Upacara pembukaan India Super League diadakan secara mewah pada hari Minggu kemarin (12/10). Peluncuran kompetisi sepakbola yang ditunggu-tunggu publik India ini memang sengaja diselenggarakan secara meriah dengan harapan bisa menjadi daya tarik baru warga India yang sebelumnya sangat terobsesi dengan olahraga kriket.
Upacara pembukaan yang berlangsung selama 45 menit ini digelar di stadion Salt Lake dan dihadiri oleh 68 ribu pasang mata. Nantinya India Super League ini akan menyajikan 61 pertandingan dalam periode 10 minggu.
Peluncuran India Super League ini sangat bernuansa Bollywood. Aktor dan aktris papan atas India seperti Achin Tendulkar, Souray Ganguly, Sivamani dan Priyanka Chopra menjadi penghibur dalam acara tersebut.
Pada acara ini pun pemain-pemain andalan (termasuk marquee player) delapan tim peserta ISL pun ikut menyemarakkan acara ini. Satu per satu pemain seperti Luis Garcia (Atletico de Kolkata), Alessandro Del Piero (Delhi Dinamo), John Abraham dan Ricky Herbert (North East United FC), David Trezeguet (FC Pune City), Elano Blumer (Chennaiyin FC), Robert Pires (FC Goa) Fredrik Ljungberg (Mumbai City FC) dan David James (Kerala Blasters) dipanggil ke atas panggung.
Media-media lokal India sangat terkagum-kagum akan pertunjukkan acara ini. Megah dan mewahnya acara ini seolah menunjukkan keseriusan pemerintah India dalam merevolusi sepakbola mereka. Beberapa headline menyebutkan bahwa sepakbola benar-benar telah lahir kembali di India.
Ya, sejatinya sepakbola di India sudah lahir sejak lama. Bahkan India disebut-sebut sebagai âthe sleeping giantâ atau raksasa yang tertidur. Julukan ini disematkan karena asosiasi sepakbola India sudah ada sejak lebih dari seabad lalu. Bahkan umurnya tak jauh berbeda dengan sepakbola Inggris yang identik sebagai asosiasi sepakbola tertua didunia.
Football Association (FA) atau Asosiasi Sepakbola Inggris dibentuk pada 1863. Sedangkan India FA terbentuk pada tahun 1893. Umurnya itu bahkan lebih tua dari Federasi Sepakbola Italia (FIGC) yang berdiri pada 1898, dan Asosiasi Sepakbola Brasil (CBF) yang berdiri pada 1914.
Sepakbola di India sendiri diperkenalkan oleh tentara Inggris pada tahun 1840. Namun pertandingan resmi di India baru digelar pada tahun 1854. Kala itu masyarakat sipil Kalkuta bertanding menghadapi pemuda-pemuda penghuni barak.
Sekitar 30 tahun berselang, atau tepatnya pada 1888, India mengadakan Durand Cup. Durand Cup ini menjadi kompetisi tertua di dunia setelah Piala FA Inggris, Piala Skotlandia, dan Piala Wales.
Pada 1948, India pertama kali terjun ke sepakbola Internasional. Melawan Prancis pada pertandingan Olimpiade yang diselenggerakan di London, India memberikan cerita menarik tersendiri. Ketika bertanding, India enggan memakai sepatu, yang artinya mereka bermain tanpa alas kaki.
Sepakbola India memasuki masa kejayaan pada 1950an. Pada 1951, mereka berhasil meraih Piala Asia pertama mereka. Lima tahun berikutnya, mereka mencapai babak semi-final Olimpiade namun hanya mampu meraih juara keempat.
Tak hanya disitu, pada 1962, India kembali menjuarai Piala Asia setelah sukses menundukkan Korea Selatan di final. Pada AFC Cup dua tahun berikutnya, mereka hanya sanggup menjadi runner-up.
Namun setelah disuguhkan tinta emas itu, sepakbola hanya menjadi bayang-bayang olahraga kriket. Seperti American Football di Amerika Serikat, kriket telah menjelma menjadi olahraga identitas negara India, hingga saat ini.
Prestasi kriket yang lebih membanggakan membuat publik India mulai beralih pada kriket. Apalagi setelah kriket India berhasil menjadi juara Piala Dunia kriket pada tahun 1983 yang diselenggarakan di Inggris.
Para pengusaha di India pun mulai tertarik untuk berinvestasi di olahraga kriket. Para pemain kriket bak selebritis menghiasi media cetak maupun elektronik. Menurut data terbaru, rata-rata pertandingan di India Premiere League (IPL), kompetisi teratas kriket India, mencapai 23 ribu penonton per pertandingan.
