Siapa, sih, MK Dons? Kok berani-beraninya, kok bisa-bisanya, mengalahkan Manchester United dengan skor setelak 4-0? Untuk mengenal MK Dons, kita bisa memulainya dengan Wimbledon.
Apa yang pertama kali Anda kenali kala mengengar kata Wimbledon? Pertandingan tenis? Ya, Anda tidak salah, karena Kejuaraan Wimbledon merupakan satu dari empat turnamen Grand Slam. Dari turnamen tersebut, Wimbledon memiliki ciri khas dengan lapangan rumputnya.
Wimbledon sendiri merupakan salah satu distrik sub-urban di barat daya Inggris. Wilayah tersebut sudah mulai dihuni sejak zaman besi atau sekitar abad ke-6 sebelum masehi. Maka, wajar jika banyak peninggalan-peninggalan tua di wilayah tersebut.
Begitu pula dengan sepakbolanya. Pada 1889 berdiri klub sepakbola profesional bernama Wimbledon Football Club. Meskipun sudah berdiri lebih dari seabad silam, Wimbledon FC lebih banyak menghabiskan waktunya di liga sepakbola amatir, dan semi profesional.
Wimbledon FC sempat mencuri perhatian saat mengalahkan Liverpool pada final Piala FA 1988 dengan skor 1-0. Dengan gelar tersebut, mereka menjadi satu dari tiga klub sepakbola yang berhasil memenangi Piala FA, dan Piala FA Amatir.
Wimbledon awalnya bermarkas di Plough Lane hingga tahun 1991. Karena ada aturan bahwa klub yang mentas di divisi teratas mesti memiliki stadion all-seater, maka The Dons pun mulai mencari tempat yang bisa digunakan sebagai kandang baru mereka, selagi Plough Lane direnovasi. Mereka pun memutuskan untuk berbagi kandang dengan Crystal Palace di Selhurst Park.
Tidak adanya stadion yang memenuhi standar FA dan UEFA membuat Wimbledon harus mencari kandang lain untuk menggelar pertandingan. Saat bertandingan di Piala Intertoto (kini sudah tidak digelar), Wimbledon sampai harus meminjam kandang Brighton and Hove Albion FC, Stadion Goldstone Ground, sebagai kandang sementara mereka.
Kenyataan pahit harus mereka terima pada musim 1999-2000. Mereka terdegradasi ke Divisi Championship setelah 14 tahun berjuang di Premier League.
Divisi Championship tentu tidak memberikan uang insentif yang besar. Wimbledon pun berusaha keras untuk kembali ke Premier League. Dua musim di Championship, membuat Wimbledon tak berkembang. Puncaknya, saat mereka terdegradasi ke League One atau divisi tiga pada musim 2003/2004.
Pada pertengahan musim tersebut, santer terdengar bahwa Wimbledon akan direlokasi ke Milton Keynes. Banyak fans yang tidak setuju karena Milton Keynes berlokasi di Buckinghamshire atau berjarak 90 kilometer dari Wimbledon. Fans menganggap pemindahan ini akan menghancurkan sejarah klub ayah, kakek, dan leluhur mereka.
Pindah ke Milton Keynes
Pada awal tahun 2000, The Milton Keynes Stadium Consortium, menawarkan stadion mereka untuk digunakan. Maklum, stadion mereka sudah dapat digunakan untuk pertandingan internasional. Salah satu anggota konsorsium, Pete Winkelman, menawarkan proposal tersebut ke sejumlah tim seperti Luton, Barnet, Crystal Palace, dan Queens Park Rangers. Namun, semuanya menolak.
Kebetulan, Wimbledon FC tengah mencari stadion baru bagi mereka untuk mengarungi liga. Sayangnya, mereka juga tengah didera krisis finansial sehingga mesti dipikir matang-matang. Pete lantas memberikan bantuan dengan syarat, ia masuk ke jajaran manajemen. Pemilik Wimbledon pada saat itu, Charles Koppel, setuju untuk memindahkan klub ke Milton Keynes. Ia pun setuju agar Pete bisa masuk jajaran manajemen.
