Sore itu, tanggal 25 April 2015 menjadi salah satu hari yang sangat berkesan buat saya. Untuk pertama kalinya setelah 3 bulan saya tinggal di Belgrade, saya pergi ke Stadion untuk menyaksikan pertandingan antara Red Star vs Partizan. Dua kesebelasan Ibu kota sekaligus dua kesebelasan terbesar di Liga Serbia.
Seperti informasi yang saya dapat sebelumnya dari cerita rekan-rekan saya di Serbia ataupun informasi lainnya yang saya dapat dari media, pertandingan hari itu akan berlangsung panas. Tapi rasanya tidak cukup jika hanya mendengar informasi dari orang atau media. Saya ingin merasakan seberapa panas partai ini.
Untuk itu, saya datang ke Stadion Marakana (sebutan untuk Stadion Red Star tempat dimana pertandingan berlangsung). Saya ingin membuktikan sepanas apa Eternal Derby  yang menurut Daily Mail merupakan salah satu derby terpanas di Dunia setelah  Boca Juniors vs River plate di Argentina, Fenerbache vs Galatasaray di Turki dan Glasgow vs Celtic di Skotlandia.
Dari apartemen tempat saya tinggal, saya berangkat menggunakan bus menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Â Beograd. Sore hari itu saya akan menonton pertandingan ditemani rekan saya yang bekerja di KBRI dan akan berangkat sama-sama dari KBRI menuju Stadion Marakana. Baik Stadion Marakana maupun Stadion Partizan, lokasi keduanya sangat dekat dengan KBRI. Stadion Partizan bahkan hanya berseberangan dengan KBRI. Maka tidak heran apabila Partizan bertanding, para staff KBRI dapat dengan jelas mendengar gemuruh nyayian para Grobary (sebutan untuk ultras Partizan). Stadion Marakana jaraknya kurang lebih 500 meter dari Stadion Partizan. Sangat dekat untuk posisi stadion dengan rivalitas kedua kesebelasan yang sangat tinggi.
Sepanjang jalan menuju KBRI, saya bisa merasakan atmosfer panasnya pertandingan yang akan berlangsung dimana begitu banyaknya polisi berjaga, membuka tutup jalan, bahkan tidak jarang para polisi tersebut menghentikan kendaraan untuk melakukan pemeriksaan. Satu jam sebelum kick off, sekitar pukul 18.00 waktu Serbia, saya dan rekan sudah jalan dari KBRI menuju Stadion.
Sepanjang perjalanan menuju Stadion Marakana, ratusan polisi bersiaga dan mengarahkan para supporter untuk segera menuju stadion. Tidak sedikit juga supporter yang berkumpul di area luar stadion kemudian diusir oleh polisi. Suporter yang tidak terima diusir begitu saja sontak protes kepada pihak keamanan, akhirnya mereka dibubarkan secara paksa. âWah kayaknya bakal panas nih, belum nyampe stadion aja banyak polisi yang marah-marahâ, ujar rekan saya.
Seperti yang dikatakan oleh David Goldblatt, penulis buku The Ball is Round: A Global History of Soccer, bahwa selama perjalanan dia ke beberapa negara untuk penulisan bukunya tersebut, Serbia adalah negara dengan kondisi sepak bola yang paling mengesankan. Antusiasme dan fanatisme masyarakat Serbia, terutama Beograd, yang saya rasakan pun begitu tinggi. Saya pernah tidak dilayani di sebuah café karena saya menggunakan jersey Partizan. Setelah menunggu 30 menit dan pelayan café tidak kunjung menghampiri, maka saya pun memanggilnya. Pelayan tersebut datang pada saya dan bilang, âSorry, I am Red Starâ.
Persaingan kedua tim sudah dimulai dari sejak pendiriannya. Sama-sama didirikan setelah perang dunia kedua, Marshall Tito pemimpin Yugoslavia pada saat itu bersama Partai Komunis Yugoslavia mendirikan klub sepak bola Red Star Belgrade. Merasa dianaktirikan oleh Tito dan kelompok politisi komunis, para tentara dan pejuang Yugoslavia yang dulu berjuang bersama Tito selama perang dunia mendirikan klub sepak bola Partizan tidak lama berselang setelah Tito mendirikan Red Star Belgrade.
