Sepakbola di Bosnia Herzegovina bakal menghadapi masa depan dengan optimis. Optimisme mengenai masa depan sepakbola Bosnia itu berbarengan dengan sejumlah kemajuan yang mulai terlihat dalam berbagai bidang.
Bosnia adalah negara yang sedang terus memulihkan diri dari perang ganas selama 20 tahun. Bosnia menjadi ladang pembantaian dan kekejian yang bahkan sampai menelan nyawa hingga sekitar 100 ribu nyawa. Pembantaian Srebrenica menjadi salah satu tragedi kemanusiaan dahsyat dalam sejarah Eropa, tragedi yang lahir atas nama pertikaian etnis.
Bertahun-tahun lamanya Serbia menghiasai headline berita dunia dengan kabar konflik, kekerasan, dan pembantaian yang tak kunjung surut. Bosnia, bagi generasi 1990an, di mana pun mereka tinggal, tak terkecuali Indonesia, merupakan atau identik dengan kabar buruk yang mengerikan. Apalagi bagi kita di Indonesia, yang mayoritasnya muslim, Bosnia rasanya cukup akrab di telinga -- nyaris mendekati persepsi kita terhadap Palestina.
Sejarah kekerasan yang menimpa bangsa Bosnia sudah berlangsung ratusan tahun. Mereka merasakan seperti apa pendudukan oleh Kekhalifahan Ottoman yang menjadi awal masuknya Islam di wilayah ini. Setelah Perang Dunia I, bangsa Serbia terjepit oleh konflik antara Serbia dan Kroasia. Beberapa muslim Bosnia berpihak pada Serbia, ada juga yang memihak Kroasia.
Di masa Yugoslavia diperintah oleh Joseph Broz Tito, Bosnia didorongnya menjadi sebuah negara bagian untuk membendung pengaruh dan kekuatan Serbia. Sementara Serbia menginginkan Bosnia masuk wilayahnya karena banyaknya orang Serbia yang berada di wilayah Bosnia. Tapi untuk sementara Tito menang dan Bosnia relatif aman.
Setelah Yugoslavia bangkrut, Bosnia dan Herzegovina pun memutuskan memerdekakan diri melalui sebuah referendum. Hal tersebut ditentang oleh Serbia. Dipimpin Radovan Karadzic, orang-orang Serbia di Bosnia pun mendirikan Republik Srpska. Dari situlah awal mula pembantaian mengerikan. Dengan pasukan yang dipimpin Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia di Bosnia pun berhasil menguasai wilayah itu.
Tak hanya menguasai, mereka pun melancarkan upaya pembersihan etnis. Pembantaian, pembunuhan, pemerkosaan dilakukan secara brutal dan massif. Korban bangsa Serbia di Bosnia ini sangatlah banyak.
Dunia, melalui PBB dan NATO, akhirnya harus turut campur. Mereka berhasil memaksa orang-orang Serbia untuk menghentikan kekerasan dan pembunuhan. Melalui Perjanjian Daytona, kemerdekaan Bosnia-Herzegovina pun ditegakkan. Akan tetapi, Bosnia-Herzegovina harus menerima Republik Srpska berdiri sendiri.
Kedamaian, pelan-pelan dan dengan usaha yang keras, akhirnya mulai terwujud. Sejarah sepakbola Bosnia pun dimulai.
Sepakbola memainkan peran ambigu di masyarakat Bosnia-Herzegovina dalam memperkuat negara dan menyebarkan harmonisasi antara kelompok multi-etnis. Pada akhir 1980-an pun sudah terlihat bagaimana kekuatan politik yang kuat menggenggam organisasi sepakbola di Bosnia-Herzegovina dan federasi serta sepakbola pun digunakan sebagai alat oleh para nasionalis untuk keuntungan pribadi.
Bosnia-Herzegovina Sempat Mati Suri
Pada 2000, FIFA dan UEFA memaksa federasi sepakbola Bosnia dan Kroasia untuk bergabung dan mereka harus menyatu dengan federasi sepakbola Republik Srpska. Sebelumnya Bosnia-Herzegovina masih menjadi sub-asosiasi sepakbola bekas Yugoslavia di Sarajevo.