Pada 2004, atau tepat setelah kepindahan Wimbledon ke Milton Keynes, Pete membeli semua saham klub. Ada gelagat kurang baik dari pria pengusahan properti dan studio rekaman ini. Benar saja, Pete mengubah nama Wimbledon menjad MK Dons, ia juga mengubah logo klub yang sudah berdiri sejak 1889 tersebut.
Sejumlah fans yang tidak puas akhirnya membuat klub baru dengan nama AFC Wimbledon. Menurut sejumlah media Inggris, AFC tidak berarti Association Football Club, melainkan A Fans Club. Ini menunjukkan bahwa AFC Wimbledon adalah klub yang berdiri atas inisiatif fans.
Manajer MK Dons
MK Dons sendiri, nama baru untuk Wimbledon pasca akuisis dan sesudah pindah kandang ke Milton Keynes, kini bermain di Football League One atau kasta ketiga Liga Inggris. Sejak resmi menggunakan nama MK Dons, prestasi klub yang bermarkas di Stadium MK tersebut, baru mendapatkan dua trofi.
Pertama, mereka menjuarai League Two pada musim 2007/2008. Kedua, The Dons menjuarai Football League Throphy di musim yang sama.
Hal unik dari klub ini adalah orang yang mengisi posisi sebagai manajer. Bekas pemain timnas Inggris, Paul Ince pernah menjadi manajer klub tersebut pada musim 2007/2008. Ia memberikan tiga sukses sekaligus: juara League Two, juara Football League Thropy, dan membawa MK Dons ke League One. Ini yang membuat Ince dipinang Blackburn Rovers di akhir musim.
MK Dons kembali memberi kejutan setelah merekrut Roberto Di Matteo pada musim 2008/2009. Di musim pertamanya, Matteo sudah membawa MK Dons ke peringkat tiga League One. Â Mereka pun berhasil masuk babak play-off untuk menentukan wakil ke Divisi Championship. Nasib Di Matteo sama seperti Ince, tugasnya berakhir di penghujung musim setelah West Bromwich Albion tertarik untuk meminangnya.
Manajemen menunjuk Karl Robinson pada 2010 sebagai manajer baru mereka. Dengan usia 29 tahun pada saat itu, membuat Robinson menjadi manajer termuda di Football League.
Sarat Emosi
Pada 2012, MK Dons menghadapi pertandingan sarat emosi. MK Dons menjamu AFC Wimbledon dalam gelaran Piala FA. AFC Wimbledon menggembargemborkan bahwa merekalah jiwa yang sebenar-benarnya, sedangkan MK Dons tak lebih dari klub franchise yang tak punya sejarah. Dalam pertandingan yang ketat, MK Dons menang 2-1.
Kedua tim sempat kembali bertemu pada 12 Agustus 2014 dalam gelaran Piala Liga. MK Dons mengalahkan AFC Wimbledon dengan skor 3-1. Partai ini menjadi partai awal sebelum mereka menjamu Manchester United di kandang sendiri.
Pertandingan sarat emosi itu dapat dikendalikan dengan baik oleh Benik Afobe dan kawan-kawan. Mereka menjadikannya sebagai modal awal untuk dapat menghempaskan Si Setan Merah.
Entah benar atau tidak, yang jelas MK Dons tengah berpesta. Mereka menunjukkan bahwa semangat Wimbledon FC masih ada dalam diri mereka. MK Dons menang besar 4-0 atas juara 20 kali Liga Inggris ini.
Patut ditunggu bagaimana kiprah Robinson selanjutnya. Mungkinkah ia bernasib seperti Paul Ince dan Roberto di Matteo yang direkrut klub lain setelah memberi prestasi bagi The Dons?
Sumber gambar: talksport.com
Komentar