Kabar hengkangnya Carlos Tevez dari Juventus semakin kencang. Penyerang yang terkenal dengan gaya main yang ulet, gigih dan rajin menjemput bola ini memang sudah lama ingin kembali ke kampung halamannya untuk memperkuat kesebelasan masa kecilnya, Boca Juniors.
Ini mungkin memang bukan soal uang, melainkan soal nilai-nilai imaterial berupa tanah air, kampung halaman dan asal usul. Sehingga, tidak heran, banyak Juventini yang -- kendati merasa sedih-- tapi bisa menerima jenis kepergian ala Tevez ini. Jelas berbeda dengan penerimaan fans Manchester United kala Tevez memutuskan bergabung ke Manchester City.
Yang menarik, harga transfer Tevez ke Boca disebut-sebut tidak terlalu mewah untuk ukuran seorang penyerang top sepertinya. Harganya dikabarkan tidak lebih dari lima juta euro saja. Hanya saja, selain mendapatkan uang yang tidak terlalu spektakuler itu, Juventus dan Boca dikabarkan sepakat untuk memasukkan nama Guido Vadala sebagai bagian dari kesepakatan transfer.
Pertanyaannya: apakah Vadala sepadan sebagai bagian transfer kepindahan pemain yang perannya sangat vital bagi Juventus itu? Memangnya siapa Vadala?
Bagi gamers Football Manager, namanya mungkin tak terlalu asing. Namanya memang termasuk salah satu wonderkid di permainan yang menyimulasikan kita sebagai manager sebuah kesebelasan tersebut. Di situs footballmanagerstory.com, harga Vadala mencapai 30,5 juta poundsterling pada usia 25 tahun, di mana saat berusia 18 tahun, atau pada musim 2014/2015, hanya dibanderol 250 ribu pundsterling. Situs ini pun menunjukkan Vadala yang merupakan pemain Juventus, namun baru pada musim 2021/2022.
Vadala memang masih ingusan, baru 18 tahun. Tapi jangan ragukan reputasinya. Publik sepakbola di Argentina belakangan ini sudah sangat akrab dengan kiprahnya sebagai pemain muda penuh bakat.
Ia sempat menjadi pemberitaan pada 2010 saat trial di La Masia, akademi Barcelona yang termasyhur itu. Ketika itu ia sudah disebut sebagai "Messi Baru" dengan alasan sederhana: (1) sama-sama lahir di Rosario, bahkan tempat kelahiran Vadala hanya beda beberapa blok saja dengan tempat kelahiran Messi dan (2) sama-sama menginjakkan kaki di La Masia pada usia 12 tahun.
Menyadari bahaya dibesar-besarkan media, apalagi digadang-gadang sebagai "Messi Baru", ayahnya memutuskan untuk menerima proposal Boca Juniors yang bukan hanya menawarkan bergabung di akademinya tapi juga menjamin pendidikannya. Sang ayah agaknya tidak ingin anaknya rusak dengan lebih cepat atas nama ekspektasi.
"Guido Vadala bermain seperti Messi, orang-orang di Rosario yang pernah melihat Messi di masa kecil dan banyak yang mengatakan demikian. Tapi dia sudah mengatakan kepada saya bahwa ia hanya ingin bersenang-senang dan saya sebagai orang tua juga ingin ia menikmati saat ini dengan rileks tanpa tekanan," kata sang ayah.
Pada laman Labombinera.com, ia mengatakan bahwa keputusannya kembali ke Boca Juniors, ketimbang menerima pinangan Barcelona, Juventus hingga Atalanta, karena ingin menghabiskan masa remajanya di tanah kelahiran, juga agar bisa lebih dekat dengan keluarganya.
Pada 2012 ia sudah bermain di berbagai ajang kompetisi dan turnamen sepakbola usia muda di Argentina. Di usianya yang baru 15 tahun, pada 2013, ia mencetak 32 gol sekaligus mengantarkannya sebagai top skor di semua level kompetisi usia muda di Argentina. Di tahun itu juga ia didapuk sebagai pemain amatir terbaik oleh federasi sepakbola Argentina (AFA) untuk semua kelompok usia, baik yunior maupun kompetisi amatir senior.
Selama dua tahun memperkuat kesebelasan yunior Boca Juniors di berbagai ajang, dari 2013-2014, ia mencetak 50 gol. Itulah yang akhirnya membuat Boca Juniors lekas-lekas memberinya kontrak profesional pada 1 Januari 2015. Keputusan itu diambil langsung oleh Carlos Bianchi, manajer kesebelasan Boca Juniors senior. Sejak itu, Vadala sudah bergabung di tim senior, sehari-hari berlatih bersama pemain-pemain senior.
