Arema Cronus tentu saja tak mau lagi mengulang kegagalannya meraih trofi juara ISL seperti musim lalu. Langkah peraih juara Liga Indonesia musim 2009/2010 ini harus terhenti pada babak semi-final setelah dikalahkan Persib Bandung yang kemudian menjadi juara di akhir kompetisi.
Musim depan, target juara tentunya masih tetap diusung klub yang bermarkas di Stadion Kanjuruhan, Malang tersebut. Namun yang menjadi menarik jika menilik persiapan Arema untuk musim depan adalah bagaimana cara mereka mengatasi kehilangan Gustavo Lopez?
Tak bisa dipungkiri, Gustavo, yang kini berseragam Terengganu FA, adalah roh permainan Arema Cronus pada musim lalu. Tak hanya di Arema sebenarnya. Saat tiga musim membela Persela Lamongan pun Gustavo adalah dirijen permainan tim dari tengah.
Di Arema, yang merupakan salah satu tim besar di Indonesia, pemain asal Argentina ini langsung bisa beradaptasi dengan tim. Suharno, pelatih Arema, tahu betul kualitas anak asuhnya ini. Dan yang paling ideal, Gustavo ditempatkan sebagai gelandang serang.
Untuk mengakomodasi kemampuan pemain berusia 31 tahun ini, Suharno menempatkan dua gelandang bertahan dalam formasinya. Juan Revi, I Gede Sukadana, Hendro Siswanto atau pun sang kapten Ahmad Bustomi, secara bergantian melindungi pertahanan Arema dari tengah. Skema ini diterapkan untuk memberikan kebebasan bagi Gustavo dalam berkreasi dan membangun skema penyerangan untuk Arema.
Adanya dua gelandang bertahan, Gustavo leluasa bergerak ke segala penjuru lapangan. Lawan yang menyadari bahwa Gustavo harus diwaspadai pun sering kewalahan karena Gustavo begitu aktif menyambut bola. Bahkan hingga turun ke dekat area pertahanan jika ia tak mendapatkan bola di depan area kotak penalti, yang merupakan wilayah kekuasaannya.
Namun Gustavo adalah pemain yang spesial. Ia pun akan bermain apik jika harus ditempatkan sebagai penyerang sayap. Hal ini kerap ia lakukan ketika Suharno mulai menggunakan formasi 3-4-3 yang membuatnya bermain lebih melebar.
Di mana pun ia ditempatkan, Gustavo tetap memainkan peran sebagai pengatur serangan. Dan dalam perannya ini, ia merupakan yang terbaik di Indonesia, atau bisa dibilang merupakan tipikal pemain idaman setiap tim bersama Esteban Vizcarra di Semen Padang dan Makan Konate di Persib Bandung.
Gustavo adalah gelandang yang komplit. Ia memiliki visi yang luar biasa. Akurasi umpannya pun kerap merepotkan pertahanan lawan. Ia juga begitu lengket dalam penguasaan bola. Mantan gelandang klub Argentina, Lanus, ini pun memiliki kemampuan melewati lawan yang baik. Tembakannya pun keras nan akurat. Jangan lupakan juga bahwa Gustavo pun merupakan seorang eksekutor bola mati handal.
Berkah di Balik Kepergian Gustavo
Dengan segala kemampuan yang dimilikinya ini, rasanya masih tak terpikirkan bagaimana Arema akan mengatasi kehilangan ini. Saat dikalahkan Persib pada semi-final saja sangat terlihat sekali bahwa tanpa Gustavo (yang ditarik keluar karena cedera), Arema tak bisa melakukan serangan. Alhasil, Arema yang sudah unggul 1-0 harus kecolongan gol pada tempo 10 menit terakhir, serta dua gol tambahan pada babak tambahan waktu.
Memang, Arema pun tak akan lagi diperkuat oleh dua legiun asing lain, Beto Goncalves dan Thierry Gatthuesi. Namun rasanya, kehilangan kedua pemain ini masih bisa ditambal dengan pemain lain. Kehilangan Beto, Arema masih memiliki Samsul Arif, Dendi Santoso, Sunarto dan striker veteran, Christian Gonzales sebagai penggedor lini pertahanan lawan. Sementara pengganti Thierry, Arema sudah resmi mendapatkan Fabiano Beltrame, kapten Persija Jakarta pada musim lalu.
Bahkan untuk mengganti Beto, rasanya masih banyak penyerang asing lain yang memiliki kualitas tak jauh berbeda dan layak untuk berbaju Arema. Tapi untuk mencari pemain dengan kualitas seperti Gustavo, rasanya sangat sulit untuk mendapatkan penggantinya.
Tapi, bukan berarti melepas Gustavo sepenuhnya menjadi sebuah kesalahan. Harus diakui, bakat dan kemampuan Gustavo memang di atas rata-rata gelandang yang bermain di Indonesia. Hanya saja, saking istimewanya, tim yang menggunakan jasa Gustavo (baik Persela maupun Arema) harus menyusun skema permainan yang nyaris sepenuhnya disusun untuk mengakomodasi dan memaksimalkan kemampuan Gustavo. Ini membuat tim tersebut tidak punya cukup keluwesan taktikal.
Akibat yang paling kentara adalah tim tersebut akan sulit berkembang ketika Gustavo bermain buruk atau berhasil dimatikan oleh pemain lawan. Karena skema permainan memang dirancang untuk memaksimalkan kemampuan Gustavo. Begitu Gustavo menemui hari yang buruk, atau bahkan harus ditarik keluar karena --misalnya-- cedera, Arema bisa langsung menurun kualitas penyerangannya. Inilah yang terjadi di laga semifinal ISL musim lalu. Persib dengan sangat mudahnya menjadikan Arema bulan-bulanan begitu Gustavo ditarik keluar.
Tidak mudah, tentu saja, mencari pengganti yang sepadan bagi Gustavo. Tapi perginya Gustavo, setidaknya, membuat Suharno dan Joko Susilo bisa lebih luwes menyusun skema permainan dan merancang taktik.
foto: ongisnade.co.id
Komentar