Baru dua tahun kemudian, pada 2002, mereka membentuk Serikat Federasi Sepakbola Bosnia-Herzegovina (N/FSBiH) dan Liga Primer Bosnia-Herzegovina pun didirikan. Ini merupakan unifikasi antara federasi sepakbola Bosnia-Herzegovina, yang berkedudukan di Sarajevo, dan federasi sepakbola Sprska yang berlokasi di Banja Luka. Unifikasi federasi ini diikuti dengan unifikasi liga pada musim 2002-2003 dan berlanjut hingga hari ini.
Liga Primer Bosnia-Herzegovina membantu para suporternya untuk untuk melakukan perjalanan ke kota-kota dengan etnis yang berbeda. Klub-klub dari Republik Sprska, yang dikuasai etnis Serbia, bertanding ke wilayah Bosnia-Herzegovina yang mayoritas diisi etnis Bosnia dan Kroasia -- begitu juga sebaliknya. Dari situlah dimulai perjumpaan yang akhirnya mencoba membangun rekonsiliasi. Melalui sepakbola, melalui para suporter yang melakukan away.
Kesebelasan Bosnia-Herzegovina pun menjadi lebih multi-etnis dan telah mendapatkan dukungan dari etnis Bosnia, Bosnia Serbia dan Bosnia Kroasia, contohnya Edin Dzeko dan Asmir Begovic merupakan etnis Bosnia sedangkan Zvjezdan Misimovic dari etnis Serbia. Tapi mereka bisa bergabung ke dalam tim nasional yang sama, tim nasional Bosnia-Herzegovina. Mereka menjadi bagian penting proyek membangun kebanggaan dan persatuan nasional melalui sepakbola.
Tidak ada diskriminasi antara seorang muslim dengan Kristen ortodoks di lapangan sepakbola. Tiga etnis utama di Bosnia-Herzegovina, yaitu eetnis Bosnia, Kroasia dan Serbia, pelan tapi pasti relatif bisa saling menerima dan mendukung di dalam tim nasional.
Sepakbola, di sini, lagi-lagi menjadi jembatan menuju rekonsiliasi. Dan peran sepakbola di situ tak bisa dianggap remeh.
Situasi ruang ganti Bosnia-Herzegovina
Selain itu N/FSBiH sering mengadakan pertandingan berbentuk mini turnamen U-17 dan U-19 di sebuah pusat pelatihan Zenica yang dibuka sejak September 2013. Fasilitas tersebut dibangun 40 lapangan kecil, sembilan di antaranya merupakan lapangan khusus bagi kaum disabilitas.
Semua fasilitas tersebut tidak lepas dari bantuan dari UEFA dan bisa digunakan semua kesebelasan. Bahkan rencana ke depan yaitu membangun infrastruktur sepakbola anti-banjir. Ya, banjir merupakan salah satu persoalan laten yang  selalu melanda negara di semenanjung Balkan selatan ini sejak tahun lalu.
Baca juga : Darah dan Doa Sepakbola Kosovo
Walau sepakbola semakin maju namun mereka tetap menghadapi berbagai persoalan. Mereka bahkan pernah di-sanksi UEFA dan FIFA pada 1 April 2011 yang berujung pada larangan Bosnia-Herzegovina berlaga di setiap pertandingan resmi sampai ada perbaikan dalam struktur asosiasi sepakbolanya. Pasalnya saat itu N/FSBiH memiliki tiga presiden dari masing-masing etnis yakni Bosnia, Serbia Bosnia dan Kroasia Bosnia. Itu tidak lepas dari tradisi pemerintahan di sana, namun FIFA tidak mentolerir itu karena setiap federasi harus dipimpin oleh satu presiden saja.
Walau pada akhirnya suspensi dicabut pada 30 Mei 2011 setelah adanya undang-undang baru. Di sisi lain sanksi tersebut secara bulat diterima kedua pihak yang terlibat yakni N/FSBiH dan Republika Srpkska. Tetapi kesepakatan itu membahayakan peluang FK Borac Banja Luka, kesebelasan Republika Srpska, untuk tampil pada kualifikasi Liga Champions.
Bosnia-Herzegovina baru kembali setelah beberapa tokoh politik di federasi dipecat. Manajemen pun tetap mempertahankan Safet Susic sebagai pelatih tim nasional Bosnia-Herzegovina.
"Negara ini terkoyak oleh masalah politik dan ekonomi," cetus Susic yang kini sudah tidak melatih Bosnia-Herzegovina lagi.