Dari sana persaingan pun dimulai. Red Star saat ini memimpin koleksi juara dengan 26 kali menjuarai Liga Serbia, sedangkan Partizan sendiri mengkoleksi 25 titel juara. Pada musim ini, Partizan berada di peringkat pertama Liga Serbia dengan selisih 5 poin atas Red Star di posisi dua klasemen. Butuh beberapa kemenangan lagi untuk Partizan untuk memastikan title juara mereka yang ke 26 musim ini.
Setibanya di Stadion kami membeli tiket di tribun barat. Itu tribun paling aman menurut rekan saya orang Serbia yang pada hari itu tidak jadi menemani kami menonton. Setelah masuk ke stadion, ternyata benar apa yang dikatakan rekan saya tersebut karena di tribun utara dipenuhi oleh Delije (ultras Red Star), tribun selatan dipenuhi oleh Grobary, tribun timur tempat para pendukung (non ultras) Red Star dan Partizan serta barisan petugas kepolisian yang bersiap mengawal kedua pendukung. Tribun barat diisi oleh pendukung Red Star dan orang-orang netral seperti saya dan rekan saya.
Berbeda dengan di Indonesia, disini pendukung team tamu dibolehkan datang ke stadion meskipun tensi pertandingan dan sejarah antara kedua supporter tidak akur. Ketatnya petugas kepolisian dalam mengamankan dan mengawal keselamatan penonton menjadi kuncinya.
Apa yang membuat saya penasaran akhirnya terjadi 15 menit sebelum Kick off. Awalnya keributan terjadi di tribun timur dimana supporter Partizan melakukan penyerangan terhadap supporter Red Star. Ratusan polisi yang berjaga di tribun tampak kewalahan melerai perkelahian antar supporter tersebut.
Ketika kedua supporter saling adu jotos, supporter lainnya di tribun lain bernyanyi seperti memberi semangat bagi kawan-kawannya yang sedang berkelahi. Bahkan seisi stadion bergemuruh dengan keras ketika salah satu pendukung Red Star berhasil memukul jatuh pendukung Partizan yang hendak melempar kembang api ke arahnya. Perkelahian berhenti setelah aparat keamanan gabungan (polisi dan tentara Serbia) datang lebih banyak dan berhasil menarik mundur pendukung Red Star. Namun seperti tidak menerima perlakuan petugas keamanan terhadap rekan-rekannya di tribun timur, ratusan Delije dari tribun utara sontak berlari menyerang petugas keamanan. âPeperanganâ pun terjadi.
Hampir setengah kursi penonton tribun utara habis karena dicopot dan dilempar ke petugas kemananan. Baku pukul terjadi antara petugas kemanan dan supporter. Suporter disini rasanya tidak ada rasa takut sedikit pun kepada petugas keamanan. Bahkan tidak jarang petugas kemanan dengan perlengkapan yang lengkap harus mundur karena serangan supporter.
Kerusuhan ini mengakibatkan kick off tertunda selama sekitar 45 menit. âWah ini mah kita ngga ngelihat bola Mas, kita ngeliat orang berantem aja jadinyaâ, ujar rekan saya. Tampak dari jauh saya melihat beberapa supporter yang jatuh dan terluka sehingga harus mendapat bantuan dari rekannya ataupun petugas. Menurut rilis dari pemerintah setempat, kerusuhan ini mengakibatkan sebanyak 50 orang mengalami luka-luka dan 40 orang ditahan.
Setalah petugas kemanan yang jumlahnya terus bertambah, akhirnya keributan pun berangsur reda dan Kick off dimulai. Suasana di stadion menjadi berbeda setalah wasit meniup peluit untuk memulai jalannya pertandingan.
Tribun utara yang tadinya menjadi tempat peperangan berubah menjadi seperti panggung kesenian. Koreagrafi penonton, pesta kembang api, asap merah yang menutupi seisi tribun, bendera-bendera yang berkibar, dan satu poster besar bergambarkan legenda Red Star menghiasi tribun utara. Mungkin tidak sehebat apa yang sering ditunjukan supporter Borusia Dortmund di Signal Iguna Park, namun apa yang dibuat oleh supporter Red Star bagi saya sangat istimewa. Seolah-olah mereka lupa jika beberapa menit yang lalu terjadi âpeperanganâ yang membuat sebagian dari mereka berdarah-darah.
