Agen bisa menjadi malaikat penolong atau malah menjadi batu sandungan dalam karier pesepakbola. Salah memilih agen malah membuat Nikwei Issac terjerembab dalam ketidakpastian. Gelandang klub kasta kedua Liga Thailand, Ayutthaya FC, ini menjadi penjaja seks demi mendapatkan uang untuk hidup.
Ia menjabarkan banyak rekan-rekannya sesama pemain Ghana masuk ke dalam lingkaran yang sama. Bahkan, tidak sedikit yang terlibat dalam kasus penjualan narkoba.
Padahal, tidak sedikit dari mereka yang dulunya bermain di klub top Liga Ghana. Keputusan untuk hijrah ke Thailand semata-mata karena mereka dijanjikan hidup senang oleh agen. Namun, saat tiba di Thailand, agen tersebut kabur setelah mendapatkan uang kontrak. Para pemain Ghana ini mesti berjuang sendirian di negeri yang begitu asing bagi mereka.
Nikwei masih terbilang beruntung karena masih memiliki klub yang menaunginya. Beberapa rekannya malah ditinggalkan begitu saja oleh agen. Mau tidak mau, segala hal harus dilakukan. Setidaknya, mereka dapat pulang kembali ke kampung halaman. Paling sering ditemukan adalah menjadi penjaja seks.
âIni adalah musim pertama saya di Thailand setelah seorang agen memikat saya ke sini,â kata Nikwei, âIa memberikan saya banyak janji, tapi ketika saya tiba, ternyata janji itu palsu. Lantas, saya mesti berjuang untuk hidup.â
âDi sini, hidup tidak mudah. Saya hanya bermain jika tempatnya aman karena izin kerja saya di Thailand sudah habis. Banyak pemain yang melakukan tindakan buruk semata-mata untuk dapat hidup.â
Nikwei mengatakan uang tabungan serta gaji para pemain Ghana ini tidak cukup untuk membeli tiket pulang. Kini, banyak dari mereka yang berurusan dengan obat-obatan terlarang, sedangkan yang lain tinggal bersama perempuan lokal.
âPerempuan di sana sangat menyukai seks. Anda harus dapat memuaskannya setiap saat agar mereka mau membantu. Kami terlibat dalam situasi buruk ini hanya karena sepakbola. Pemain top seperti Abdul Samed Okocha, dan Stefen Offei tinggal di sini tanpa klub. Ini menyakitkan bagiku melihat bagaimana pemain yang bertalenta mesti menghadapi situasi seperti ini.â tutur Nikwei.
Untuk tinggal di Thailand pun tergolong sulit. Ada banyak aturan yang membuat mereka lebih memilih untuk âtinggalâ dari satu perempuan lain ke perempuan lainnya. Sadar dengan kondisi tersebut, ia pun memberi nasehat bagi pemain muda Ghana agar tidak mudah dirayu untuk bermain di Asia.
Malang benar nasib Nikwei dan kawan-kawan sesama pemain Ghana. Mereka mungkin menganggap liga-liga di Asia sebagai liga kelas bawah. Skill mereka dianggap mampu untuk bersaing dengan para pemain lokal. Tapi nyatanya tidak demikian.
Jika Nikwei benar-benar pemain bertalenta, tentu ia tidak akan bermain di kasta kedua Liga Thailand. Begitu pula dengan rekan-rekannya yang pengangguran. Jika tak punya klub, tentu ia bisa melamar ke klub lokal.
Mereka beralasan tak punya cukup uang untuk pulang. Anehnya, Nikwei takut jika izin kerjanya yang sudah kadaluarsa ketahuan. Padahal, jika ia ditangkap petugas imigrasi, ia bisa saja dideportasi pulang ke negaranya.
Mungkinkah ini sekadar alasan atas buruknya performa pemain abal-abal asal Afrika?
Sumber gambar: Phuketwan.com
[fva]
Komentar