Akhirnya Definisi Marquee Player di Indonesia Sudah Jelas!

Berita

by Dex Glenniza 117672

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Akhirnya Definisi Marquee Player di Indonesia Sudah Jelas!

Marquee player adalah salah satu yang paling banyak diperbincangkan saat ini di Indonesia. PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sempat memiliki definisi yang tidak jelas soal marquee player itu apa.

Biasanya marquee player bisa dijelaskan dengan kehadiran salary cap. Maka bukan kebetulan juga PSSI menetapkan salary cap sebesar total 15 miliar rupiah per tahun per kesebelasan untuk gaji pemain selain marquee player.

Dengan ini, seharusnya kita sudah bisa mengukur jika marquee player adalah pemain yang tidak pandang bulu –mau pemain bintang ataupun bukan, mau gajinya besar ataupun kecil– yang penting ia digaji di luar struktur gaji pemain-pemain lainnya.

Sedangkan untuk pengertiannya, daripada membuka-buka kembali kutipan langsung, kutipan tidak langsung, atau apalagi asumsi dan opini, kita langsung lihat saja pengertian marquee player dari PSSI dan PT LIB melalui dokumen "Draft Regulasi Liga 1 2017" dan kemudian "Regulasi & Manual Liga 1 2017".

Menurut terutama "Regulasi & Manual Liga 1 2017" yang kami dapatkan, marquee player adalah pemain asing dengan persyaratan (sesuai yang tertulis):

  1. Termasuk dalam skuad tim nasional di 3 putaran final FIFA World Cup terakhir (FIFA World Cup 2006 Germany, FIFA World Cup 2010 South Africa dan FIFA World Cup 2014 Brazil) atau;
  2. bermain di liga Eropa dalam kurun waktu 8 tahun terakhir (2009-2017) sebagai berikut: Premier League – Inggris, La Liga – Spanyol, Bundesliga – Jerman, Serie A – Italia, Eredivisie – Belanda, Ligue 1 – Prancis, Süper Lig – Turki, Primeira Liga – Portugal.

Sebelumnya, marquee player hanya boleh satu saja, dengan rumus 2+1+1 (dua pemain asing plus satu pemain asing AFC plus satu marquee player). Tapi kemudian, Edy Rahmayadi sebagai ketua umum PSSI sempat membolehkan marquee player bahkan sampai lima. Namun, lagi-lagi, ada perubahan lainnya, yaitu kembali ke awal, bahwa marquee player hanya boleh satu.

"Kita kemarin sudah meeting dan sudah disepakati bahwa kita akan pakai aturan 2+1+1. Jadi jelas setiap klub tidak bisa merekrut lebih dari satu marquee player," ujar Kepala Operasional PT LIB, Tigor Shalom Boboy, seperti yang dikutip dari Bola.net, Rabu (05/04).

Akhirnya juga jelas, jika marquee player hanya boleh satu. Kemudian jika acuan yang dipakai adalah seperti yang di atas, meskipun bukan salary cap, acuan di atas (paragraf kelima di tulisan ini) sudah jelas asal-muasalnya. Tinggal PSSI saja yang konsisten dengan definisi ini.

Ini berarti, malah terbalik, marquee player adalah pemain yang tidak peduli digaji kecil juga, tidak peduli juga ia pemain bintang ataupun bukan; yang penting sudah pernah bermain di salah satu dari tiga Piala Dunia terakhir, atau pernah bermain di Liga Primer, La Liga, Bundesliga, Serie A, Eredivisie, Ligue 1, Süper Lig, atau Primeira Liga dalam delapan tahun terakhir.

Delapan marquee player di Indonesia saat ini (12 April 2017)

Keterangan: nama-nama di bawah ini yang ditulis dengan warna biru tua menggambarkan pemain yang didaftarkan sebagai marquee player, sementara nama-nama yang ditulis dengan warna biru muda adalah pemain yang sebenarnya masuk kategori marquee player namun tidak didaftarkan sebagai marquee player oleh kesebelasan mereka, alias didaftarkan sebagai pemain asing biasa.

Dengan definisi itu, langsung dari PSSI dan PT LIB, maka jelas lah sudah jika Michael Essien dan Carlton Cole adalah marquee player Persib Bandung. Essien pernah bermain di Piala Dunia 2006 dan 2014, serta di Liga Primer (2005-2014), La Liga (2012-2013), dan Serie A (2014-2015); sementara Cole pernah bermain di Liga Primer (sepanjang 2001-2015, kecuali 2002-2003 dan 2011-2012).

Wiljan Pluim (di Eredivisie dari 2008 sampai 2013 bersama Vitesse Arnhem, Roda JC, dan PEC Zwolle; serta 2015 bersama Willem II Tilburg) dan Steven Paulle (Ligue 1 2011-2012 bersama Dijon, sementara enam musim lainnya di Dijon adalah di Ligue 2) juga jelas adalah marquee player PSM Makassar.

Marquee player lainnya juga bisa kita temukan pada Peter Odemwingie (Liga Primer 2010-2013 bersama West Bromwich Albion dan 2014-2016 bersama Stoke City) di Madura United, Shane Smeltz (Piala Dunia 2010 bersama tim nasional Selandia Baru) di Pusamania Borneo FC, José Coelho (Primeira Liga Portugal 2009-2010 saat ia dipinjamkan ke Paços de Ferreira dari Benfica; padahal hanya bermain tiga kali) di Persela Lamongan, dan Anmar Almubaraki (Eredivisie 2010-2012 bersama Heracles Almelo) di Persiba Balikpapan.

