Konflik sepakbola Yunani masih belum berhenti. Kini FIFA dan UEFA mengancam membekukan Federasi Sepakbola Yunani (EFO) dengan hukuman larangan berkecimpung di berbagai ajang kompetisi FIFA dan UEFA. Peringatan sanksi pembekuan tersebut bukan tanpa sebab. FIFA dan UEFA tidak ingin jika EPO dicampuri pemerintah dalam merancang undang-undang olahraga baru yang akan disahkan.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut diberi nama "Langkah-langkah konfrontasi kekerasan dalam olahraga-olahraga Yunani dan aturan lainnya" dan akan dikaji Komite Urusan Budaya Yunani pada 27 sampai 30 April mendatang. Parlemen baru akan membahasnya pada 4-5 Mei 2015.
Perancangan RUU itu memang tidak lepas dari karut marutnya sepakbola Yunani terutama dalam Liga Super Yunani yang selalu dibumbui unsur kekerasan dari suporter di stadion.
Tiga liga teratas sepakbola Yunani pernah diberhentikan sementara sejak pertandingan antara Panathinaikos dengan Olympiakos dalam tajuk âDerby the Eternal Enemiesâ. Pada pertemuan rival sekota di Stadion Apostolos Nikolaidis, pada Minggu 22 Februari itu, suporter Panathinaikos melempar berbagai macam benda dari batu sampai suar (red flare), lalu menginvasi lapangan. Belum lagi terjadi perselisihan antara presiden kesebelasan Panathinaikos dengan Olympiakos yang terlibat baku hantam.
Kerusuhan kembali terjadi dalam laga perempatfinal Piala Yunani antara tuan rumah AEK Athens dengan Olympiakos di Stadion Olimpiade Athena, Rabu (11/3) silam. Padahal, saat itu pemerintah masih membekukan tiga liga teratas dalam kompetisi sepakbola Yunani.
Kejadian invasi lapangan dan lemparan suar suporter AEK kepada Olympiakos tersebut membuat kompetisi kembali dihentikan selama satu minggu. Tiap stadion pun mesti dibekali dengan kamera CCTV dan tiket elektronik sebagai tanda masuk penonton masuk ke stadion.
Selain terkait pertandingan, RUU tersebut juga merumuskan hak untuk menegakkan denda mulai dari 7 ribu poundsterling (10 ribu euro) sampai 17 juta poundsterling (25 juta euro) untuk setiap insiden kekerasan. Pemerintah juga berhak untuk menunda atau membatalkan pertandingan sepakbola, dan melarang kesebelasan tersebut bermain di kompetisi Eropa.
Zimbabwe dilarang FIFA untuk mengikuti kualifikasi Piala Dunia 2018 tapi seharusnya mereka tidak perlu merasa dirugikan. Toh, Zimbabwe bukanlah negara yang punya tradisi main di Piala Dunia. Namun, jika bicara peluang Indonesia untuk berlaga di Piala Dunia diperkirakan membutuhkan 11 pemain naturalisasi, haruskah sampai sedemikian rupa?. Tapi sepertinya tidak jauh-jauh memutuskan tindakan seperti itu, lebih baik membenahi liga dengan kesebelasan-kesebelasan yang betul-betul layak berkompetisi layaknya Liga Jepang.
Akan tetapi RUU tersebut dianggap sebagai intervensi pemerintah kepada federasi oleh FIFA dan UEFA. Sekjen UEFA, Gianni Infantino, pun mengirimkan surat himbauan kepada EPO mengenai keterlibatan pemerintah untuk membuat RUU baru.
"Akan membuat mereka mempertimbangkan kembali tindakan mereka, jadi kita masih bisa bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang memengaruhi sepakbola Yunani," ujar Gianni seperti dikutip BBC Sport.
Sementara itu, pihak pemerintah yang diwakili Deputi Olahraga Yunani, Stavros Kontonis, tetap menegaskan bahwa pihaknya akan tetap memperbaiki RUU tersebut. Ia menolak "intervensi" FIFA dan UEFA yang menganggap RUU tersebut sebagai bagian dari intervensi pemerintah.
"Tampaknya mereka (FIFA-UEFA) tidak tertarik untuk memecahkan kejahatan yang mengganggu sepakbola Yunai, tetapi malah mencari cara untuk menyinggung tatanan konstitusional Yunani dan orang-orang Yunani, terutama penggemar sepakbola negara ini, yang selama ini harus menghadapi situasi yang penuh dengan adegan kebusukan dan korupsi, sesuatu yang diusahakan pemerintah untuk dirubah," papar Kontonis seperti dikutip Daily Mail.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman, Kontonis akan mengundang para pejabat FIFA-UEFA pada akhir bulan di Athena Yunani untuk berdiskusi selama dua sampai tiga hari. Dirinya menginginkan FIFA-UEFA memahami masalah-masalah serius dalam sepakbola Yunani. Berharap mereka pun bisa berhubungan secara konstruktif dan aktif dalam proses konsolidasi, demokratisasi dan transparasi sebelum pembahasan parlemen pada 4-5 Mei 2015.
Langkah berani yang dilakukan pemerintah Yunani, dalam hal ini Deputi Olahraga Yunani, bukanlah soal hebatnya mereka menantang FIFA dan UEFA. Lebih tepat jika disebut bahwa ini merupakan cara elegan untuk menyentil dua organisasi tersebut  jika "kekacauan di negaraku, hanya akulah yang tahun dan benar-benar mengalaminya,". Kemudian benang merah sehalus apakah yang bisa didapatkan demi sepakbola Yunani lebih baik itu patut ditunngu, bahkan ditiru negara-negara lainnya. Bahwa sanksi agar masa depan yang lebih baik itu tidak benar-benar buruk bukan?
Komentar