Lini Massa Piala Dunia 2014
Ketika Bosnia-Herzegovina lolos kualifikasi Piala Dunia 2014 Brasil setelah mengalahkan Lithuania 1-0, Ibu Kota Sarajevo seolah meletus. Kemenangan tersebut terasa lebih berarti dari sekedar tiket ke Brasil untuk sebuah negara yang masih belum pulih sepenuhnya dari luka-luka perang.
Piala Dunia bisa menggantikan isu-isu sosial yang memanas seperti pengangguran, kemiskinan dan ketegangan etnis dominan di setiap sudut negara yang dibatasi Kroasia, Serbia dan Montenegro ini.
Kegilaan terjadi di luar batas normal mengelilingi keberhasilan mereka lolos dari babak kualifikasi untuk pertama kalinya. Keberhasilan itu seolah mengingatkan mereka ketika konflik Bosnia dengan Serbia 1992-1995 atas perjuangan antara etnis. Sarajevo pun dikepung sekitar 50 ribu suporternya ketika memastikan lolos. Para pemain pun kesulitan untuk melakukan perjalanan ke rumah masing-masing.
Situasi pesta rakyat Bosnia-Herzegovina di jalanan Sarazevo diambil dari salah satu siaran televisi saat lolos ke Piala Dunia 2014 Brasil
Si Naga (The Dragons), julukan Bosnia-Herzegovina, memang memiliki basis pendukung yang luar biasa dan selalu teratur mengisi stadion di setiap pertandingan kandang, bahkan bisa mengalahkan jumlah suporter tuan rumah ketika menyaksikan langsung laga tandang. Mereka belajar dari peristiwa menyakitkan di masa lalu, dan menarik peristiwa itu sebagai inspirasi untuk membangun solidaritas nasional.
Lolosnya Bosnia itu memang menjadi sebuah sukacita nasional yang dirayakan secara maksimal. Itu seperti menjadi hari besar yang memulihkan, setidaknya untuk sebagian, luka akibat penderitaan panjang. Semua datang dan berpesta seakan tidak ada yang sudi melewatkan merayakan hari besar dengan datang bersama-sama dan merayakan peristiwa bersejarah itu.
Setelah pengakuan dari FIFA pada Juli 1996, kesebelasan negara tersebut perlahan memang semakin kuat. "Lihat tim saya. Kami memiliki dua striker top pada Edin Dzeko dan Vedad Ibisevic, beberapa gelandang yang sangat kreatif tetapi juga sanggup menyerang dengan pintar seperti Zvjezdan Misimovic atau Miralem Pjanic," ujar Susic sewaktu masih melatih Bosnia-Herzegovina.
Sayangnya kekuatan yang membuat Susic percaya diri tersebut tidak mampu menembus fase grup Piala Dunia 2014 Brasil. Mereka cuma menang satu kali melawan Iran sedangkan dua pertandingan lain dikalahkan Argentina dan Nigeria sehingga cuma menempati peringkat tiga grup F Piala Dunia 2014 Brasil.
Meskipun keluar secara dini dari babak grup Piala Dunia 2014 Brasil, namun skuat Si Naga tetap membawa senyum di balik wajah penderitaan panjang negara mereka. Setidaknya kiprah Edin Dzeko dkk pada Piala Dunia 2014 bisa menjadi candu bagi masyarkat sebagai obat yang menyembuhkan luka lama untuk sementara waktu, membawa masyarakat bisa bersama-sama dalam satu atap menyaksikan tim nasional Bosnia-Herzegovina bertanding di ajang tertinggi sepakbola.
Perjalanan rekonsiliasi antar-etnis di Bosnia Herzegovina masih harus diselesaikan. Persoalan-persoalan masih ada, bara kadang masih meletup kecil-kecil. Perjalanan ini masih belum sudah. Tapi sepakbola, setidaknya, pernah (untuk sesaat) mempersatukan semuanya dalam suka-cita yang melahirkan perasaan sebagai satu bangsa yang saling mengikatkan diri satu sama lain. Dan semoga, sepakbola masih akan bisa melahirkan momen-momen persatuan yang mengharukan -- sebagaimana saat Sarajevo dikepung oleh rakyat yang histeris ketika tim nasional Bosnia berhasil lolos ke Piala Dunia 2014.
Sumber : ESPN, FIFA, UEFA, Independent, Daily Mail, The Hard Tackle, Wikipedia,
Komentar