Hati-Hati Kecanduan Sepakbola

Sains

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Hati-Hati Kecanduan Sepakbola

Kenapa kita begitu loyal dengan kesebelasan idola kita? Apapun hasilnya, menang ataupun kalah, kita selalu mendukung kesebelasan idola kita tersebut setiap pekannya, atau bahkan setiap hari, yaitu dengan selalu mengikuti perkembangan beritanya.

Menurut survei terbaru dari Capital One, beberapa suporter sepakbola lebih rela kesebelasannya meraih promosi (ke Liga Primer Inggris) daripada mereka sendiri yang dipromosikan dari jabatan di pekerjaan mereka.

Akhir pekan lalu Liga Primer sudah kembali dimulai, masih menurut survei yang sama, lebih dari 90% suporter percaya bahwa performa kesebelasan mereka akan mempengaruhi suasana hati mereka di kehidupan sehari-hari.

Padahal jika dipikir-pikir, efek berupa kesedihan, stres, dan depresi adalah yang lebih sering muncul daripada efek rasa gembira dan bahagia dari hasil kita menonton pertandingan kesebelasan sepakbola favorit kita.

Apakah mendukung sebuah kesebelasan sepakbola hanya merupakan hobi, fanatisme, atau bahkan sudah menjadi candu?

Salah satu jurnal lawas karya Trish Stuart dan Ken Parker berjudul “The West Ham Syndrome” berpendapat bahwa perusahaan komersial sangat iri dengan loyalitas yang ditunjukkan suporter sepakbola kepada kesebelasan favorit mereka.

Kita bisa ambil contoh misalnya dari produk yang instan, yaitu mie instan. Beberapa dari kita memiliki pertimbangannya masing-masing jika ingin membeli produk mie instan. Pertimbangan ini bisa berdasarkan cita rasa, harga, merek terkenal, atau cara perusahaan memasarkan produk mereka melalui iklan.

Beberapa dari kita juga mungkin bisa dengan mudahnya pindah produk dari satu merek mie instan ke merek mie instan lainnya, misalnya karena ada mie instan yang lebih enak, lebih murah, atau iklannya lebih menarik. Hal ini juga berlaku untuk produk lainnya, bukan hanya mie instan.

Ini tidak seperti sepakbola. Di sepakbola, peringkat berapapun kesebelasan yang kita dukung, atau juga kesebelasan negara kita (Indonesia) yang kondisinya sedang seperti apapun, kemungkinan besar kita akan terus mendukung mereka. Kita juga (umumnya) tidak biasa berganti kesebelasan favorit pada setiap akhir musim atau setiap turnamen.

Salah satu faktor angka yang bisa mengikat kesebelasan sepakbola dengan konsumennya yaitu suporter atau penonton, misalnya adalah jumlah angka penonton. Jumlah angka penonton bisa saja menurun drastis ketika performa kesebelasan sedang anjlok-anjloknya.

Namun sejujurnya, seberapapun anjloknya angka di atas, konsumen ini akan tetap setia kepada “produk” mereka meskipun “produk” tersebut sangat buruk, seperti misalnya yang pernah para suporter Portsmouth tunjukkan. Jadi, alih-alih menyebut menonton sepakbola sebagai hobi atau fanatisme, apakah benar menonton sepakbola itu sudah merupakan candu?

Apa bedanya hobi, fanatisme, dan kecanduan?

Untuk mengawalinya, kita bisa bersepakat bahwa hobi adalah dasar dari fanatisme dan kecanduan. Hobi memiliki arti kegemaran atau kesenangan istimewa pada waktu senggang, yang bukan merupakan pekerjaan utama

Kemudian fanatisme bisa diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap sesuatu. Biasanya pada sebuah ajaran seperti politik, agama, dan juga termasuk sepakbola.

Sedangkan kecanduan berasal dari kata “candu”, yang menurut KBBI memiliki arti kejangkitan suatu kegemaran hingga lupa dengan hal-hal yang lain.

