Setelah Mario Balotelli mencatatkan debutnya bersama Liverpool, mantan timnya, AC Milan, untuk pertama kalinya akan menjalani pertandingan tanpa dirinya. Seperti yang kita ketahui, Balotelli telah menjadi tumpuan Rossoneri dalam urusan mencetak gol dalam dua musim terakhir. Keraguan akan daya dobrak Milan pun menguap.
Namun di luar dugaan kehilangan Balotelli tak begitu terasa pada laga ini. Justru lini depan Milan yang dihuni Stephan El Sharaawy, Jeremy Menez, dan Keisuke Honda berkali-kali mampu merepotkan lini pertahanan Lazio. Dengan kecepatan yang dimiliki barisan depannya, khususnya El Sharaawy, Milan mampu mencetak tiga gol ke gawang Biancocelesti.
Saat pertandingan baru berjalan tujuh menit, El Sharaawy menunjukkan kecepatannya dengan menyisir sisi kanan pertahanan Lazio. âIl Faraoneâ hanya membutuhkan dua sentuhan untuk melewat Stefan De Vrij dan kemudian mengirimkan umpan daerah pada Honda yang tak terkawal di dalam kotak penalti. Pemain tim nasional Jepang ini pun tanpa kesulitan untuk menaklukkan kiper Lazio, Etrit Berisha.
Menurut harian Gazzetta, Milan hanya membutuhkan 10 detik untuk menciptakan gol tersebut. Serangan ini bermula dari lini pertahanan di mana Daniele Bonera yang dengan cerdik mengirim umpan panjang pada El Sharaawy. Dan El Sharaawy benar-benar menunjukkan kualitasnya sebagai pelari cepat.
Aksi El Sharaawy tersebut mengingatkan kita pada apa yang dilakukannya dua musim lalu, di mana ia mencetak 14 gol dari 17 laga Serie A 2012-2013. Nyaris semua gol yang diciptakannya melalui proses yang sama, mengandalkan kecepatan untuk mengeksploitasi sisi kiri pertahanan lawan.
Namun kontibusinya bagi tim semakin minim sejak kedatangan Balotelli pada pertengahan musim. Pada putara dua Serie A, ia hanya mencetak dua gol. Adalah Super Mario yang telah mencuri âpanggungâ El Shaarawy saat itu. Balo mencetak 12 gol untuk mengkatrol Milan ke papan atas Serie A.
Jadi apakah meredupnya El Sharaawy dua musim lalu dikarenakan kehadiran Balotelli? Pertanyaan ini pun sempat menjadi pertanyaan besar bagi publik Italia, dan pertanyaan ini pun kembali mencuat setelah penampilan mengesankan El Sharaawy saat melawan Lazio.
Gaya bermain Balotelli yang memang sering bergerak ke sisi sayap sehingga mempersempit ruang bagi El Sharaawy dituding menjadi jawabannya. El Sharaawy yang kala itu masih berusia 19 tahun pun tak memiliki jam terbang cukup untuk bisa beradaptasi dengan Balotelli. Belum lagi cedera yang kemudian menghampirinya.
Dengan cedera paha, hamstring, dan metatarsal, El Sharaawy hanya bermain sebanyak enam kali sepanjang musim 2013-2014, di mana hanya sekali menjadi starter. Harapan bermain di Piala Dunia bersama tim nasional Italia pun harus sirna.
Kini tanpa Balotelli, El Sharaawy kembali menunjukkan tajinya. Meski tak mencetak gol, konsistensinya dalam mengobrak-abrik pertahanan lawan menjadi senjata andalan Inzaghi dalam skema serangan baliknya. Bahkan namanya pun termasuk dalam daftar pemain tim nasional Italia yang disiapkan untuk laga kualifikasi Piala Eropa asuhan Antonio Conte.
Meskipun ini baru awal, setidaknya ini menjadi hal positif bagi AC Milan. Dengan kecepatan dan kecerdikan yang dimiliki El Sharaawy, Milan mungkin bisa dengan cepat pula menghadirkan trofi scudetto yang sudah tiga musim tak mampir ke San Siro.
foto: indervilla.com
Komentar