Setiap turnamen Copa America digelar, negara-negara seperti Brasil, Argentina, ataupun Uruguay menjadi kesebelasan yang akan diunggulkan mengakhiri turnamen dengan trofi juara. Wajar memang, ketiga negara tersebut total telah menjuarai Copa America sebanyak 37 kali, Uruguay terbanyak dengan 15 gelar, dari 44 kali turnamen ini digelar.
Namun pada gelaran Copa America dua edisi terakhir, terdapat satu negara yang selalu muncul memberikan kejutan. Negara tersebut adalah Venezuela.
Setelah hanya menjadi kesebelasan hiburan hingga tahun 2004, yang mana selalu gugur sejak ronde pertama, Venezuela berhasil mencapai babak perempat final pada Copa America 2007. Saat itu, kesebelasan berjuluk La Vinotinto ini memuncaki klasemen grup A setelah mengalahkan Peru serta menahan imbang Uruguay dan Bolivia.
Banyak yang menilai kejutan yang diberikan Venezuela tersebut karena saat itu mereka bertindak sebagai tuan rumah. Apalagi setelah dikalahkan Uruguay dengan skor 4-1 pada babak perempat final, nama Venezuela pun kembali meredup.
Namun mereka membuktikan diri tiga tahun berselang. Tergabung bersama Brasil, Ekuador, dan Paraguay di grup B, Venezuela kembali berhasil melangkah ke babak berikutnya setelah menjadi runner-up. Brasil dan Paraguay berhasil ditahan imbang, sementara Ekuador ditaklukkan dengan skor 1-0. Di peringkat dua pun Venezuela hanya kalah selisih gol dari pemuncak klasemen, Brasil.
Kejutan lain dilakukan Venezuela pada babak perempat final. Menghadapi Cile yang menjadi juara grup C, Venezuela berhasil menang dengan skor tipis 2-1. Gol Gabriel Chichero pada menit ke-80 membuat Venezuela untuk pertama kalinya melangkah ke babak semi-final Copa America.
Pada babak semi-final, Venezuela dihadapkan kembali melawan Paraguay. Namun Venezuela tak begitu diunggulkan setelah Paraguay berhasil melangkah ke babak semi-final usai mengandaskan Brasil yang dihuni sejumlah pemain bintang kesebelasan Eropa.
Namun Venezuela tak menyerah begitu saja. Pertandingan keduanya berjalan sengit sehingga skor bertahan hingga 120 menit. Pertandingan pun otomatis harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Sialnya, tendangan Franklin Lucena gagal mengeksekusi dengan baik sementara Paraguay menyapu bersih seluruh tendangan penaltinya.
Venezuela berkesempatan mencatatkan prestasi terbaiknya pada perebutan tempat ketiga menghadapi Peru. Namun Peru yang gagal melangkah ke babak final gara-gara dua gol yang dicetak Luis Suarez, mengamuk ke gawang Venezuela dengan mencetak empat gol yang hanya berbalas satu gol.
Meskipun hanya meraih peringkat empat, prestasi tersebut cukup memberikan kepercayaan diri lebih pada Venezuela. Apalagi hasil tersebut membuat peringkat Venezuela di FIFA naik ke peringkat 39 atau naik sekitar 29 peringkat.
Dan nyatanya, Venezuela kembali membuktikan diri bahwa mereka bukan lagi kesebelasan lemah pada Copa America kali ini. Pada laga pertama, skuat besutan Noel Sanvicente ini sukses menumbangkan Kolombia yang dihuni pemain macam James Rodriguez, Juan Cuadrado, Radamel Falcao dan Jackson Martinez. Kekalahan yang diderita Brasil atas Kolombia pun membuat persaingan grup C ini semakin sengit.
Baca juga artikel lain tentang Copa America:
Dimulai Sejak Era Richard Paez
Sebenarnya tak mengherankan jika Venezuela bukanlah kesebelasan unggulan atau kesebelasan yang terbiasa menelan kekalahan. Hal ini dikarenakan sepakbola bukanlah olahraga yang paling digemari negara berpenduduk lebih dari 30 juta jiwa ini.
Sepakbola masih kalah populer dibanding baseball di Venezuela. Sepakbola pun tak lebih populer ketimbang bola basket. Apalagi setelah timnas Venezuela tak pernah memberikan prestasi, sepakbola pun akhirnya tak bisa menjadi no.1 di Venezuela.
Adalah usaha Richard Paez yang membuat sepakbola mulai lebih dilirik pada era sekarang ini. Selain menemukan bakat-bakat terbaik seperti Giancarlo Maldonado, spesialis tendangan bebas Jose Manuel Rey, dan pemain paling berbakat sepanjang sejarah Venezuela, Juan Arango, Paez berhasil memperbaiki mental anak asuhnya.
