Koboi-koboi di Stamford Bridge

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Koboi-koboi di Stamford Bridge

Gelar juara Liga Primer Inggris 2015/2016 dipastikan menjadi milik Leicester City. Kepastian itu didapatkan setelah laga Chelsea melawan Tottenham Hotspur berakhir imbang 2-2 di Stadion Stamford Bridge, Selasa (3/5) dini hari WIB. Kendati berakhir imbang, mayoritas melihat hasil laga itu sebagai kemenangan bagi Chelsea. Setidaknya pendukung Chelsea mengakui kepahlawanan Claudio Ranieri bersama Leicester.

Mereka begitu gembira bisa menyerahkan hadiah untuk mantan manajer kesebelasannya itu. Chelsea memenangkan pertempuran dan Tottenham dibuat terlihat bodoh. Tottenham yang merasa sudah punya kemenangan pada babak pertama setelah unggul dua gol, berhasil dihilangkan oleh gol dari Gary Cahill dan Eden Hazard.

Jika Tottenham mengingat apa yang telah diperjuangkannya, itu dirasakan seperti sebuah kekalahan. Sementara para pendukung Chelsea seperti memiliki seluruh momentum. Kerumunan suporter Chelsea di Stamford Bridge seperti sedang mengobati lukanya atas kegagalan di musim ini. Ketika mereka bertanya-tanya, di manakah Hazard dan Fabregas selama ini? dan bahkan Chelsea itu sendiri.

Malam itu begitu mengerikan bagi The Lily Whites, julukan Tottenham. Mereka sudah bertaruh segalanya untuk mendapatkan gelar juara. Atas dua gol pada babak pertama, mereka berpikir tekad Leicester akan bersambung sampai menghadapi Everton pada laga berikutnya. Tottenham pun sudah mendapatkan masalah ketika ditahan imbang West Bromwich Albion pada laga sebelumnya.

Rivalitas antara kesebelasan London sendiri selalu berjalan dengan ketegangan. Pertandingan ini digambarkan seperti perjuangan dalam tragedi peperangan. John Obi Mikel dan Moussa Dembele sudah menciptakan suasana panas ketika saling berebut bola. Aksi itu memancing perhatian dari tribun di Stamford Bridge.

Situasi semakin panas saat Danny Rose melancarkan tekel kepada Diego Costa pada menit ke-13, dan ketika Cesc Fabregas berebut bola dengan Eric Dier pada menit ke-15. Insiden itu sampai membuat Dan Ripley dari Sportsmail berkata, "Saya benar-benar heran. Kita belum melihat sebuah kartu kuning," ujarnya usai Walker beradu fisik dengan Pedro Rodriguez pada menit ke-18.

Kartu kuning pertama justru baru keluar pada menit ke-27, saat Walker menendang Pedro yang sudah terjatuh. Kenekatan itu lahir dari ketegangan yang dibangun dari kejengkelan-kejengkelan pemain yang terakumulasikan. Tapi bentrokan antara Willian dengan Rose pada menit ke-45, memperlihatkan keduanya sudah benar-benar tidak peduli.

Mereka bersitegang di depan manajer Tottenham, Mauricio Pochettino. Kemudian Pochettino bertindak sebagai penengah dengan menempatkan tubuhnya di antara Willian dan Rose. Sementara Dembele memanfaatkan situasi itu. Ia mendapatkan kesempatan untuk mencolok mata kiri Diego Costa. Dalam aturan olahraga rugby, mencolok mata lawan adalah salah satu pelanggaran paling biadab.

Jika Federasi Sepakbola Inggris (FA) melihat insiden tersebut dan tidak memberikan hukuman tambahan, itu akan menjadi kejutan yang besar. Dengan pelanggaran seperti itu, seharusnya Dembele bisa dihukum larangan tampil tiga pertandingan. Otomatis, ia akan melewatkan sisa pertandingan Liga Primer Inggris 2015/2016. Dembele baru bisa merumput kembali pada musim depan.

Pochettino pun bisa ikut `tersiram air panas` dari FA. Pasalnya, walau ia berupaya memisahkan bentrokan, tetap saja Pochettino sudah melakukan intervensi ke dalam lapangan.

Semoga Dia Baik-baik Saja

Pertandingan pun ditutup dengan perkelahian besar antara pemain, manajer, staff pelatih dan pemain pengganti di lorong ganti pemain. Perayaan kemenangan Chelsea menyebabkan perkelahian ketika laga berakhir. Apalagi Tottenham belum pernah menang di Stamford Bridge sejak Februari 1990. Harapan untuk mengamankan gelar juara Liga Inggris pertama sejak 55 tahun terakhir pun telah pudar.

Sementara Fabregas masih tidak terima tangannya mendapatkan bekas injakan dari Erik Lamela. Rasa yang sama bagi Hazard karena tekel keras Dier. Alhasil Fabregas dan Rose bentrok usai pertandingan. Mereka memicu perkelahian masal yang awalnya memancing Michel Vorm dan Diego Costa. Vorm pun melampiaskan kemarahannya kepada Diego Costa.

