Dari awal abad 19 hingga dekade 1950-an evolusi bek di Indonesia cenderung minim. Penggunaan 2-3 bek lewat formasi 2-3-5 dan WM masih lazim dipakai. Lantas sejak kapan Indonesia memakai 4 bek sejajar?
Berterima kasihlah pada Endang Witarsa. Pelatih yang merangkap sebagai dokter inilah yang mempopulerkan pemaianan backfour di Indonesia lewat formasi 4-2-4. Untuk mempopulerkan formasi yang identik dengan timnas Brasil ini tidaklah mudah. Butuh waktu lama, 10 tahun agar orang percaya.
Bermula dari klub UMS dan kemudian dicoba Persija Jakarta, Endang Witarsa pun menuai kesuksesan. Puncaknya adalah Persija menjuarai kompetisi nasional pada 1964. Alhasil penggunaan backfour pun menjamur kemana-mana.
Jika kita melacak lebih dalam, penggunaan back four dalam sistem 4-2-4 bukanlah semata akibat Endang Witarsa saja. Klub Hongkong, Nan Hwa turut andil mengenalkan pola ini kepada klub-klub besar macam Persib, Persija, Persis Solo, PSIM dan tim-tim besar lainnya.
Pengenalan ini terjadi pada tahun 1952, saat Nan Hwa melakukan tur di Indonesia. Saat itulah Witarsa mulai tertarik dengan 4-2-4. Kondisi ini kontras dengan pelatih-pelatih lain yang masih abai dan lebih menyukai sistem eropa seperti formasi MM, Verrou atau slingerback yang memakai 2-3 bek di lini belakang.
Ada satu alasan kenapa pemakaian backfour tak populer di Indonesia, hal itu terjadi karena pelatih dan pemain kita selalu gagal jika mencoba sistem ini. Toni Pogacnik pernah mencobanya saat Timnas melawan Yugoslavia. Hasilnya timnas dibantai dengan skor telak.
Berbeda dengan sistem empat bek sejajar di era modern. Pada zaman dulu, Witarsa menjelaskan bahwa dua bek di belakang diberi beban untuk maju membantu dua gelandang. Hal ini dilakukan karena dua gelandang diwajibkan menguasai area tengah yang amat luas sekali.
Sebagai ilustrasi untuk melihat bagaimana sistem 4-2-4 bekerja, lihatlah apa yang dilakukan Madrid di musim lalu. Bergesernya Di Maria sejajar dengan Benzema, Ronaldo dan Bale serta meninggalkan Modric dan Alonso di tengah membuat Madrid yang memakai 4-3-3 menjadi 4-2-4. Nah dalam penggunaan backfour zaman dulu yang bertugas naik adalah Ramos dan Pepe, di era modern hal ini tentu tak mungkin dilakukan mengingat terlalu riskan membiarkan centerback overlapp ke depan. Karenanya untuk membantu Modric dan Alonso dua fullback Marcelo dan Carvajal yang naik ke tengah.
Titik kelemahan dari sistem 4-2-4 adalah di area tengah. Saat menghadapi formasi yang menumpuk banyak pemain di tengah dan depan, seperti sistem 3-3-4 atau 3-2-5, maka 4-2-4 tak akan berkutik.  Taktik yang mendorong centerback jauh ke depan pun perlahan di tinggalkan. Bek tengah mulai memerankan diri sebagai benteng kokoh yang tak bergerak kemana-mana. Lantas untuk memperkuat lini tengah maka munculah formasi 4-3-3. Dan dari sanalah pakem-pakem lain seperti 4-4-2 dan 4-2-3-1 lahir. Namun yang jelas, tanpa ada perubahan sistem di lini belakang dari tiga bek ke empat bek, formasi modern tentu saja tak akan lahir.
Komentar