Karena capaian Southampton sejauh ini, yang hingga pekan ke-12 masih bertenggar di posisi kedua, mungkin ada baiknya Brendan Rodgers bersiap untuk menelan kata-kata yang pernah diucapkannya. Semacam kata-kata yang kembali kepada tuannya.
Di musim sebelumnya, Southampton sudah menjadi kuda hitam paling menarik. Klub asal Hampshire tersebut mampu menunjukkan permainan yang memukau di bawah asuhan Mauricio Pochettino, murid langsung dari pemikir jenius Argentina, Marcelo Bielsa.
Southampton berhasil mengakhiri musim lalu di posisi kedelapan, tepat di belakang Manchester United. Pencapaian tersebut menjadi sebuah modal baik untuk menghadapi musim ini, untuk memasang target yang lebih tinggi: lolos ke Champions League atau setidaknya ke Europa League.
Namun semuanya rencana dan impian tersebut nampaknya akan hancur ketika eksodus besar-besaran terjadi. Pemain yang pergi secara permanen saja jumlahnya ada lima orang. Tiga di antaranya (Rickie Lambert, Dejan Lovren, dan Adam Lallana) hijrah ke Liverpool.
Tanpa para pemain kunci, juga tanpa Pochettino yang lebih memilih untuk melanjutkan karirnya di London bersama Tottenham Hotspur, Southampton dipandang tak punya arah. Tanpa arah yang jelas, Southampton diprediksi kesulitan menyamai posisi mereka musim lalu.
Kebijakan Southampton untuk mendapatkan keuntungan besar dari para pemain yang memilih pergi dicibir oleh banyak pihak. Termasuk salah satu di antaranya adalah manajer Liverpool, Brendan Rodgers. âSaya sama sekali tidak memiliki rasa simpati terhadap Southampton,â ujarnya pada bulan Agustus lalu.
Rodgers menilai bahwa Southampton tak bisa beralasan tak mampu menahan para pemain. Menurut Rodgers, sebagai sebuah klub Southampton memiliki pilihan dan kemampuan untuk mempertahankan para pemain yang memiliki arti penting. Pria asal Irlandia Utara tersebut memberi contoh lewat kondisi yang ia hadapi kala masih menjadi manajer Swansea City, yang juga sempat menjadi kuda hitam paling menarik sehingga para pemainnya banyak diincar klub besar.
âKetika saya berada di Swansea ada klub lain yang telah lebih lama berada di Premier League menginginkan satu atau dua pemain kami, satu musim setelah kami meraih promosi. Saya berhasil meyakinkan satu atau dua pemain untuk bertahan. Dan sebagai seorang manajer siapapun tahu itu,â ujar Rodgers sebagaimana diwartakan oleh the Guardian.
Pada bulan Agustus Rodgers tak hanya merasa mendapatkan keuntungan terbesar dari eksodus pemain Southampton, namun juga merasa memiliki hak untuk mencibir dan memandang remeh Southampton dan peluang yang mereka miliki. Namun pada detik ini, kondisi dan perasaan yang sama bisa dipastikan tak lagi ada.
Hingga pekan ke-12, Southampton masih duduk manis di peringkat kedua, satu poin di atas Manchester City walaupun baru melakoni sebelas pertandingan. Jika kemenangan berhasil mereka raih kembali, maka jarak dengan Chelsea akan terpangkas menjadi empat angka saja.
Liverpool, sementara itu, berada di peringkat ke-12. Enam kekalahan telah mereka alami musim ini. Jika diajak kembali ke bulan Agustus, Rodgers kemungkinan besar tidak akan mau. Ia pasti merasa malu. Klub yang ia rendahkan kini berada di posisi terhormat, sangat jauh di atas pasukannya yang masih kesulitan menjalani hidup pasca ditinggalkan oleh satu pemain andalan bernama Luis Alberto Suárez DÃaz.
Liverpool benar-benar sedang dilanda krisis nyata hingga Rodgers saja berani mengakui bahwa dirinya dapat dipecat kapan saja terlepas dari hubungan baik yang ia miliki dengan dewan direksi. âSaya tidak cukup arogan untuk berpikir bahwa saya akan menjalani pekerjaan ini di segala kondisi,â ujarnya.
Jadi, mungkin Rodgers memang mesti bersiap menelan kembali kata-katanya. Atau justru Koeman yang kali ini akan memberi simpatinya, sesuatu yang pernah tak sudi diberikan Rodgers pada Soton?
Komentar