Kepastian Sinisa Mihajlovic meninggalkan Sampdoria demi melatih AC Milan dikabarkan tinggal menunggu waktu saja. Tapi penghuni kursi kepelatihan Ia Samp, julukan Sampdoria, tidak lama-lama dibiarkan kosong agar para suporter tidak terlalu kecewa. Mereka secara resmi telah mengumumkan untuk menunjuk Walter Zenga menggantikan Sinisa Mihajlovic.
Kendati tidak mempersembahkan satu gelar pun kepada Sampdoria layaknya Vujadin Boskov ketika meraih gelar Scudetto 1990/1991, namun setidaknya Mihajlovic meninggalkan kesan baik atas penampilan Ia Samp musim ini.
Penampilan kesebelasan asal Kota Genoa tersebut di Serie A musim ini mampu berbicara lebih banyak ketimbang musim sebelumnya. Pada awal musim ini Sampdoria sempat menembus peringkat tiga besar. Kendati klasemen akhir menjawab kepada mereka duduk di peringkat ke-7. Tapi kegigihan Angelo Palombo dkk untuk bertahan di papan atas patut diacungi jempol. Apalagi setidaknya tiket untuk berkompetisi pada Europa League musim depan berhasil digenggam Sampdoria.
Sebetulnya jatah lolos ke Europa League musim depan didapatkan Genoa. Akan tetapi masalah stadion yang tidak layak menggagalkan Genoa berkiprah ke Europa League 2015/2016. Carut marut krisis keuangan di sepakbola Italia memang mempengaruhi pembangunan stadion pada umumnya. Padahal stadion sepakbola merupakan salah satu yang paling penting bahkan dinilai dari toilet sekalipun.
Tentu berat melepaskan nahkoda yang sempat membawa kesebelasan berkembang ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Perginya Mihajlovic dari Stadion Luigi Ferraris, markas Sampdoria, diperkirakan akan membuat Ia Samp layaknya lagu Radiohead berjudul âLet Downâ. Digambarkan seperti serangga yang hancur di daratan. Cangkangnya hancur, mengeluarkan cairan, sayapnya terkejang-kejang dengan kaki telah hilang dan berakhir dengan omong kosong jika dianalogikan ketika harus degradasi pada musim 2010/2011.
Sampdoria sempat mengalami keterpurukan saat masa-masa awal Mihajlovic menjabat sebagai pelatih. Pada tahun 2013 tersebut, posisi Sampdoria tersebut sempat melorot hingga ke papan bawah klasemen. Namun Zenga berjanji tidak akan mengulangi catatan buruk tersebut. "Saya katakan kepada fans saya tidak akan membiarkan tim ini terjatuh," tegas Walter Zenga seperti yang dilansir dari Football Italia setelah resmi ditunjuk menjadi pelatih baru Palombo dkk.
Zenga bukanlah nama asing di pesepakbolaan Italia karena ia salah satu penjaga gawang tangguh dari negeri Pizza tersebut. Bersama Internazionale Milan, Zenga  berhasil meraih scudetto 1988/1989. Di Kota Genoa pun Zenga menjaga gawang Sampdoria selama dua musim dari 1994-1996. Maka dari itu ia bukanlah orang asing bagi penghuni Luigi Ferraris. Kendati cuma mengecap 41 kali laga sebelum pindah ke Padova.
Walter Zenga (kiri) saat masih memperkuat Internazionale Milan
Maka bukan hanya Rafael Benitez saja yang memperkenalkan dirinya dengan emosional kepada awak media saat konferensi pers pertamanya saat menjadi Pelatih Real Madrid. Zenga pun merasa memiliki ikatan batin dengan Sampdoria. Pastinya ia sempat merasakan nyanyian dukungan sekeras klakson skuter yang dikendarai rakyat Genoa untuk mendukung Ia Samp setiap pertandingannya.
"Sangat emosional untuk kembali ke sini. Saya memiliki dua tahun yang tidak terlupakan di Genoa," ungkap pria yang kini berkepala plontos tersebut seperti yang dikutip USA Today.
Dirinya mulai mendapatkan pengalaman menjadi pelatih ketika 1999 di Liga Amerika bersama New England Revolutions merangkap sebagai pemain dan pelatih. Baru pada 2004/2005 Zenga sukses menjadi pelatih dengan membawa Steaua Bucuresti menjadi juara Liga I Rumania.
Pada tahun berikutnya kesuksesannya kian meningkat setelah mempersembahkan dua gelar juara bagi Red Star Belgrade dengan menggondol Superliga Serbia dan Piala Serbia musim 2005/2006.
Pria kelahiran Kota Milan tersebut mulai melatih kesebelaan Italia saat menangani Catania pada 2008/2009. Kemudian ia ke Palermo pada musim berikutnya. Pada 2010 ia memilih hijrah ke Liga Arab Saudi melatih Al Nassr setelah menjadi korban pemecatan Maurizio Zamparini Presiden Palermo.
Walau sampai sekarang Zenga masih belum mempersembahkan gelar lagi buat kesebelasan-kesebelasan yang dilatihnya, ia masih layak masuk ke dalam kategori mantan kiper yang cukup sukses melatih suatu kesebelasan.
Zenga memiliki selera hampir mirip dengan Mihajlovic dalam strategi permainan kesebelasannya. Dua pelatih tersebut sama-sama gemar menerapkan formasi 4-3-3. Hanya saja Mihajlovic lebih memiliki alternatif dengan pola 4-3-1-2. Kecenderungan permainannya pun sama dengan menerapkan gaya bertahan, pressing tinggi, terus mengejar bola lalu melancarkan serangan balik cepat menjadi andalan baik Mihajlovic maupun Zenga.
"Tim saya akan selalu memainkan sepakbola yang baik dan berjuang sampai detik terakhir," beber Zenga.
Tapi kedatangan pria 55 tahun tersebut langsung memiliki pekerjaan rumah yang akan merepotkan pada bursa transfer musim panas 2015 mendatang. Ya, apalagi jika bukan menjaga para pemain andalan musim 2014/2015 agar tetap berada di dalam skuat musim depan untuk memperkuat komposisi kiprah di Liga Eropa.
Paling kentara saat ini isunya Citadin Eder akan diboyong Mihajlovic ke Milan. Belum lagi beberapa pilar penting lain seperti Sergio Romero, Djamel Mesbah, Ezequiel Munoz, Lorenzo De Silvestri, Pedro Obiang, Roberto Soriano dan Stefano Okaka, diincar banyak kesebelasan lain. Nama-nama tersebut belum termasuk pemain-pemain pinjaman penting yang harus dikembalikan andai tidak sanggup ditebus Ia Samp seperti Emiliano Viviano, Alessio Romagnoli, Matias Silvestre dan Afriyie Acquah.
Jika Zenga merasa dekat dengan Kota Genoa maka ia harus tahu betul bagaimana terbang bersama Sampdoria. Nampaknya ungkapan emosional yang dikeluarkan mulutnya pun merupakan sebuah ikrar yang pernah ia pegang saat masih menjadi pemain Sampdoria. Janji yang ditanamkan tentang tidak akan membiarkan Ia Samp terjatuh seperti âLet Downâ karya Radiohead. Dengan nada vocal panjang berujar "And one day..." kemudian "I'am going to grow wings". Seterusnya Zenga pun memang harus memahami betul sedang melatih siapa. Jangan sampai ia terjatuh di lantai dan terpantul kembali memilih berkarir di luar tanah Italia.
Komentar