Kredibilitas Piala Dunia berada di dalam ancaman para penjudi dari Asia. Pangsa pasar pengaturan skor ini bisa mencapai ratusan miliar dolar.
Ada satu pertandingan sepakbola terbesar di planet ini: pertandingan perebutan gelar juara ketiga pada Piala Dunia 1994. Ini menjadi satu preseden kesuksesan penyelenggaraan piala dunia. Cuaca di Amerika sebagian besar cerah dan panas, stadion pun terisi penuh. Dan pertandingan begitu menyenangkan dan disiarkan ke miliaran orang di dunia. Terdapat ratusan juta dollar dalam kesepakatan sponsor pada gelaran ini.
Namun, ada sekelompok match fixer di turnamen tersebut yang menargetkan pertandingan perebutan peringkat tiga antara Bulgaria dan Swedia, yang menawarkan ratusan ribu dollar untuk menyuap para pemain. Beberapa dari mereka dicurigai telah menerima uang tersebut.
Piala Dunia Brasil yang akan dimulai pada 12 Juni akan menjadi pertunjukan 4 miliar dollar yang berasal dari hak siar televisi, kesepakatan sponsor, tiket yang penuh, dan pertunjukkan sepakbola yang menarik. Bagaimanapun, kredibiltas tersebut terancam karena para penjudi dari Asia yang menargetkan Piala Dunia 2014.
Para penjudi ini adalah orang yang sama yang menargetkan Piala Eropa 2004, dan telah terlibat ke setiap pertandingan Internasional selama 20 tahun terakhir. Jurnalis asal Kanada, Declan Hill, menelusuri jejak para match fixers di Asia tersebut. Ia melakukan investigasi lewat sejumlah wawancara dengan pemain, pelatih, wasit, dan para penjudi. Umumnya mereka sukses mengatur pertandingan Piala Dunia U-17, U-19 dan Olimpiade.
Keberhasilan mereka seringkali terbantu karena sejumlah pemain yang berlaga di turnamen besar tidak mendapat bayaran. Demikian hanya dengan di Brasil. Akan ada pemain yang tidak dibayar (dengan layak).
Sebelumnya, FIFA telah membayar setiap negara yang berpartisipasi dengan sembilan juta dollar, untuk menutup pengeluaran. Biasanya, satu juta dollar dihabiskan untuk akomodasi dan transportasi sementara delapan juta lainnya dibagi antara pemain, pelatih, dan federasi.
Sepanjang penyelenggaraan Piala Dunia 2010, tuan rumah Afrika Selatan setuju gaji pemain dan bonus dibayarkan sebelum pertandingan pembuka. Setelah turnamen berlangsung, pemerintah Nigeria kecewa dengan performa timnya dan meluncurkan penyelidikan resmi terhadap pejabat sepakbolanya.
Pada Piala Dunia 2006, seluruh penggawa timnas Togo mengancam akan mogok bertanding di tengah-tengah pertandingan. Para pemain menolak memainkan pertandingan terakhir mereka, karena para officials menahan gaji mereka. Pejabat FIFA pun turun tangan dan meminta agar official Togo memberikan bonus agar mereka bisa kembali bermain.
Selama bertahun tahun, para penjudi yang berasal dari Malaysia dan Singapura telah menunjukan sasarannya untuk pertandingan bola di seluruh dunia. Di awal 1990 mereka berkumpul di stadion dengan para mafia dan mulai berjudi di loga Malaysia dan Singapur. Para penjudi ini merusak dua liga tersebut.
Para mafia menggunakan istilah ârunnersâ untuk mendapatkan para pemain atau wasit yang bisa dibayar. Mereka lantas mengorganisasikan pertandingan dan menjualnya kepada para penjudi.
Melihat kecenderungan ini, mungkinkan para match fixer akan menargetkan Piala Dunia sebagai lumbung uang mereka?
Sumber gambar: mirror.co.uk
[fva]
Komentar