âDi masa lalu, kami tahu bahwa kami akan kalah sehingga dalam setiap pertandingan selalu berusaha untuk tak kalah dengan skor memalukan. Namun saat ini kami mencoba fokus untuk bermain dengan seimbang, baik itu saat menyerang maupun saat bertahan,â ujar Paez ketika diwawancarai Reuters pada 2004.
Menangani Venezuela sejak 2001, Paez kemudian memberikan prestasi terbaik bagi Venezuela pada Copa America 2007. Namun ketika peluang Venezuela semakin tertutup pada kualifikasi Piala Dunia 2010, pelatih Venezuela pertama yang meraih trofi bersama kesebelasan di luar Venezuela ini memutuskan untuk mengundurkan diri.
Namun kepergian Paez ini menyisakan semangat dan mimpi yang tinggi bagi sepakbola Venezuela. Pelatih Venezuela berikutnya, Cesar Farias, menjaga semangat tersebut yang mana kemudian mengantarkan Venezuela ke peringkat empat Copa America.
âVenezuela kini memiliki pengalaman dan kedewasaan untuk melangkah ke level berikutnya. Kami semua berpikir bahwa akan ada kesempatan baik setelah gelaran Copa America ini,â ujar Farias, dilansir dari fifa.com.
Namun ternyata Farias gagal mengantarkan Venezuela lolos ke Piala Dunia 2014. Atas ekspektasi yang semakin tinggi dari publik Venezuela, Farias pun didepak dari kursi kepelatihan Venezuela. Ya, target Venezuela kini adalah bisa berlaga di Piala Dunia.
Meskipun begitu, Farias mengakui bahwa sepakbola di Venezuela telah bangkit dan tak ragu untuk menggantungkan target yang lebih tinggi. Dan ini semua terjadi berkat gairah sepakbola yang terus meningkat serta perkembangan sepakbola itu sendiri yang mulai lebih mendapatkan perhatian.
âAlasan kami selalu gagal pada masa lalu adalah perkembangan sepakbola yang lamban. Tapi saat ini, negara ini sudah menunjukkan perubahan signifikan di bidang sepakbola. Dan perubahan itu sangat nyata. Karenanya target kami berikutnya adalah Piala Dunia,â tambahnya.
Kini, Venezuela dilatih oleh pelatih paling sukses di Venezuela, Noel Sanvicente. Saat ditunjuk menjadi pelatih Venezuela, pelatih berusia 50 tahun tersebut dibebani target untuk membawa Venezuela lolos ke Piala Dunia 2018.
Namun sebelum melangkah ke sana, Copa America menjadi ajang pembuktian bagi kemampuannya menangani timnas Venezuela. Meski sempat diragukan setelah menelan empat kekalahan pada empat laga uji coba perdananya (dikalahkan Jepang, Korea Selatan, Cile, dan Bolivia), Sanvicente membuktikan diri dengan menaklukkan Kolombia pada pekan pertama.
Di Antara Ratu Sejagat dan Telenovela
Harapan besar untuk berbuat banyak di Copa America pun semakin berdatangan. Berbagai dukungan pada timnas Venezuela terus berdatangan dari segala kalangan, termasuk aksi telanjang para presenter Venezuela.
Ya, penduduk Venezuela sudah semakin ingin melihat kesebelasan sepakbolanya semakin dikenal di dunia dengan prestasinya. Penduduk Venezuela berharap sepakbola bisa mengharumkan nama Venezuela di kancah internasional seperti yang telah dilakukan para Miss Universe Venezuela. Untuk diketahui, Venezuela adalah negara yang paling banyak melahirkan Miss Universe setelah AS.
Sepakbola juga bisa menjadi kartu pos dengan gambar-gambar yang baru bagi Venezuela. Jika sebelumnya Venezuela identik dengan telenovela, sepakbola bisa memberikan gambaran yang baru dan segar tentang Venezuela di mata dunia.
Telenovela, menurut buku berjudul Venezuela (Greenwood Publishing Group: 210, hal. 320), merupakan salah satu ekspor terpenting Veenzuela. Media Venezuela sangat banyak mengekspor produk-produk mereka ke Amerika Serikat dan ke negara-negara berbahasa Spanyol lainnya. Topacio, salah satu judul telenovela produksi Venezuela, dipasarkan ke lebih 45 negara, dari Polandia, Russia China hingga Filipina dan Turki.
Memberikan gambaran yang baru bagi Venezuela, yang bukan sekadar negeri penghasil Miss Universe dan telenovela, bisa dimulai dengan berprestasi di Copa America 2015 ini.
foto: dailymail.co.uk
Komentar