Pochettino pun sempat berdebat dengan Steve Holland, Asisten Manajer Chelsea. Bahkan Guus Hiddink sampai terjatuh akibat bentrokan itu. Ia terjatuh ke tangga dekat terowongan pemain di Stamford Bridge, "Aku melihat Manajer Chelsea jatuh di lantai. Saya harap ia baik-baik saja," ujar Rose, full-back kanan Tottenham, seperti dikutip dari Daily Mail.


Untungnya pria asal Belanda itu tidak terluka. Meskipun Hiddink harus ditolong agar bisa berdiri kembali, "Pada akhirnya itu sangat emosional. Ada sedikit pertikaian verbal dan saya mencoba datang di antaranya dan melindungi situasi itu. Ada banyak yang dipertaruhkan mereka dan yang prestise yang kita pertaruhkan. Ini adalah pertandingan yang emosional antara dua klub besar. Aku harus datang di antara banyak orang saat itu. Ada beberapa goresan. Ini adalah perkelahian," jelas Hiddink lebih lanjut.

Di sisi lain, skuat Tottenham percaya bahwa Fabregas adalah penyebab utama adegan lelucon ini. Apalagi Fabregas diklaim mengucapkan kalimat yang tidak mengenakkan untuk para pemain Tottenham. Menurut Daily Mail, Fabregas mengatakan jika ia lebih menyukai Leicester yang menjadi juara ketimbang Tottenham.

Kritik untuk Mark Clattenburg

Bisa dibilang bentrokan itu paling emosional sejauh Liga Primer Inggris musim ini. Tontonan itu seperti menyaksikan tayangan ulang Final Piala FA 1970, ketika Chelsea menghadapi Leeds United. Semua jari suporter bergemetaran menyaksikan laga itu dan bentrokan pun pecah di York Hall. Tenaga wasit saja tidak kuat untuk menjaga pertandingan. Hingga Pasukan keamanan bersenjatakan tranquillizer pun diturunkan.

Sementara derby London ini membuahkan 12 kartu kuning. Sembilan buah diberikan kepada pemain Tottenham. Bisa dibilang wasit Mark Clattenburg terlalu lunak pada laga tersebut. Seharusnya ia bisa meninjau kinerjanya terhadap kekacauan seperti ini. Dan ia tidak bisa memberikan kepercayaan kepada pemain begitu saja. Mengingat sudah bukan rahasia lagi bahwa kedua kesebelasan itu tidak suka satu sama lain. Jelas ada ketegangan antara pemain sejak awal pertandingan.

Membiarkan Walker berbuat tiga atau empat ulah saja bisa dibilang keliru. Selain kartu kuning, Clattenburg pun hanya memperingatkan reaksi bodoh Willian dan Rose. Lebih dari itu, Dier dan Lamela beruntung. Begitu juga dengan Diego Costa yang mencoba menanduk Jan Vertonghen, luput dari pandangan pengadil lapangan. Bentrokan terburuknya adalah Dembele yang mencolok mata kiri Diego Costa. Seharusnya Clattenburg bisa mengantisipasi pemain yang mulai membuat kekacauan. Ia harus dikaji ulang. Apalagi jika Clattenburg akan ditugaskan pada Euro 2016 mendatang.

Tottenham yang Menjadi Lelucon

Pertandingan itu telah menjadi lelucon. Pochettino pun dibuat patah hati. Ia menyaksikan Tottenham kehilangan gelar yang digagalkan rival satu kota kesebelasannya. Para pemain Tottenham benar-benar kehilangan kendali saat itu, meskipun Chelsea tidak melakukan ancaman apapun. Tottenham yang terkenal dengan pertunjukan sepakbola indah, berubah seperti kesebelasan preman.

Mungkin tidak adanya Bamidele Alli bisa membuat lebih lega. Jika ia ada di sana, bukan tidak mungkin Dele Alli akan terlibat dalam keributan-keributan itu. Reaksi Vorm usai laga pun dipertanyakan. Mengingat ia adalah kiper cadangan yang tidak diturunkan pada laga tersebut.

"Mungkin kita tidak memberikan contoh yang baik, tapi itu adalah emosi yang normal dari perjuangan di lapangan. Saya terlibat dalam semua itu. Saya mencoba untuk tenang. Tapi ini derby. Kami berjuang untuk gelar dan Chelsea berjuang untuk memenangkan pertandingan, tapi saya pikir mereka membuat kami merasa sangat bangga, bagaimana Chelsea mengambil alih permainan dan kami menunjukan rasa hormat," imbuh Pochettino.

Tottenham justru tampak seperti sekelompok pemabuk di Stamford Bridge. Mereka seperti baru muncul dari Bank Holiday Iash, sebuah pub sepakbola dari daerah kesebelasannya. Keberhasilan heroik mereka selama ini telah berdandankan kegagalan. Tottenham mengakhirinya dengan menjadi 11 pemain UFC di Stamford Bridge.

Tottenham sungguh memalukan. Mereka sebetulnya bisa saja mendapatkan apa yang lebih layak dari perburuan gelar ini. Tapi mereka justru tampak seperti kesebelasan dari pub di babak kedua di Stamford Bridge. Bahkan web ini terlalu sempit untuk memuat semua insiden aksi koboi dari Tottenham.

Komentar