Maka tak aneh uang lebih banyak mengalir di kriket dibanding olahraga lain. Menurut situs Backpage Football, sejak didirikan tahun 2008, merek IPL telah memiliki nilai lebih dari tiga trilyun dolar.
Di India, sepakbola hanyalah bocah ingusan meski telah berusia tua. Meskipun begitu, pemerintah India terus berusaha mengangkat popularitas sepakbola agar bisa lebih dinikmati publik India.
Upaya pertama yang dilakukan adalah membentuk National Football League (NFL) pada 1990an. Kompetisi yang didirikan oleh All India Football Federation (AIFF) ini menghadirkan 12 tim yang bersaing untuk bisa menjadi tim terkuat di India.
Namun terbentuknya NFL ini nyatanya gagal mengangkat sepakbola India. Sepanjang perhelatannya, klub-klub NFL terus diterpa badai masalah. Dimulai dari infrastruktur yang buruk, hingga krisis finansial yang dialami banyak klub.
Meski terdapat klub sukses seperti Mohun Bagan (klub tertua di India) dan East Bengal, sepakbola India masih dipandang sebelah mata oleh publiknya sendiri. Jumlah penonton yang hadir ke stadion sangat rendah dan tak mampu memberikan keuntungan finansial bagi klub. Tak heran, beberapa klub sering didera isu kebangkrutan.
Untuk menanggapi masalah ini AIFF sempat mengubah format NFL ke I-League pada tahun 2007. Namun perubahan format ini pun masih belum bisa mengangkat popularitas sepakbola India secara keseluruhan, khususnya jika dibandingkan dengan olahraga kriket.
Masalah yang sama pun kembali menemui klub-klub I-League. Meski pertandingan big match seperti Mohun Bagan vs East Bengal bisa menyedot 130 ribu penonton, pertandingan lainnya tak terlalu menjadi daya tarik publik India. Bahkan rataan penonton beberapa klub lain hanya sekitar tiga ribu penonton per pertandingan.
Tak sepenuhnya gagal memang, karena menurut riset lembaga TV bernama TAM, penonton sepakbola India meningkat sebanyak 60 persen pada periode 2005 hingga 2009. Jika dirinci, penonton sepakbola saat itu mencapai 83 juta (kriket 40 juta lebih banyak).
Peningkatan ini pun diraih setelah pemerintah India mulai menyiarkan pertandingan-pertandingan sepakbola luar negeri, khususnya liga Inggris. Ketika itu, sekitar 230 pertandingan liga Inggris disiarkan dalam semusim.
Peningkatan ini pun berdampak pada klub-klub luar negeri yang mulai membuka akademi di India. Tercatat klub-klub seperti Manchester United, Liverpool dan Barcelona, menjadi rombongan pertama yang mendirikan akademi di India.
Namun itu masih belum cukup untuk membuat sepakbola menyaingi kriket. Isu-isu negatif tentang sepakbola membuat para penonton sepakbola di India masih belum bisa bertahan secara konsisten. Masalah lain yang dihadapi otoritas sepakbola India pun masih berkutat dengan bagaimana membuat sepakbola India bisa menandingi kriket.
India Super League sendiri merupakan cara terbaru pemerintah India untuk membuat sepakbola menjadi olahraga terpopuler di India. Agar klub tak terganggu isu krisis finansial, AIFF hanya meloloskan klub yang dinilai lolos verifikasi liga untuk bisa mengarungi ISL. Hasilnya, delapan tim berstatus waralaba pun dipastikan akan mengarungi ISL musim pertama.
Sistem ini sebenarnya meniru apa yang dilakukan IPL pada olahraga kriket. Dimulai dari format delapan tim, hingga penggunaan jumlah marquee player. Dengan dua hal itu, kriket bisa menjadi olahraga terpopuler di India, AIFF tentunya berharap ISL bisa bernasib serupa dengan IPL.
Tujuan akhir dari ISL ini tentunya adalah terkait prestasi sepakbola nasional mereka. Saat ini, India tercecer di peringkat 158 FIFA (di bawah Indonesia). Wajar memang karena India sangat minim prestasi. Tapi sebelumnya, India pernah mencapai peringkat ke-94 FIFA pada 1996.
Maka dari itu, dengan ISL, pemerintah India berharap bahwa sepakbola India bisa kembali mengulang kejayaan mereka di masa lalu. Mereka percaya bahwa investasi besar yang telah mereka keluarkan untuk menyelenggarakan ISL akan memberikan dampak signifikan, yaitu berupa prestasi sepakbola nasional, setidaknya di tingkat Asia.
Baca juga Ambisi Besar India Super League
Komentar