Gugatan yang diajukan penasehat hukum kelompok sepakbola perempuan terkait penggunaan rumput buatan mulai mendapat perhatian khusus. Mereka menolak penggunaan rumput buatan pada Piala Dunia Perempuan yang akan digelar tahun depan di Kanada.
Federasi Sepakbola Kanada, CSA, akhirnya buka suara. Mereka menyangkan semua tuduhan yang ditujukan pada CSA khususnya. Perwakilan pesepakbola perempuan menyebut CSA dan FIFA melakukan diskrimansi gender.
Pasalnya, Piala Dunia Perempuan dijadikan ajang ujicoba penggunaan rumput buatan. Mereka menganggap CSA dan FIFA membiarkan pesepakbola perempuan berada dalam bahaya cedera akibat penggunaan rumput buatan. Pesepakbola perempuan juga menganggap CSA dan FIFA menekan mereka untuk tidak melanjutkan tuntutan.
Sejumlah pemain seperti Teresa Noyola asal Meksiko, Camille Abily asal Prancis, dan Elise Bussaglia, diduga pernah mendapat ancaman atas apa yang mereka tuntut dari CSA dan FIFA.
Noyola mengatakan dia tidak akan dipanggil Timnas Meksiko, kecuali mencabut namanya dari tuntutan yang diajukan. Sementara itu Abily dan Bussaglia membuat FIFA berpikir ulang soal penentuan tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia Perempuan 2019, di mana Prancis menjadi negara yang mengajukan diri bersaing dengan Korea Selatan, dan Afrika Selatan.
Hal yang sama dialami pemain Kosta Rika, Diana Saenz dan Katherine Alvarado. Federasi Sepakbola Kosta Rika menyebut posisi mereka di tim akan mengalami bahaya jika terus menuntut. Menurut kelompok sepakbola perempuan, apa yang dilakukan Federasi Sepakbola Kostarika tersebut atas tekanan dari CSA dan FIFA.
FIFA dan CSA sendiri tidak berencana untuk mengubah rumput yang akan digunakan. Menurut mereka, rumput buatan telah masuk dalam rules of the game dari FIFA, sehingga permukaan dengan rumput buatan tidak melawan peraturan FIFA. CSA sendiri berencana untuk mengetes kondisi lapangan dengan menggandeng konsultan independen. Hasilnya diharapkan selesai di awal 2015.
Masalah sebenarnya adalah mengapa Piala Dunia Perempuan 2015 dijadikan ajang ujicoba penggunaan rumput buatan. Mengapa Piala Dunia 2014 misalnya, tidak menggunakan rumput yang sepenuhnya rumput buatan. Di Arena Amazonia misalnya, panitia masih memaksakan rumput asli meski kondisi lingkunan yang tidak mendukung.
Sementara itu, kelompok pesepakbola perempuan masih menunggu dukungan dari Dewan Kota Vancouver. Beredar kabar salah satu partai mencoba menekan dewan untuk membayar pengadaan rumput asli untuk gelaran tersebut.
Adirane Carr, politisi Partai Hijau, menyarankan pengadaan rumput asli dengan total 250 ribu dolar diambil dari kas dewan.
Aksi Carr ini tidak lepas dari tuntutan 60 pesepakbola perempuan yang menganggap rumput buatan akan meningkatkan resiko cedera. Sementara itu turnamen Piala Dunia yang diikuti oleh para pria tak pernah dihelat dengan menggunakan rumput buatan.
Baca juga kisruh rumput buatan di Piala Dunia Perempuan
Komentar