Sebelum kontrak profesional itu dilakukan, Vadala sebenarnya sudah ditarik ke tim senior. Pada pra-musim 2014-2015, ia sudah bergabung dengan tim senior dalam persiapan kompetisi. Debut "tidak resmi" Vadala di level senior terjadi pada pra-musim 2014-2015 saat Bianchi memberinya kesempatan bermain menghadapi Estudiantes. Usianya kala itu baru 17 tahun.
Tidak heran jika tiap kali ia kembali ke tim yunior, atau tim cadangan, Vadala menjadi kelewatan menonjolnya. November 2014, misalnya, saat menghadapi tim cadangan Argentinos Juniors, ia mencetak 7 gol saat Boca unggul 8-2.
Aksi Vadala saat mencetak 7 gol ke gawang Argentinos Juniors
Bergabung secara resmi pada 1 Januari 2015 dengan tim senior, tidak butuh waktu lama bagi Vadala untuk memulai debutnya di level profesional. Pada 18 Februari 2015, di ajang Piala Libertadores melawan Club Deportivo (CD) Palestino dari Chile, Vadala melangkahkan kaki di level senior dengan masuk lapangan pada menit ke-76 menggantikan Sebastian Palacios. Sejarah pun dimulai!
Dengan tinggi hanya 168 cm, Vadala menambah deretan pemain mungil dengan bakat luar biasa yang diproduksi Argentina, melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Maradona, Ortega, Aimar, Saviola, Tevez hingga Messi. Kekuatan dan kelebihan Vadala ada pada dribling yang liat, kecepatan yang mumpuni, dan kedua kaki yang sama hidupnya. Ia sangat sulit dihentikan dalam situasi menyerang melalui umpan pendek satu dua.
Vadala bisa ditempatkan sebagai gelandang serang di belakang striker. Di tim senior Boca, ia kerap dipasang di sisi kanan. Vadala memang punya kedua kaki yang sama baiknya, walau kaki kirinya lebih mematikan. Itulah sebabnya Bianchi menaruhnya di sisi kanan, guna memberinya kebebasan bergerak ke dalam atau menusuk jantung pertahanan untuk kemudian mengakhiri gerakannya dengan tembakan kaki kiri.
Tentu saja Vadala masih harus membuktikan bahwa reputasi yang sudah diterimanya dari publik Argentina di level yunior terus berlanjut di level senior dan profesional. Sudah banyak cerita tentang pemain-pemain muda yang digadang-gadang potensial tapi meredup dengan cepat di level senior.
Jika memang benar kabar kencang dalam satu hari terakhir bahwa Vadala menjadi bagian kesepakatan transfer Tevez dari Juventus ke Boca Juniors, maka Vadala mendapatkan kesempatan luar biasa untuk mematangkan diri dalam iklim sepakbola yang sangat menjunjung pendekatan taktik. Di Italia, di mana taktik menjadi bagian pokok dari kegilaan terhadap sepakbola, Vadala bisa mengunduhnya sebanyak mungkin pengetahuan dan pengalaman mengenai taktik.
Juventus boleh jadi memang menjadi tempat yang tepat baginya mengasah kemampuan sepakbolanya. Dalam beberapa musim terakhir, sejak ditangani Conte, dan dilanjutkan Allegri, Juventus menjadi salah satu kesebelasan di Eropa yang mahir mengubah-ubah skema bermain.
Juventus amat adaptif dengan lawannya, tak mengharamkan mengubah sedikit gaya dan skema guna mengantisipasi lawan. Dari 3-5-2, 4-4-2 atau 4-3-3 dengan Vidal yang rajin merengsek di antara dua penyerang. Dalam satu pertandingan, Juve terlihat mebangun serangan mereka secara perlahan. Tapi dalam pertandingan lain, Juve pun bisa bermain dengan hanya mengandalkan serangan balik karena mengutamakan kedisiplinan di lini pertahanan.
Dibekali dengan teknik-teknik dasar dan skill di Boca Juniors, kematangannya dalam taktik dan strategi bisa diperkaya bersama Juventus. Jika benar akhirnya Vadala bergabung dengan Juventus, bola akhirnya ada di tangan Juventus sendiri. Bisakah Si Nyonya Tua memoles pemain muda berbakat seperti Vadala menjadi pemain yang matang amat bergantung kesabaran Juventus dalam mendidiknya: mengkondisikan agar Vadala tetap rendah hati dan tak lekas besar kepala, memberinya proteksi yang tepat agar tidak terforsir di usia yang terlalu dini, juga rencana yang tepat dan terukur untuk pelan tapi pasti memberinya kesempatan bermain.
Maka Massimilliano Allegri menjadi sosok yang akan paling berpengaruh pada perkembangan Vadala jika benar Vadala berseragam Juventus pada musim depan. Ya, Allegri tentunya diharapkan mampu mengulang keberhasilan Antonio Conte yang berhasil memaksimalkan bakat Paul Pogba yang kini menjadi salah satu gelandang muda terbaik di Eropa bahkan dunia.
foto: saladepresa.net
Komentar