Pelarangan Alkohol di Piala Eropa 2016 (Bukan) Solusi yang Tepat

Sains

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Pelarangan Alkohol di Piala Eropa 2016 (Bukan) Solusi yang Tepat

Jika Anda membaca judul ini, rasanya sangat pas untuk tema Bulan Ramadan sekarang. Tapi sebenarnya kami sedang membicarakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan Ramadan sama sekali.

Pemerintah Prancis telah memutuskan untuk melarang adanya alkohol di fan zone dan "area sensitif" saat hari pertandingan. Ini adalah buah dari aksi kekerasan yang sudah marak terjadi Piala Eropa 2016.

Seperti yang kita tahu, polisi sampai harus menggunakan gas air mata dan meriam air (water cannon) untuk menyikapi bentrokan suporter yang terjadi di Prancis.

Beberapa kerusuhan yang terjadi antara lain antara pendukung Irlandia Utara dan Polandia di Nice, pendukung Jerman dan Ukraina di Lille, dan yang paling disorot adalah pendukung Rusia dan Inggris di Marseille sampai-sampai membuat Rusia terancam untuk didiskualifikasi.

"Saya telah melakukan pendekatan termasuk melarang penjualan, konsumsi, dan distribusi minuman beralkohol di area sensitif pada hari pertandingan dan hari sebelumnya, serta pada hari-hari saat fan zone dibuka," kata Bernard Cazeneuve selaku Menteri Dalam Negeri Prancis.

Namun sejujurnya, jika pelarangan alkohol adalah jawaban yang tepat, apa sesungguhnya pertanyaannya?

Sudah diterapkan sejak 1985

Kebetulan ketika saya juga sedang banyak mengkaji mengenai perilaku penonton pada penelitian saya di kampus, sebenarnya pelarangan alkohol adalah salah satu pendekatan yang pernah dilakukan lebih dari tiga dekade yang lalu.

Pada saat tragedi Valley Parade 1985, ada 56 korban tewas karena tribun terbakar (mati terbakar, menghisap asap, dan berdesakan keluar) saat pertandingan antara Bradford City melawan Lincoln City.

Saat itu tribun masih terbuat dari kayu dan hal ini dahulu sangat umum, banyak yang merokok, dan juga menyalakan suar. Tragedi ini menghasilkan peraturan dan revisi pada “green guide” (sebuah peraturan dari pemerintah Inggris Raya) yaitu tentang pelarangan membawa barang yang berpotensi menghasilkan api, material stadion yang mudah terbakar, sekaligus kontrol alkohol.

Di sini kontrol alkohol ditekankan karena bisa mempengaruhi perilaku suporter, terutama hooligan atau suporter garis keras.

Penonton dilarang membawa minuman beralkohol pada hari pertandingan, serta semakin modern juga jam sepak mula untuk pertandingan yang berpotensi menghasilkan bentrokan akan dimajukan karena sangat tidak umum bagi orang untuk mengonsumsi alkohol (sampai mabuk) jika belum mendekati sore atau malam hari.

Apakah hal ini berpengaruh positif? Selama lebih dari tiga dekade, kontrol terhadap alkohol adalah pendekatan yang efektif, tapi bukan satu-satunya pendekatan. Pada kenyataannya, pemerintah Inggris juga sejalan dengan pendidikan untuk suporter sehingga sekarang ini sudah banyak suporter Inggris yang tidak merokok, tidak membawa suar, tidak mabuk-mabukan, dan berperilaku baik pada saat hari pertandingan.

Penekanan pada perilaku suporter

Sejauh ini alkohol bukanlah inti dari masalah. Memang alkohol dapat meningkatkan agresivitas atau perilaku kekerasan, tapi bentrokan antar suporter terjadi kebanyakan bukan karena hal tersebut.

Kami sudah menjelaskannya pada peta konflik suporter. Bentrokan sederhananya terjadi karena suporter garis keras atau ultras yang memiliki tujuan utama bukan mendukung atau menonton pertandingan, tetapi memang untuk mengintimidasi suporter lawan.

"Kami datang ke sini untuk berkelahi," adalah hal yang umum bisa kita dengar dari para ultras, seperti yang dilaporkan oleh Domenic Favata di Marseille (kami kutip dari Onefootball).

Sekali lagi, hal ini sebenarnya tidak mencerminkan sekitar 95% dari suporter yang berada di Prancis untuk menikmati sepakbola dan bersikap ramah satu sama lain. Artinya ada sekitar 5% saja ultras di antara seluruh penonton di Prancis, tapi tetap saja, hal ini sangat berpotensi menimbulkan bentrokan. Apalagi Prancis yang sudah menjadi stigma bagi para ultras.

Pola pikir ultras ini lah yang menjadi penyebab masalah, tanpa perlu efek alkohol sekalipun. Tapi tentu, alkohol bisa membuat keadaan menjadi lebih buruk, tetapi sejujurnya melarang alkohol di sekitar stadion dan fan zone bisa jadi hanya akan menyebabkan lebih banyak histeria.

Jika dianalogikan, solusi pelarangan alkohol untuk menghindari bentrokan ini seperti menyelesaikan masalah "supaya tidak dicopet, sebaiknya tidak perlu membawa barang berharga". Ada benarnya, tapi tidak selalu benar, dan cenderung berpotensi menimbulkan masalah lainnya. Seperti kata ustadz, semua kembali kepada niat, kita semua sudah tahu kalau niat ultras itu memang untuk mengacau.

Sumber jurnal:

  • Melrose, A., Hampton, P., Manu, P. 2011. Safety at Sports Stadia. Wolverhampton: Elsevier.
  • Berlonghi, A. 1995. Understanding and planning for different spectator crowds. California: Safety Science.
  • Ostrowsky, M. 2014. The social psychology of alcohol use and violent behavior among sports spectators. Utah: Elsevier.
  • Pringle, A., Zwolinsky, S., McKenna, J., Daly-Smith, A., Robertson, S., White, A. 2013. Effect of a national programme of men`s health delivered in English Premier League football clubs. Leeds: Elsevier.

Komentar