Sebanyak 14 anggota FIFA telah didakwa pengadilan Amerika Serikat terkait berbagai kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, suap dan pencucian uang. Atas ditangkapnya sejumlah anggota FIFA tersebut penolakan terhadap FIFA era Presiden Josep Blatter kian kencang.
Australia dan Eropa yang diwakili UEFA secara tegas mengatakan ingin menghentikan rezim Blatter yang sudah memimpin FIFA sejak 1998. Ya, mereka tidak ingin pria 79 Tahun tersebut terpilih kembali menjadi presiden FIFA pada periode 2015-2019 mendatang.
Terkait penyalahgunaan kekuasaan dan suap, ditunjuknya Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 termasuk salah satu dosa FIFA di bawah kepemimpinan Blatter. Akan tetapi karena Rusia merupakan tuan rumah Piala Dunia 2018, Rusia secara terang-terangan masih mendukung Blatter sebagai presiden FIFA selanjutnya.
Memang, sejak diputuskan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018, Rusia terus berbenah. Mulai dari membenahi ruas jalan, renovasi dan membangun stadion baru untuk memenuhi kuota 12 stadion yang akan dipakai. Biaya infrastruktur pun tidak murah di mana mencapai sekitar 19,5 miliar dolar lebih. Semua dilakukan secara maksimal karena ini merupakan Piala Dunia pertama yang akan diselenggarakan di kawasan Eropa Timur.
Maka bukan tanpa alasan Rusia langsung mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan AS mengutus FBI meringkus para anggota FIFA. Menurut pihak Rusia, hal tersebut memaksakan hukum dan peraturan sebuah negara kepada negara lain. Apalagi hanya satu anggota  FIFA berkewarganegaraan  AS yang ditangkap saat itu. Ia adalah Aaron Davidson, Presiden Traffic Sports dan Ketua Dewan Gubernur NASL, Liga Sepakbola Amerika Utara.
"Rekan-rekan Amerika, sangat disayangkan mereka menggunakan metode yang sama untuk mencapai tujuan mereka, secara ilegal menganiaya orang. Saya tidak mengesampingkan bahwa hal ini terjadi dalam kaitannya bersama FIFA," ujar Vladimir Putin, Presiden Rusia, dikutip dari Sportsnet.
Putin dan Amerika sendiri memang kerap bertentangan terutama urusan Kedaulatan Negara. Pada September 2013, orang nomor satu di Rusia tersebut pernah mengirim surat terbuka kepada Presiden Amerika, Barrack Obama, berjudul "A Plea for Causion from Rusia" terkait isu pengiriman militer Amerika di Suriah.
Di samping itu, Rusia memang terus membulatkan lingkarannya di Eropa, terutama Inggris, Prancis, Jerman dan Swiss termasuk menginvasi Ukraina. Pada nama negara terakhir tersebutlah membuat keadaan di Ukraina memanas. Situasi politik, demonstrasi anti kepemerintahan semakin menjadi menjalar ke dunia sepakbola. Kemunculan ultras-ultras nasionalis di Liga Ukraina semakin menguat. Melihat kibaran bendera Rusia di tribun pun langsung diserang seperti yang dilakukan Ultras Dnipro kepada suporter FC Kopenhagen.
Para elit Rusia pun mengekspos Amerika dengan cara luar biasa dengan properti-properti dan rekening-rekening bank Eropa. Hal tersebut bisa memangkas kekayaan Amerika dengan menolak penerapan undang-undang Amerika di Eropa.
Sebelum semakin semaraknya kasus penangkapan FIFA pun Putin sempat menuduh Amerika sedang berusaha mendominasi hubungan internasional, terlihat dari tudingan Amerika terlalu memaksakan model pembangunan di Eropa Timur. Upaya Amerika agar terealisasi itu terlihat dari penekanan kepada beberapa pemimpin Eropa supaya tidak hadir pada acara di Moskow sebagai peringatan ulang tahun ke-70 akhir Perang Dunia II Eropa.
Qatar juga tidak lepas dari kontroversi terkait penunjukannya menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Sejumlah negara pun sampai berkonspirasi menjatuhkan Qatar lewat media secara implisit. Diidentifikasi Qatar telah melakukan sogokan "gas" untuk kuasa tuan rumah Piala Dunia 2022.
Di sisi lain langkah yang diambil Rusia dalam mendukung Blatter memang tak lepas agar mereka tetap menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Karena jika menjadi negara penyelenggara turnamen sepakbola terakbar di dunia tersebut, sejumlah keuntungan akan didapat negara penyelenggara. Bayangkan, berapa banyak sponsor, iklan, hak siar sekaligus aset negara terangkat dari gelaran Piala Dunia.
Keteguhan Rusia tetap mendukung Blatter dan antek-anteknya cukup mengherankan mengingat para negara-negara Eropa lainnya, yang diwakili Presiden UEFA Michel Platini dan Wakil Ketua FA David Gill, sudah tegas menolak Blatter kembali menjadi Presiden FIFA empat periode mendatang. Bahkan Inggris tidak sungkan akan menarik diri dari gelaran turnamen Piala Dunia 2018 di Rusia nanti jika Blatter kembali memimpin.
Gill pun menegaskan akan menolak menjadi eksekutif FIFA jika Blatter terpilih kembali menjadi Presiden FIFA. "Mengingat apa yang terjadi, sebagai ketua organisasi itu (FIFA) anda (Blatter) harus mengundurkan diri. Saya menyatakan tidak akan pernah menghadiri pertemuan jika Blatter tetap memimpin. Ini tentang permainan, bukan individu," tegas Gill dikutip dari situs Mirror.
Suara penolakan lantang dari pihak UEFA dan FA seolah membuat banyaknya mansion mewah Rusia di London Inggris menjadi sia-sia jika dikaitkan dengan urusan sepakbola. Sebuah tanda tanya besar mengenai bersikukuhnya Rusia tetap mendukung Blatter. Atau memang pihak Rusia takut terungkap sesuatu mengenai terpilihnya menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018?.
Komentar