Sama seperti Derby della Madonnina putaran satu Serie-A 2014/2015 antara kedua kesebelasan dari Kota Milan, Inter Milan maupun AC Milan, derby kali inipun kembali berakhir dengan hasil imbang. Bedanya, jika pada putaran satu Derby della Madonnina berakhir dengan kedudukan 1-1, pada pertandingan di Stadion Giuseppe Meazza, kandang Inter, kali ini diakhiri tanpa adanya satu gol pun yang tercipta, 0-0.
Inter yang pada awalnya tampil menyerang terus menemui kebuntuan karena permainan Rossoneri, julukan Milan, bermain sangat bertahan. Namun sebenarnya, ada celah yang tak bisa dimanfaatkan atau tak disadari Inter, yaitu dua kekosongan di dua area pada sisi pertahanan kanan dan kiri AC Milan.
Kekosongan sisi kanan dan kiri Rossoneri itu ada karena empat bek yang terlalu dalam ketika menjaga dua penyerang Inter, yakni Rodrigo Palacio dan Mauro Icardi. Masing-masing penyerang andalan Mancini itu harus dikawal ketat oleh dua pemain Milan pada setiap penjagaannya.
Kubu tuan rumah yang tidak jeli melihat kekosongan di dua sisi pertahanan Milan ini lebih memilih melancarkan serangan melalui lini tengah. Di situlah Nerazzurri, julukan Inter, terus dihadang tiga pemain tengah Milan yang ikut membantu pertahanan dengan berada di area depan kotak penalti untuk melindungi empat bek yang terus menghuni kotak penalti sendiri. Bahkan tiga penyerang Rossoneri pun lebih sering berada di dekat tiga pemain tengah Milan untuk mempermudah tugas tiga gelandangnya ini ketika mendapatkan serangan.
Pola pertahanan Milan yang melibatkan tiga pemain tengah dan penyerangnya membuat Inter kesulitan membawa bola hingga sepertiga akhir lawan. Alhasil serangan kesebelasan besutan Mancini tersebut sering mengambil langkah cepat dengan melepaskan tendangan-tendangan jarak jauh.
Namun, sembilan tendangan jarak jauh yang dilepaskan Inter sering terbuang percuma karena hanya dua kali yang berhasil tepat sasaran sedangkan sisanya melenceng. Mateo Kovacic dan Hernanes merupakan dua pemain Nerazzurri yang paling sering melepaskan tendangan jarak jauh dengan masing-masing dua kali. Bahkan dari seluruh percobaan tendangan Inter sebanyak 17 kali, yang tepat sasaran hanya tiga kali, sama dengan jumlah tendangan tepat sasaran yang dilakukan Milan dari tujuh percobaan.
Apalagi terkadang dua pemain tersebut kurang padu karena tidak sadar porsi permainan masing-masing. Pada strategi 4-3-1-2 Inter, Hernanes diplot sebagai gelandang serang di antara dua penyerang yang harus menguasai area luar kotak penalti, namun Mateo Kovacic acapkali berada di area bermain Hernanes sehingga Assane Gnoukouri, gelandang Inter lainnya, lebih sering mengalirkan bola ke belakang.
Grafis operan Mateo Kovacic dengan Assane Gnoukouri yang cenderung sering mengalirkan bola ke belakang. sumber : Squawka.
Kekosongan dua area bek sayap kesebelasan besutan Inzaghi tersebut baru bisa dimanfaatkan Inter ketika babak dua, ketika permainan Milan sudah mulai terbuka. Inzaghi memasukkan Mattia Destro untuk mengantikan Suso pada menit ke-73, dan Alessio Cerci menggantikan Andrea Poli pada menit ke-81. Rossoneri mulai meninggalkan pertahanan padat di tengah karena tiga penyerang Milan lebih sering berada di sepertiga akhir lawan, ditambah lagi dengan Marco van Ginkel yang mulai sering berada di didekat area kotak penalti Inter.
Saat itulah Nerrazuri mulai bisa masuk ke sepertiga akhir Milan melalui kedua sayap di mana dari sektor tersebut Inter beberapa kali memiliki peluang emas. Dari kekosongan tersebut pada babak kedua Nerazzurri berhasil melepaskan dua umpan silang sukes dari 11 upaya tanpa proses tendangan sudut dan diblok lawan. Berbeda dengan babak pertama, hanya sekali tepat sasaran dari 10 upaya kecuali dari proses tendangan sudut dan bloking lawan. Jika Inter menyadari kosongnya area sayap Milan sedari awal, mungkin Inter bisa membombardir pertahanan Milan dengan lebih efektif.
Komentar