Saat mengandaskan Prancis di babak perempat final, Jerman mengingatkan kita akan strategi yang ia lakukan kala Perang Dunia II. Prancis merupakan salah satu tim yang kebobolan paling sedikit di Piala Dunia, dengan dua gol.
Garis pertahanan yang kuat ini seolah menyirikan âMaginot Lineâ atau âGaris Maginotâ yang merupakan benteng pertahanan terkuat Prancis kala Perang Dunia II. Dengan kekuatan pansernya, Jerman saat itu begitu ditakuti karena dapat dengan mudah menyerang benteng lawan dengan sekali serang.
Tapi, Jerman tak secara frontal memasuki wilayah Prancis. Mereka dengan cerdik memanfaatkan celah di wilaya Belgia untuk menyusup masuk ke wilayah Prancis. Dalam beberapa hari, Prancis pun dikuasai. Hal ini pula yang terjadi kala mereka menang 1-0 atas Prancis.
Julukan âDer Panzerâ pun tidak mengada-ada. Di final Piala Dunia 1954, Jerman sempat tertinggal 0-2 dari Hungaria. Meski akhirnya, Jerman merebut gelar tersebut setelah membalikan keadaan menjadi 3-2 untuk keunggulan Jerman.
Sejak saat itu, julukan Der Panzer pun melekat dengan Oezil dan kolega. Mereka dianggap sebagai tank atau panser yang telat panas. Tapi, setelah distel, performa mereka makin lama makin meningkat.
Ini yang terjadi setelah Jerman mempermalukan Brasil di semi final. Mereka membungkam tekanan suporter tuan rumah dengan skor 7-1. Kekalahan terbesar Brasil di Piala Dunia. Ini pula yang memberikan duka tak terkira bagi rakyat Brasil karena penyelenggaraan Piala Dunia yang memakan banyak uang, dan korban.
Kemenangan ini terasa begitu istimewa karena dalam dua penyelenggaraan Piala Dunia terakhir, mereka hanya mampu menempati peringkat ketiga. Dan jika melihat dari performa mereka di Piala Dunia, Der Panzer memang lambat panas.
Meski menang 4-0 atas Portugal, namun Jerman mesti menahan asa untuk segera lolos ke babak selanjutnya setelah ditahan Ghana 2-2. Di pertandingan terakhir fase grup pun mereka hanya mampu menang 1-0 atas Amerika.
Menghadapi Aljazair di babak 16 besar membuat mereka diunggulkan. Tetapi, Jerman harus melewati babak tambahan untuk menang 2-1. Setelah itu, mereka menang 1-0 atas Prancis dan menyisakan sejumlah kekhawatiran di lini belakang.
Di semi final, lawan yang mereka hadapi bukan lawan sembarangan. Sang tuan rumah Brasil serta dukungan penonton di stadion nyatanya tak membuat Jerman tertekan. Mereka menang besar 7-1.
Di sini terlihat adanya peningkatan serangan serta agresivitas pemain Jerman. Sama seperti julukan Der Panzer, makin diulik, makin panas dan ciamik.
Argentina telah menanti Jerman di partai final. Kini, skema seperti apa yang akan mereka pergakan?
Jerman merupakan negara pelopor âBlitzkriegâ atau âSerangan Cepatâ di Perang Dunia II. Ini dilakukan Jerman untuk memaksimalkan sumber daya yang mereka punya dalam menghancurkan lawan. Blitzkrieg tidak mengarah perang secara frontal, melainkan perang dengan cepat dan tiba-tiba.
Konsep Blitzkrieg adalah menyerang. Bahkan, ketika bertahan pun, posisi harus siap untuk menyerang.
Tahap pertama untuk memaksimalkan Blitzkrieg adalah mengintai dan mencari celah lawan. Unit tempur mesti siap mengisi celah tersebut sebelum pihak lawan melakukan konsolidasi pertahanan. Untuk melakukan hal ini, unit pembantu mesti berada di sekitar unit tempur. Tujuannya untuk membantu unit tempur mengamankan posisi tersebut.
Inti dari Blitzkrieg tentu saja bergerak dengan cepat dan terus melakukan komunikasi kala pertempuran. Dukungan dan bantuan mutlak diperlukan untuk menyukseskan strategi ini.
Bisa jadi, Jerman akan melawan Argentina dengan skema seperti ini. Mereka akan mengintai sisi mana yang dianggap paling rawan. Lalu dengan cepat pemain Jerman mengeksploitasi sisi tersebut secara bersamaan. Sehingga, ketika bola lepas, maka bala bantuan sudah siap untuk kembali melakukan hal yang sama.
Jerman akan kembali melakukan pressing ketat kala menghadapi Argentina. Strategi ini yang sukses diterapkan Joachim Loew kala membantai Brasil. Para penggawa Brasil belum siap untuk ditekan sedari dini. Dan itu pula yang bisa diterapkan di partai final ini.
Kini panser Jerman tak lagi bernama Panzerkampfwagen melainkan nama-nama seperti Thomas Mueller, Toni Kroos, hingga Matt Hummels.
Meski menggunakan strategi ini, nyatanya Jerman kalah di Perang Dunia II. Apakah nasibnya akan sama di Piala Dunia?
Sumber gambar: Military-history.us
[fva]
Komentar