Udara begitu kental dengan asap dari suar dan kembang api yang tak terhitung jumlahnya. Sementara segerombolan besar pendukung melonjak ke barisan terdepan, melompat-lompat dan berayun dari setiap sudut pandangan mata. Polisi berjuang mengatasi kekacauan yang ada di sekitar mereka.
Kita mungkin akan berpikir itu adalah reaksi sebuah kesuksesan meraih sebuah piala, atau setidaknya reaksi dari kemenangan pertandingan di 90 menit, atau minimal perayaan atas sebuah gol yang menentukan. Tetapi nyatanya bukan itu semua.
Gambaran di atas hanyalah deskripsi suasana ketika ribuan pendukung Djurgarden menunggu bus yang akan membawa mereka ke sebuah pertandingan. Mereka berkumpul di sebuah taman lokal, memanjat pohon dan tiang lampu untuk memulai pertunjukan suar dan memimpin nyanyian Detta är Sweden (Ini adalah Swedia). Dan mereka melakukan sesuatu yang berbeda di hari itu. Hari yang akan menggelar sebuah pertandingan paling dinanti. Derby Stockholm yang mempertemukan AIK Solna Stockholm vs Djurgarden IF.
Dengan rataan 7.000 pendukung Djurgarden yang selalu hadir di Derby Stockholm, laga ini menjadi salah satu derby paling intens namun cenderung disepelekan di Eropa. Kultur sepakbola di Swedia jarang disebutkan sebagai yang terbaik di dunia karena kalah didengdungkan ketimbang Jerman, Italia, Inggris, Argentina, Tukri atau Polandia.
Tetapi, percayalah, jika menyimak data dan informasi dengan lebih cermat, teramat sulit menemukan alasan mengapa Derby Stockholm tidak mendapat perhatian.
***
Bus akhirnya tiba, dan masing-masing langsung segera mengisi tiap-tiap kursi setelah pintu terbuka. Sebuah petunjuk di masing-masing kursi bus mengingatkan penumpang bahwa mereka harus duduk dengan aman dengan mengenakan sabuk pengaman. Di dalam bus seluruh pendukung Djurgarden mengumandangkan chant favorit mereka ïÿý"He who doesnÃ?â??t jump is AIKïÿý". Dan menjadi pendukung AIK adalah hal yang terburuk bagi pendukung Djugarden.
Selama di dalam bus, seluruh pendukung Djurgarden akan terus melompat-lompat sembari menenggak minuman yang membuat wajah mereka memerah. Tak heran hal itu sedikit membuat supir bus mengalami ïÿý"kesialanïÿý" jika mengangkut para pendukung Djurgarden menuju stadion Friends Arena, yang menjadi markas rival mereka, AIK.
Agak heran memang jika menyebut Friends Arena di saat menggelar Derby Stockholm. Mungkin itu menjadi nama terburuk untuk stadion yang menjadi tuan rumah selama bentrokan antara AIK dan Djurgarden, karena mereka membenci satu sama lain. Kedua klub tersebut dibentuk pada 1891, Djurgarden lahir setelah tiga minggu kelahiran AIK.
AIK adalah favorit kuat untuk meraih kemenangan. Masalah keuangan telah menyebabkan Djurgarden menjual banyak pemain terbaik mereka, dan dampak tersebut membuat Djurgarden selalu berkutat di papan tengah klasemen. Sementara itu, AIK lebih dominan di papan atas klasemen dengan pesaing kuatnya Malmo. Hal tersebutlah yang selalu menjadi penyulut kecemburuan di kubu pendukung Djurgarden.
Para pendukung Djurgarden sesungguhnya merasa pesimis untuk memenangkan kompetisi di setiap musimnya. Mereka menerima kenyataan bahwa stabilitas keuangan klub saat ini menjadi perhatian lebih daripada hasil di lapangan. Bahkan sebagian pendukung mereka mengaku pesimis jika kesebelasannya berhadapan dengan AIK.
"Setiap kami memulai permainan melawan AIK, kita selalu berpikir bahwa kita akan kalah, jadi itu adalah tugas kami untuk memastikan kami lebih keras dari pendukung lawan dan tidak ingin kehilangan keduanya," ujar salah satu pendukung Djurgarden.
Saat 30 menit sebelum kick off, ketegangan kedua belah pihak acap kali terjadi. Dua kelompok pendukung akan dengan mudahnya membawa hal-hal di luar persaingan di pertandingan menjadi tindakan kekerasan. Bahkan pendukung Djurgarden sangat biasa melemparkan bom asap, sebagaimana pendukung AIK juga amat biasa melakukannya.
Hal tersebut tentu saja untuk memancing amarah lawan. Dan jika salah satu pihak ada yang terpancing, insiden pelemparan pun akan berlanjut dengan saling lempar umpatan-umpatan, kembang api, kursi, koin dan botol-botol bir. Hal itu juga tak jarang membuat pendukung menderita luka-luka hingga meregang nyawa.
Teror Untuk Tuan Rumah Berlanjut di Dalam Stadion
Setelah para pemain memasuki lapangan, semua ingatan dari insiden kekerasan langsung dibuang kedua belah pihak untuk menyusun tampilan koreo yang berwarna biru, merah dan kuning, yang menjadi warna kebanggaan Djurgarden. Setelah seluruh koreo berhasil dibentangkan, mereka membuat tampilan yang lebih mengesankan dengan menyalakan suar di kedua sisi koreo mereka dalam jumlah yang banyak. Dan perlu ditekankan. Hal itu mereka lakukan di kandang lawan.
Di sisi lain, tuan rumah tak mau dirinya diinjak-injak. Mereka pun turut menampilkan kebesarannya dengan menyalakan suar yang memberikan efek asap hitam dan kuning yang mengepul ke udara. Para pendukung pun terbalut dalam gumpalan asap hitam tebal dan menutupi pandangan beberapa menit. Asap yang mulai melayang di seluruh lapangan akhirnya memaksa pertandingan untuk dihentikan sesaat.
Sementara itu, para pendukung Djurgarden semakin menggila. Mereka semakin menjadi-jadi dengan terus melantunkan nyanyian-nyanyian khas mereka, yang dimulai dari beberapa kelompok kecil dengan menggunakan megaphone. Ada pengaruh Inggris yang signifikan pada dukungan mereka dengan berkibarnya bendera Union Jack dan Stone Roses.
Ulah pendukung Djurgarden pun terus berlanjut di setiap pertandingan yang mempertemukan mereka dengan AIK. Pendukung tak akan mempedulikan jalannya pertandingan, dan mereka tidak akan berhenti menebar teror meskipun berada di kandang lawan, Friends Arena.
Sumber gambar: jarnkaminerna.se
*) Diolah dari berbagai sumber
Derby Stockholm: Laga Panas yang Jarang Dibicarakan
Ceritaby Redaksi 41 08/04/2015 13:00
Komentar