Sementara itu, di tribun selatan, para Grobary tidak berhenti bernyanyi. Meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari pendukung Red Star, namun gemuruh nyanyian âEveryone Will Always Hearâ terdengar begitu kencang dengan petikan liriknya yang jika diartikan dalam bahasa inggris adalah sebagai berikut:
And everyone will always hear,
I will support my beloved Partizan till death,
Because soul and body are all black and white for the rest let God guard us!
Song let it resound, and you keep fighting, you all play for us!
New victory we will achieve easily, because from the south our voices are heard!
Laga derby selalu menawarkan cerita yang berbeda. Ada ketegangan dan kadang kerusuhan. Dan itu terkadang lahir dari cerita yang akarnya menancap sangat dalam. Simak beberapa cerita derby yang pernah kami tuliskan:Old Firm Derby: Pelampiasan Kebencian Dua Keyakinan
Suporter Celtic: Old Firm Derby Telah Tiada
Sejarah, Kemegahan, dan Meredupnya Derby Della Madonnina
Meluruskan Sejarah Rivalitas di Derby Madrid
Hampden Park Menjadi Saksi Kisah Derby Tertua di Glasgow
Rumitnya Sebuah Loyalitas dalam Derby Wimbledon
Ruhr Derby : Kebencian Si Miskin Schalke pada Si Kaya Dortmund
Persaingan Pendukung Hellas dan Chievo di Kota Verona
Dua Sisi Derby Merseyside
Pada babak kedua pertandingan sempat terhenti beberapa saat karena dari tribun selatan, Grobary menghujani area lapangan dengan ratusan petasan dan kembang api. Wasit menghentikan pertandingan karena sesisi stadion dipenuhi oleh kabut asap.
Jika Anda penggemar sepak bola indah seperti yang diperagakan oleh Barcelona, Anda mungkin akan bosan saat menyaksikan pertandingan di Liga Serbia. Disini jarang ditemukan umpan-umpan pendek yang atraktif, tidak ada gocekan pemain yang dengan indahnya menari melewati dua sampai tiga pemain. Disini kekuatan fisik pemain lebih terlihat. Tidak ada pemain yang berlama-lama menguasai bola sebab pemain lawan tidak segan untuk melakukan tackle keras.
Terbukti pada pertandingan tersebut tidak banyak peluang yang diciptakan, meski lebih mendominasi penguasaan bola, Partizan hanya melakukan delapan kali percobaan memasukan bola, enam diantaranya meleset jauh dari gawang. Berbeda halnya dengan jumlah pelanggaran terjadi, selama 90 menit pertandingan berlangsung terjadi 45 pelanggaran ( 21 dilakukan Red Star dan 24 dilakukan Partizan), berarti setiap dua menit terjadi satu pelanggaran. Pertandingan ini berakhir dengan skor kacamata. Setelah peluit panjang ditiup, saya dan rekan bergegas keluar stadion dan pulang menuju KBRI. Sepanjang perjalanan pulang menuju KBRI jumlah polisi di luar stadion lebih banyak dibanding sebelumnya.
Rasa penasaran akan panasnya atmosfer pertandingan sepak bola disini terjawab sudah. Setibanya di KBRI, saya bercengkrama dengan staff senior KBRI yang sudah bekerja puluhan tahun di Beograd, menurutnya kebiasaan orang Serbia yang berperang menurun pada sifat mereka dalam mendukung kesebelasannya, bahkan tidak jarang kerusuhan sepak bola disini menimbulkan korban jiwa. Mendengar cerita tersebut saya jadi ingat apa yang dikatakan oleh Bill Shanky, pelatih legendaris Liverpool,âSome people think football is a matter of life and death. I assure you, its most serious than thatâ.
Dendi Permana (@dedendi), Pecinta Sepak bola yang saat ini tinggal di Belgrade, Serbia.
Komentar