Menjadi pelatih tim nasional memang bukan perkara mudah. Bayangkan, harapan ratusan ribu bahkan ratusan juta penduduk untuk memiliki timnas berprestasi ditanggung oleh seorang pelatih timnas. Jika anak asuhnya bermain buruk, kritikan pun akan datang dari segala penjuru.
Tak hanya pelatih, pihak federasi pun turut mendapatkan hujan kritik jika prestasi timnasnya buruk. Karena bagaimanapun juga, pelatih timnas dipilih oleh federasi. Timnas tak berprestasi maka federasi telah menunjuk pelatih yang tak memiliki kapabalitas melatih timnasnya.
Sebenarnya, kepercayaan pada pelatih yang dipilihnya pun menjadi penting bagi federasi. Karena untuk membangun timnas yang bisa berprestasi, rasanya tak hanya bisa dilakukan dengan mengumpulkan pemain pilihan dan melakukan uji coba sebelum turnamen resmi.
Percaya di sini adalah mempercayakan program pelatih meski, misalnya, gagal dalam sebuah turnamen. Ini terkait target federasi yang dibebankan pada pelatih.
Tulisan ini terinspirasi dari tulisan `Apa Kabarnya Timnas Senior Indonesia?`
Di Amerika Selatan, Oscar Tabarez begitu dipercayai oleh federasi sepakbola Uruguay (AUF). Tabarez telah menukangi timnas Uruguay sejak tahun 2006. Ini artinya, tahun 2015 adalah tahun kesembilan Tabarez menukangi La Celeste.
Sebelumnya, Tabarez tak melatih kesebelasan manapun pasca karirnya bersama dua kesebelasan Argentina, Velez Sarsfield dan Boca Juniors, tak berjalan mulus. Karirnya sebagai pelatih di Argentina ini berakhir pada tahun 2002.
Meski empat tahun tak melatih, AUF tetap percaya bahwa Tabarez bisa memberikan prestasi pada timnas Uruguay. Padahal, sepanjang karir kepelatihan Tabarez, pelatih yang kini berusia 67 tahun ini hanya berprestasi di level klub, juara Copa Libertadores bersama Penarol dan Apertura Primera Division bersama Boca Juniors.
Penunjukkan Tabarez sendiri karena Uruguay gagal tampil di Piala Dunia tiga kali secara berturut-turut. Maka dari itu, pasca kegagalan di Piala Dunia 2006, AUF mencari sosok yang tepat untuk merevolusi sepakbola Uruguay. Tabarez-lah yang dirasa bisa melakukannya.
Tabarez sendiri memang merupakan seorang pelatih yang visioner. Prinsipnya, ia tak ingin membangun timnas Uruguay yang kuat hanya untuk empat tahun ke depan, tapi untuk melahirkan talenta berbakat Uruguay untuk 40 tahun ke depan. Dan federasi sejalan dengan impian Tabarez tersebut.
Maka pada turnamen pertama yang diikutinya, Copa America 2007, Uruguay tak berprestasi, kalah di semi-final, Tabarez tak langsung ditendang oleh AUF. AUF tetap percaya bahwa Tabarez bisa mengantarkan Uruguay ke Piala Dunia.
Di masa awal Tabarez melatih Uruguay, sepakbola Uruguay saat itu tengah berada dalam masa kacau. Krisis ekonomi yang dialami klub-klub lokal membuat para pemain terbaik Uruguay hengkang ke Eropa dan saat dipanggil timnas tak bermain dengan hati.
Ia pun menyarankan pada AUF agar dalam pengembangan pemain muda, harus diberikan pendidikan formal mengenai cinta tanah air. Menurut Tabarez, hal ini perlu dilakukan sejak dini agar setelah para pemain muda tersebut beranjak dewasa, rasa kebanggaan membela tanah air telah tertanam.
Saat AUF melakukan apa yang diminta Tabarez ini, tiket Piala Dunia yang diidam-idamkan berhasil dipersembahkan Tabarez pada 2010. Bahkan Pada Piala Dunia yang digelar di Afrika selatan itu, Uruguay menjadi pemuncak klasemen grup A, di mana ini merupakan yang pertama dalam 56 tahun terakhir. Pada akhir turnamen, Uruguay sendiri berhasil menjadi peringkat empat dunia.
Semakin tinggi rasa cinta terhadap negara membuat kekuatan Uruguay semakin tak terbendung. Di tahun berikutnya, Uruguay berhasil menjadi juara Copa America. Tabarez pun dianugerahi sebagai pelatih terbaik Amerika Selatan tahun 2010 dan 2011.
Tak hanya timnas senior, timnas U-20 Uruguay pun menunjukkan perkembangan signifikan pada era kepemimpinan Tabarez di timnas senior. Pada tahun 2013, Uruguay U-20 berhasil menjadi runner-up pada turnamen Piala Dunia U-20. Sedikit banyak prestasi ini bisa diraih berkat apa yang telah disarankan Tabarez pada AUF mengenai pendidikan usia muda.
Maka jika berkaca pada apa yang dilakukan Tabarez selama menukangi timnas Uruguay, PSSI yang saat ini tengah mencari pelatih untuk timnas pun harus mendapatkan pelatih yang visioner. Selain itu, PSSI pun harus tetap konsisten pada target yang dibebankan pada pelatihnya ini.
PSSI haruslah mencari pelatih yang tak hanya bisa menghadirkan Piala AFF, misalnya. Pelatih timnas Indonesia nanti haruslah dibebani target juara Piala Asia. Bahkan bila perlu, target untuk tampil di Piala Dunia.
Akan percuma jika pelatih timnas Indonesia terus mengalami pergantian setiap tahunnya. Karena bagaimanapun, program-program pelatih sebelumnya tak akan singkron dengan program pelatih anyar berikutnya. Apalagi jika pelatih yang didatangkan adalah pelatih asing.
Penunjukkan pelatih asing pun harus dipikirkan matang-matang. Rasanya tak akan bisa seorang pelatih asing membawa timnas Indonesia berprestasi dalam tempo dekat. Seorang pelatih asing perlu mengenal lebih dalam tentang kultur dan para pemain Indonesia.
Tapi bukan berarti Indonesia harus dilatih oleh pelatih lokal. Jika ada pelatih asing berkualitas yang siap dan sanggup membantu menyelesaikan permasalahan sepakbola di Indonesia, kenapa tidak?
Yang jelas siapapun pelatih timnas Indonesia nanti, baik lokal atau pun asing, haruslah mendapatkan kepercayaan penuh dari PSSI. Dan PSSI, bisa belajar dari AUF yang mampu membuat sepakbola Uruguay kembali berprestasi karena kepercayaannya pada Oscar Tabarez.
Karena seperti kata pepatah, ÃâRoma tak dibangun dalam sehariÃâ. Rasanya memang membutuhkan waktu yang tak sebentar bagi pelatih timnas Indonesia untuk menghadirkan prestasi. Apalagi dengan kondisi sepakbola Indonesia yang carut marut seperti sekarang ini.
foto: football365.com
Komentar