Fanatisme dalam sepakbola sebenarnya bisa dikategorikan sebagai “kecanduan” untuk terus mengikuti atau mendukung kesebelasan favoritnya. Ini sangat tergantung dari bagaimana kita mendefiniskan “candu” tersebut. Masalahnya, hal apa yang bisa membuat suporter sepakbola menjadi candu?

Ciri-ciri jika kita sudah kecanduan sepakbola

Menurut beberapa teori, ada 6 hal utama agar sesuatu bisa dibilang candu: rasa berlebihan, perubahan suasana hati (moody), anti-toleransi, rasa menolak, konflik, dan kambuhan. Setiap perilaku yang memenuhi semua kriteria ini harus dianggap sebagai kecanduan.

Pertama, rasa berlebihan akan timbul jika kita sudah mendukung salah satu kesebelasan sepakbola atau juga segala sesuatu yang berhubungan dengan kesebelasan tersebut, yang sudah kita anggap sebagai salah satu kegiatan yang paling penting dalam hidup kita.

Rasa berlebihan ini akan berdampak pada cara kita berpikir, perasaan hati, dan kebiasaan kita yang kemudian berpengaruh pada orang lain. Mudahnya, jika dalam hampir setiap kegiatan (misalnya makan, beribadah, mandi, menjelang tidur, dan lain-lain) kita selalu memikirkan hal yang berhubungan dengan sepakbola, maka kita sudah kecanduan.

Berikutnya adalah perubahan suasana hati atau yang biasa disebut dengan moody. Ini adalah konsekuensi utama dari rasa berlebihan di atas. Misalnya kita bisa tiba-tiba tidak semangat pergi ke kantor atau sekolah karena semalam sebelumnya kesebelasan yang kita dukung kalah.

Atau sebaliknya, saat menghadapi ujian di kelas, kita bisa tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila karena semalam sebelumnya kesebelasan yang kita dukung baru menjuarai sebuah turnamen penting. Ini adalah efek lainnya yang luar biasa dari kecanduan.

Anti-toleransi bisa diartikan sebagai ketidakpedulian kita kepada sekitar. Karena ketika kita sudah berlebihan kepada suatu hal, kita pasti akan otomatis mengabaikan hal lainnya.

Kemudian ada rasa menolak yang tidak mengenakkan karena bisa mempengaruhi perasaan dan juga fisik, dari mulai moody, rasa gusar, khawatir, sampai akhirnya sakit. Rasa menolak ini juga celakanya dapat terjadi ketika kita mencoba untuk berhenti atau beristirahat sejenak dari sepakbola. Yah, namanya juga rasa menolak... selalu ditolak terus.

Menghabiskan waktu yang berlebihan untuk mendukung kesebelasan favorit kita dapat menimbulkan konflik untuk sekitar kita (konflik interpersonal), konflik untuk aktivitas kita yang lain (pekerjaan, sekolah, kehidupan sosial, dan hobi kita), dan juga konflik untuk diri kita sendiri (kehilangan kendali atau konflik batin).

Terakhir, jika kita sudah melalui berbagai hal di atas, ada hal terakhir yang paling mengesalkan, yaitu kambuhan. Kambuhan ini lah yang menjadi inti ketika candu tak bisa terobati, karena ini berarti kita harus mengulanginya lagi dari awal.

Kesimpulan

Pada umumnya, hobi adalah kegiatan yang bermanfaat untuk jiwa dan fisik kita. Tapi bagi sebagian orang, bentuk hobi yang ditunjukkan oleh antusiasme dalam mendukung kesebelasan sepakbola bisa jadi fanatisme yang berujung kecanduan.

Satu hal utama yang membedakan hobi dengan kecanduan adalah jika hobi bisa memberi warna kepada kehidupan kita, sementara kecanduan bisa merenggut kehidupan kita.

Referensi ilmiah:


  • Stuart T, Parker K (1997) The West Ham syndrome. International Journal of Market Research, Vol. 39 No. 3, 1997.

  • Tapp A (2004) The loyalty of football fans — We'll support you evermore? Journal of Database Marketing & Customer Strategy Management, (2004) 11, 203–215; doi:10.1057/palgrave.dbm.3240221.

Komentar