati waktu” dipakai ketimbang menggunakan frasa “menghabiskan waktu”. Alasannya sederhana, yaitu berupa pertanyaan retorika: memangnya waktu bisa kau habiskan? Bagaimana cara menghabiskan waktu? Bukankah hidupmu sendiri yang, pada akhirnya, akan habis, dan bukan waktu yang habis.

Berangkat dari penjelasan tersebut, penulis memposisikan sebagai salah satu mahasiswa yang kuliah di program studi Fisika di salah satu kampus yang ada di kota Solo. Dalam mata kuliah yang penulis pelajari, berbagai ragam teori yang diajarkan oleh dosen yang di antaranya adalah Galileo Galilei, Isaac Newton, Johannes Kepler, Max Planck, Enrico Fermi, John Dalton, Democritus, James C. Maxwell, Luis de Broglie, Niels Bohr, Ernest Rutherford, Werner Heisenberg, Paul A.M Dirac, Albert Einstein dan masih banyak lagi di luar itu. Yang semua dari itu secara konsep, fisika dibagi menjadi dua bagian besar yakni masing-masing fisika klasik dan fisika modern.

Adalah pembahasan mengenai waktu yang paling terpenting dalam bagian ini. Terkhusus adalah sedikit analisa mengenai perjalanan pertandingan leg kedua babak 16 besar Liga Champions 2016/2017, Kamis (9/3) dini hari WIB antara FC Barcelona yang berhadapan dengan Paris Saint-Germain (PSG). Secara dramatis, klub yang memiliki julukan Blaugrana tersebut membalas kekalahan 4-0 pada leg pertama dengan skor 6-1 pada leg kedua.

Barcelona pun melangkah ke babak berikutnya dengan keunggulan agregat 6-5. Pencapaian yang begitu luar biasa dan patut untuk diapresiasi dari para penggemar sepakbola.

Perkara Waktu, Perkara Harapan

Sepakbola secara umum memiliki banyak aspek yang terkandung di dalamnya. Aspek-aspek tersebut meliputi strategi, taktik, formasi, sains, kultur, ekonomi, politik, heroisme atau bahkan berkaitan dengan klenik. Comeback yang dilakukan oleh Barcelona menyiratkan sebuah makna bahwasanya memperhatikan segala aspek yang ada di sepakbola adalah kebutuhan wajib ketika kita menginginkan sebuah kemenangan.

Terlebih, sebelum pertandingan ini Barcelona memiliki beban kebobolan 4 gol di leg yang pertama. Namun, kembali lagi bahwasanya dalam sepakbola masih banyak hal yang terjadi selama waktu normal 2x45 menit tersebut.

Pada babak pertama Barcelona unggul 2-0 melalui satu gol dari Luis Suarez (3’) dan Kurzawa (40′ og) . Skor sempat 3-0 pada awal babak kedua ketika Lionel Messi mampu memanfaatkan kesempatan tendangan 12 pas di menit ke-50. Namun gol Edinson Cavani pada menit ke-62 sempat membuat para pendukung Blaugrana terhenyak. Setelah meretas asa karena unggul 3-0, gol Cavani harus membuat Barcelona mencetak tiga gol lainnya untuk lolos, gol tandang cukup menguntungkan PSG.

Banyak orang yang menganggap terasa tidak mungkin karena hingga menit ke-85 skor tetap tidak berubah, yaitu 3-1. Namun ambisi besar untuk lolos skuat Barcelona justru semakin terlihat dengan upaya Barcelona yang terus menerus menggempur pertahanan PSG, yang akhirnya membuahkan hasil. Pada menit ke-88, 91 dan 94, Barcelona mencetak gol yakni masing-masing melalui Neymar (88′, 91′ pen.) dan Roberto (95′).

Waktu 7 menit adalah hal yang begitu mustahil bagi sebuah klub menciptakan tiga gol. Namun Barcelona dengan gagahnya menampik segala alasan tersebut, karena memang nyatanya mereka bisa membuktikannya saat melawan PSG. Terlepas dengan pembahasan formasi, strategi, taktik, psikis dari para pemain atau bahkan model serangan yang dilakukan, rasanya salah satu kunci yang ada adalah ihwal dalam memanfaatkan waktu bagi sang tuan rumah. Mereka yang paling merasakan daya magis dan kekuatan dari waktu tentunya adalah Neymar dan Roberto yang menjadi penentu kemenangan Blaugrana.

Waktu itu Relatif

Mengutip dari pernyataan yang pernah disampaikan oleh Peter Coles, Profesor Astrofisika Universitas Nottingham dan penulis buku Stephen Hawking and the Mind of God bahwasanya waktu adalah apa pun saja yang dapat diukur dengan jam. Albert Einstein, seorang fisikawan ternama yang menjadi tonggak lahirnya Big Science, pernah mengemukakan teori yang paling dikenal hingga kini. Teori tersebut adalah teori mengenai relativitas waktu.

Teori Relativitas itu sendiri terdiri dari dua bahasan pokok, yakni masing-masing adalah relativitas khusus (1905) dan relativitas umum (1915). Teori relativitas khusus bersandar pada dua postulat. Postulat pertama adalah hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan yang terbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap satu terhadap lainnya. Sementara itu, postulat kedua menyatakan bahwa kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak bergantung dari keadaan gerak pengamat itu.

Selanjutnya, teori relativitas umum yang pada akhirnya harus menunggu sepuluh tahun setelah teori relativitas khusus dikemukakan. Relativitas umum membawa akselerasi dan gravitasi yang mengantarkan kita pada gagasan bahwa ruang-waktu bisa terdistorsi. Dalam teori umum ini, gerak dalam ruang-waktu memengaruhi sifat ruang-waktu.

Neymar dan Roberto adalah dua sosok yang merasakan bahwa waktu itu relatif. Mereka secara matematis berangggapan tujuh menit adalah empat ratus dua puluh detik. Namun, dalam puncak kesadaran kritis, mereka tentu berasumsi lebih dari pada hal tersebut. Mereka merasakan esensi dari idiom “waktu itu relatif” serta merasakan dengan benar dari apa yang disebut dengan “menikmati waktu”.

Barcelona boleh saja sejenak larut dalam euforia dengan meminjam pernyataan dari Democritus, “hidup tanpa pesta ria seperti jalan panjang tanpa penginapan”. Lantas, klub lain yang bernama Arsenal, Napoli, hingga PSG itu sendiri perlu mengingatkan kepada Barcelona dari pernyataan yang pernah disampaikan oleh Mahbub Djunaidi, “pesta sudah usai, pekerjaan belum selesai”.

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Fisika Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Peminat kajian sains dan teknologi. Penghuni akun twitter @jokoprii


Tulisan ini adalah hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar