Dalam wawancara di sebuah radio di Israel, manajer Beitar Jerusalem FC, Guy Levi, mengatakan bahwa kesebelasannya tidak akan menggunakan pemain keturunan Arab. Pasalnya hal tersebut dapat meningkatkan tensi panas suporter mereka yang terkenal rasis.
âAku tidak berpikir kalau ini adalah waktu yang ketat. Kehadiran pemain Arab dapat menciptakan tensi dan menyebabkan kerusakan,â tutur Levi seperti dikutip Middle East Eye.
Selain itu, Levi berpendapat kalaupun ada warga keturunan Arab yang cocok bagi tim, mereka juga belum tentu mau bergabung. Baginya, kehadiran pemain Arab tidak akan begitu signifikan, karena lebih banyak mudharatnya ketimbang maslahat.
Secara tidak langsung, ini menjadi âkebijakanâ khusus bagi Beitar. Mereka merupakan satu-satunya kesebelasan besar di Liga Israel yang tidak menyertakan pemain Arab di skuat.
Ini tidak lepas dari perilaku fans mereka yang bernama La Familia. Kelompok suporter garis keras tersebut terkenal gemar melontarkan chant berbau penghinaan dan anti-Arab. Mereka biasanya melakukannya pada pemain lawan lewat kata-kata rasis.
Karena perilaku tersebut, Beitar sudah beberapa kali mendapatkan sanksi. Bahkan, merea pernah mem-boo saat âmoment of silenceâ untuk Perdana Menteri Yitzhak Rabin.
Bukan cuma perilaku rasis terhadap ras Arab, La Familia juga melontarkan hinaan dan kebencian atas nama agama. Mereka pernah menyanyikan lagu yang mencaci fisik Nabi Muhammad dan menyerang secara fisik pekerja Arab di stadion.
Beitar sendiri merupakan produk dari Partai Likud yang mengusung gerakan pemuda Zionis, yang merupakan ultranasionalis. Mereka telah memenangi enam gelar Liga Israel dan tujuh Piala Liga.
Liga Rusia
Selain di Israel, kejadian serupa juga terjadi di Liga Rusia. Kesebelasan dengan pendukung yang berlatar ultranasionalis kerap membuat masalah dengan menyanyikan chant kebencian serta rasis. Salah satunya adalah Torpedo Moscow. Sudah berulang kali mereka bertanding tanpa kehadiran penonton. Ini terjadi karena operator liga memberi sanksi atas ulah buruk ultras Torpedo.
Tingkat rasisme di Rusia begitu tinggi. Sampai-sampai terjadi kekhawatiran terkait penyelenggaraan Piala Dunia 2018 mendatang. Yaya Toure bahkan sempat mengajak para pemain dari Afrika untuk memboikot gelaran tersebut.
Ini yang membuat tidak banyak pemain Afrika bermain di Rusia. Jangankan yang berkulit hitam legam, pemain yang berkulit coklat seperti Hulk saja, sering sekali mendapat teriakan rasis.
Penggunaan pemain berkulit hitam juga kerap ditentang suporter. Mengapa? Agar mereka tidak malu jika ingin menghina kesebelasan lawan dengan kata-kata rasis.
Dipermalukan Pemain Sendiri
Penggemar Chelsea yang bertandang ke Paris pernah mendapat sorotan. Pasalnya, mereka berperilaku rasis dengan tidak membiarkan seorang warga Paris untuk naik subway. Mereka dengan bangganya bernyanyi, âKami fans Chelsea, dan kami rasis.â
Anehnya, mereka tetap bersorak saat Loic Remy, Didier Drogba, Willian, dan Ramires mencetak gol. Mereka juga bertepuk tangan saat John Obi Mikel membuat assist. Mereka juga bangga saat Juan Cuadrado ditransfer dari Fiorentina.
Ada yang salah sebenarnya dari perilaku suporter yang rasis. Menghina seseorang karena dari tampilan fisik jelas merupakan suatu kesalahan logika. Mengapa harus dihina, apakah yang âputihâ selalu lebih baik dari yang âhitamâ?
Kalau memang jawabannya adalah âyaâ, barangkali kalau bisa memilih, mereka yang berkulit hitam itu akan memilih dilahirkan dari seorang kulit putih.
Kebaikan dan kebenaran dalam kehidupan itu tidak bergantung pada warna kulit. Karena mereka yang berkulit putih nyatanya jauh lebih busuk lewat perilaku rasis mereka.
 sumber gambar: wallpaper111.com
Komentar