Sementara itu, Arthur Cunha da Rocha (Arema FC) tidak termasuk marquee player karena ia memang pernah di Boavista pada 2011, tapi Boavista tidak berlaga di Primeira Liga Portugal (divisi tertinggi) pada 2011. Marlon da Silva de Moura (Persiba Balikpapan) juga mengalami hal yang sama, ia sempat di Boavista pada 2010-2014, tapi sepanjang empat tahun itu Boavista tidak berlaga di Primeira Liga.

Seharusnya tidak ada lagi pertanyaan seperti "Tapi mereka belum pernah bermain di Piala Dunia?", "Tapi, kan, gaji mereka kecil?"; karena pertanyaan-pertanyaan itu digugurkan oleh kehadiran kata penghubung atau yang menghubungkan "pemain Piala Dunia" dengan "bermain di liga Eropa..."

Sementara soal gaji, dari definisi itu tidak menjelaskan nilai gaji harus berapa-berapanya. Yang ada hanya salary cap, itupun hanya memiliki hubungan dengan marquee player pada permasalahan soal struktur gaji, bukan besarnya gaji.

Bahkan hal ini langsung dijelaskan oleh Ade Wellington, Sekjen PSSI: "Kan, tidak semua pemain marquee player harus mahal," seperti yang dikutip dari CNN Indonesia (29/03). Jadi mohon maaf, Essien digaji 100 ribu rupiah per tahun pun, ia tetap marquee player.

Jika kamu masih belum paham, silakan lihat kembali dengan sangat-amat teliti mengenai pengertian marquee player di Indonesia pada paragraf kelima di tulisan ini.

Untuk marquee player di Indonesia sendiri, secara definitif (merujuk "Regulasi & Manual Liga 1 2017") maka Liga 1 Indonesia sudah memiliki delapan marquee player, seperti nama-nama yang sudah disebutkan di atas.

Namun, untuk urusan pendaftarannya, karena marquee player ini hanya boleh satu (misalnya Persib dan PSM memiliki dua marquee player secara definitif), maka kesebelasan diperbolehkan mendaftarkan satu pemain asingnya sebagai marquee player, sementara pemain asing lainnya yang juga secara definitif bisa dikategorikan sebagai marquee player tapi pada akhirnya didaftarkan sebagai pemain asing biasa.

Contohnya, Persib mendaftarkan Essien sebagai marquee player sementara Cole sebagai pemain asing biasa (meskipun Cole juga secara definitif masuk ke dalam kategori marquee player. Begitu juga PSM yang dikabarkan mendaftarkan Pluim sebagai marquee player, bukan Paulle.

Dengan definisi seperti ini, plus dan minusnya adalah...

Satu hal yang dikhawatirkan dari definisi marquee player semacam ini adalah kesebelasan bisa menyalahgunakan struktur gaji mereka. Marquee player membuat kesebelasan akan merasa “aman” untuk “nakal” (dalam beberapa aspek, bisa dibaca: "cerdas") dari salary cap, karena pemain marquee player-nya juga berada di luar struktur gaji yang masuk ke salary cap kesebelasan.

Jadi secara tidak langsung, kesebelasan bisa mengontrak sampai empat pemain asing, dengan setidaknya satu pemain asing masuk ke kategori marquee player versi Liga 1. Untung saja PT LIB kembali membatasi jika kesebelasan hanya boleh mendaftarkan satu marquee player.

Di sisi lain, perekrutan marquee player ini menunjukkan manajemen yang baik, baik dari segi murah atau mahalnya marquee player tersebut. Misalnya Pluim dan/atau Paulle adalah marquee player PSM meskipun gaji mereka (asumsi) tidak sampai 3 miliar rupiah. Sementara Persib mampu membayar mahal Essien karena manajemen keuangan mereka bisa dikelola dengan baik (masih asumsi juga, butuh dukungan data yang transparan).

Tapi kembali lagi ke masing-masing, sebenarnya marquee player yang seperti apa yang bisa menaikkan nilai pasar Indonesia. Saya pribadi menilai jika Essien adalah sosok yang lebih menjual daripada Pluim, Paulle, Coelho, atau Almubaraki. Kadang harga memang berbicara.

Soal jual-menjual ini (sesuai tujuan marquee player pada bisnis dan pemasaran sepakbola), Essien memang menang dari yang lainnya. Tapi kembali mengingatkan, kalau soal menang-kalah di pertandingan (sesuai tujuan permainan sepakbola), bisa jadi Essien dikalahkan pemain Indonesia U23.

Kecuali ada revisi (lagi) dari definisi marquee player dan/atau salary cap, pengertian marquee player ini akhirnya jelas sudah. Bagi yang merasa belum jelas, lagi-lagi saya mengingatkan, baca kembali tulisan ini baik-baik, terutama di paragraf kelima. Sementara bagi yang masih tidak terima, saya hanya mengingatkan jika kamu tidak suka sesuatu hanya karena kamu tidak memilikinya, kemungkinan besarnya itu adalah tanda dari iri hati.

Komentar