Sebuah akun dengan nama @pssiofficial me-retweet satu kicauan pelatih timnas U-19, Indra Sjafri. Isi kicauan tersebut berisi dukungan terhadap calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto. Sebelumnya, akun @pssiofficial ini pun berkicau: KAMI BERTEKAD MENJADI #MACANASIA. Tidak lupa disisipi sebuah foto dengan lambang garuda merah di bagian atasnya.
Pada 27 Februari 2014, wakil ketua PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, menyatakan bahwa akun @pssiofficial bukanlah akun resmi PSSI. Tapi anehnya, sejumlah keputusan vital seperti pembahasan sanksi Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, tertera di akun tersebut. Demikian dengan berita yang menyangkut tim nasional Indonesia, turut dikicaukan di akun @pssiofficial.
Lebih-lebih, ada hal yang janggal dari pernyataan La Nyalla tersebut. Jika pengunjung meng-klik icon twitter di laman resmi PSSI, PSSI.org, pengunjung akan langsung diarahkan ke akun @pssiofficial.
Memang, setiap orang memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Tiap orang juga memiliki hak untuk mengampanyekan jagoan politiknya, asalkan tidak melanggar aturan. Pun dengan Ketua PSSI, Wakil Ketua PSSI, Anggota Exco PSSI, pemain timnas, pengurus klub. Mereka berhak untuk berkampanye mengajak khalayak untuk berada dalam jalur politiknya. Tapi, jika sudah membawa nama organisasi, tentu itu adalah blunder yang teramat fatal. Apalagi, PSSI adalah organisasi yang menggunakan dana dari APBN dan mendapat mandat penuh dari masyarakat, sebagai organisasi yang mengurus segala hal sepakbola. Walikota saja yang memiliki identitas tunggal tidak boleh ikut berkampanye, apalagi PSSI sebagai organisasi yang menaungi banyak elemen sepakbola di Indonesia.
Ini adalah dampak nyata, ketika  anggota PSSI merangkap sebagai anggota partai, atau pejabat underbow partai. Semua kebijakan partai turut diimplementasikan ke organisasi. Pada akhirnya, secara tidak langsung organisasi akan âmemaksaâ para anggotanya untuk memiliki pemikiran politik yang sepaham. Lihat saja, bagaimana para pemain timnas dan bekas pemain timnas turut berkicau tentang dukungan mereka terhadap salah satu pasangan capres.
Jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin kelangsungan sepakbola Indonesia menjadi terbengkalai. Lantaran para pengurus PSSI terlalu sering mengurusi kepentingan partai. Hal-hal yang ada di sepakbola pun tercemari kebijakan partai. Jika si A, yang anggota partai A sedang nyalon jadi kepala daerah, maka prestasi klub daerah A mesti bagus agar mengangkat figur si A tersebut.
Tulisan ini tidak menuduh kejadian tersebut telah terjadi di Indonesia. Tapi, tuduhan ke arah tersebut memang tidak sedikit. Akhirnya, para pemain menjadi ogah-ogahan dalam bertanding karena sudah tahu siapa yang akan menjadi juara di musim tersebut.
Semoga saja, ini sekadar mimpi buruk bagi sepakbola Indonesia. Semoga saja, kicauan akun PSSI tadi memang tidak pernah terjadi*. Satu cara agar tidak ada tuduhan politis (lagi) terhadap PSSI, yaitu dengan mengganti semua pengurus yang terlibat dengan mereka yang tidak terlibat aktivitas partai politik dan benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk sepakbola.
*Kicauan tersebut telah dihapus pada pukul 13.35. Beruntung kami masih sempat menyimpan cuplikan layarnya.
[fva]
Komentar