Penyerang Uruguay, Luiz Suarez, sempat dianggap sebagai pemain yang tidak bisa menahan emosinya di lapangan. Ia kerap beradu mulut dengan pemain lain saat pertandingan masih berlangsung. Saat masih membela Liverpool, tidak termasuk saat menggigit Giorgio Chiellini, setidaknya ia pernah terlibat dalam dua insiden.
Pertama, ketika Patrice Evra menuduhnya mengucapkan kata-kata rasis. Federasi Sepakbola Inggris, FA, lantas menghukumnya dengan larangan delapan kali bertanding. Ini membuat Suarez jengkel dan ketika mereka bertemu lagi di liga, Suarez menolak menjabat tangan Evra.
Insiden kedua ketika ia menggigit tangan bek Chelsea, Brainslav Ivanovic. Suarez mengakui kesalahan tersebut dan telah meminta maaf pada Ivanovic. Pun dengan Ivanovic yang telah memaafkan Suarez dan tidak melakukan tuntutan hukum.
Suarez dihukum larangan bertanding sebanyak sepuluh kali saat itu. Liverpool juga dikabarkan telah memberikan sanksi finansial padanya. Menurut Brendan Rodgers, manajer Liverpool saat itu, sanksi ini diberikan kepada Suarez sebagai pemain, bukan atas insiden itu sendiri.
Sikap temperamental Suarez memang sudah ada sebelum ia hijrah ke Eropa. Pelatih tim junior Nacional, Ricardo Perdomo, mengungkapkan ketika Suarez bermain di Nacional ia selalu membuat ketegangan dengan pemain lain.
"Ketika bermain di bawah asuhan saya, dia selalu berada di ambang bentrok dengan pemain lain," tuturnya kepada Daily Mail. "Dia tidak perduli terhadap yang lain kecuali mencetak gol dan menang. Tidak terhitung berapa banyak aku harus menenangkannya (ketika emosi)."
Sementara itu Alejandro Garay, pelatih lain di Nacional, menyatakan kesetujuannya, "Saya harap kata-kata ini tidak membuat orang salah paham. Tapi, dia selalu menjadi berlian yang kasar ketika bermain bola," ujarnya, "Kami biasa menggunakan kata bandit (untuk memanggilnya). Dia akan mencoba apa saja untuk memenangkan pertandingan, memaksimalkan aturan yang ada, bahkan lebih dari itu."
Suarez sudah sering bersitegang dengan rekan-rekannya sejak kecil. Bahkan karena kelakuannya itu, ia hampir di-drop out dari Nacional. Hal ini dikarenakan Suarez juga saat itu tak terlihat memiliki bakat yang luar biasa di sepakbola.
Tidak banyak yang (mau) mengerti kenapa Suarez kecil begitu temperamen. Ia bukanlah pemain sempurna yang hidup bersama kedua orang tuanya. Di sinilah titik para pelatih di Nacional cukup mengerti dengan tindak-tanduk Suarez.
"Dia masih kecil," kata Perdomo. "Secara alami ia membawa masalah keluarganya (ke lapangan) karena keduanya berpisah. Kadang-kadang, ia tidak ikut latihan. Itulah mengapa di awal kariernya sebagai pesepakbola, ia tidak begitu serius."
Perdomo menjelaskan, bakatnya sama sekali tidak terlihat ketika ia masih muda. Suarez bahkan jarang tampil. Performa rekan setimnya Bruno Fornaroli dan Martin Cauteruccio membuat Perdomo jarang memainkan Suarez. Ia bahkan hampir dibuang dari tim junior Nacional. "Pada saat itu, saya tidak bisa melihat akan seperti apa dia sekarang," ujar Perdomo
Sementara itu, pemandu bakat yang membawa Suarez ke Nacional, Wilson Pirez, ingat masa-masa penting dalam kehidupan Suarez. "Satu waktu, aku bicara padanya `Jika kamu tidak menganggap sepakbola sebagai sesuatu yang serius aku akan melepasmu dari Nacional, semudah seperti saat aku membawamu ke sini`. Hal yang sangat mengganggu ketika dia tidak banyak bermain, jadi aku membujuknya untuk berusaha keras agar ia mendapatkan tempat reguler di tim junior," ujarnya.
Suarez pun mengerti dan kemudian ia mau berusaha lebih keras. Ia mengaku sering melihat pemain hebat dan berteknik tinggi di sepakbola, tapi mereka kehilangan rasa lapar untuk meraih prestasi dan kesuksesan.
Setelah mampu meningkatkan daya kerjanya, tugas para pembimbing Suarez berikutnya adalah untuk membatasi agresivitasnya yang berlebihan. Pada usia 16 ia pernah dikartu merah karena menyerang wasit. Tapi Perdomo mengatakan insiden tersebut sebenarnya terlalu berlebihan. Menurutnya, Suarez tidak secara sengaja melakukan kontak dengan wasit. Itu pun bukan menanduk sebagaimana diceritakan banyak orang, melainkan pukulan kecil atau meludah.
Sofia Balbi
Pertemuannya dengan Sofia Balbi pada usia 15, membuat talentanya dapat berkembang maksimal. "Sebagai pesepakbola, menikah terlalu muda adalah kesalahan yang paling umum," tutur Perdomo. "Tapi kasus Luis sangat spesial. Ketika dia berada di tim ku, aku ingat pernah melihat Sofia menyaksikan pertandingan. Kini aku bahagia mereka masih bersama."
Kepindahannya ke Groningen pun tidak lepas dari pengaruh Sofia. Sofia yang pada saat itu masih menjadi pacarnya pindah ke Barcelona sebagai seorang model. Kepindahan Suarez ke Eropa, membuat mereka menjadi lebih dekat.
Pengaruh Sofia pun diakui Suarez membantu potensinya untuk terus tereksploitasi. "Aku tidak berada pada jalan yang benar. Aku selalu pergi keluar di malam hari, aku tidak nyaman untuk belajar, dan aku tidak mendedikasikan hidupku sepenuhnya untuk sepakbola. Ketika aku masih kecil, banyak orang di sekitarku yang memberikan pengaruh buruk," katanya.
"Ketika aku bertemu dengan Sofia, aku pikir semuanya telah berubah. Dia sangat penting untukku karena dia yang mengarahkanku ke jalan yang aku inginkan," kata Suarez.
"Ketika aku masih bujangan, aku sering keluar malam. Tapi ketika aku memiliki pacar, aku akan selalu pergi ke rumahnya, sehingga aku memiliki tempat yang tenang di pikiranku. Dia selalu memintaku untuk belajar dan terus fokus pada kemampuanku untuk bermain sepakbola, dan aku melupakan segala sesuatunya."
Suarez mengakui jika Sofia tidak membantunya untuk mengubah hidup, ia mungkin saja tidak akan seperti saat ini. Banyak orang yang terlibat dalam kehidupan pemain kelahiran 24 Januari 1987 ini. Terutama bagi para pelatihnya di tim junior Nacional. "Satu hal yang sangat emosional melihat dirinya berkembang," kata Perdomo.
Melihat latar belakang serta masalah-masalah yang dihadapinya, masihkah Anda berpikir buruk tentang Suarez?
Sumber gambar: Dailymail.co.uk
[fva]
Komentar