Kehebatan Mourinho Terletak pada Kerongkongannya!

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kehebatan Mourinho Terletak pada Kerongkongannya!

Dikirim Oleh:  Irzandi Ali*

Dari seorang kopral kecil, ia kemudian menjadi veteran Perang Dunia II yang kemudian menjadi kaisar Jerman. Selanjutnya, kita mengenalnya sebagai Adolf Hitler. Dalam bukunya, Mein Kampf, Hitler menulis dengan tegas, “Bodohlah orang yang mengatakan sedikit bicara banyak bekerja. Orang yang seperti itu tak pernah meninjau ke dalam sejarah dunia.”

Hitler amat mengandalkan kekuatan kerongkongannya untuk mencari anggota. Fakta ini dikemukakan oleh Willi Munzeberg dalam bukunya Propaganda Sebagai Senjata.Willi dikenal sebagai pemimpin kaum buruh yang pergerakannya dibinasakan Hitler. Ia mengakui pentingnya propaganda dan mengakui bahwa salah satu penyebab kekalahan kaum buruh oleh Nazi ialah karena kalah menggunakan kerongkongan. Willi merupakan propaganda ulung, tapi ia mengakui sistematika kekuatan kerongkongan Nazi lebih teratur.

Hitler bukan cuma mencari anggota, tetapi juga pengikut; pengikut yang jumlahnya mencapai jutaan yang menyebabkan ia berhasil memenangkan peperangan. Namanya pun diabadikan dalam sejarah dunia karena kekuatan kerongkongan yang ia punya. Di sepakbola, Jose Mourinho memiliki kekuatan kerongkongan yang mirip dengan yang dimiliki Hitler.

Mourinho awalnya kurang tenar di kancah persepakbolaan. Ia menjalani karir kepelatihan pertamanya di Benfica, kemudian Uniao de Leiria, lalu hijrah ke FC Porto. Di FC Porto-lah nama Mou kian dikenal. Ia berhasil membawa Portu menjadi juara Liga Champions pada musim 2003/2004. Kejayaan tersebut yang membuatnya hijrah ke London guna menukangi Chelsea. Saat jumpa pers, Mou memperkenalkan dirinya bahwa ia bukanlah sosok yang arogan, tetapi layak dijuluki "The Special One" karena keberhasilannya menjuarai Eropa bersama Porto.Media-media di Inggris kemudian menjadikan pernyataan tersebut sebagai judul dari tajuk utama.

“Keanehan” Mou yang lebih banyak menggunakan kekuatan kerongkongannya ketimbang manajer lain di Inggris pun berlanjut. Semenjak menjalani karir kepelatihan di Inggris, ia kerap melontarkan pernyataan bernada psywar kepada pelatih kesebelasan lain. Psywaryang dilakukan Mou selalu menjadi materi menarik untuk diliput berbagai media. Ini memperlihatkankekuatan kerongkongannya mampu mengundang media untuk menjadi pengikutnya.

Kelihaiannya ini uniknya sejalan dengan prestasi yang diraih Chelsea. Di bawah nahkoda Mou, The Blues merebut semua gelar domestik di Inggris.

Setelah kurang lebih tiga tahun menukangi Chelsea, Mourinho kemudian memutuskan hijrah ke negara sepak bola lainnya yakni Italia dan memilih Internazionale Milan sebagai pelabuhan selanjutnya. Di Italia Mourinho masih kerap melakukan adu psywardengan pelatih lain. Hal ini pun tak luput dari sorotan media Italia.

Mou juga melakukan hal yang sama seperti di Inggris. Kekuatan kerongkongannya mampu membuat Inter di bawah Mourinho berhasil mendominasi Serie A dan meraih treble winners pada musim 2009/2010.

Mou kemudian melanjutkan ritualnya saat hijrah ke Spanyol. Meski tak bertabur gelar seperti di Italia dan Inggris, tapi Mou berhasil membawa Real Madrid juara pada musim 2011/2012 sekaligus menghentikan kejayaan Barcelona di akhir rezim Pep Guardiola.

Kekuatan kerongkongan Mou tidak mengendur. Ia bahkan “jauh lebih atraktif” terutama saat laga El Clasico dimulai. Psywar dengan Pep menjadi hal yang tidak terhindarkan.

Pada awal musim 2013/2014, Mou kembali ke Inggris. Ia berhasil mempersembahkan Premier League pada musim 2014/2015. Kini, Mou sudah menjadi kelas dunia yang namanya sudah diabadikan dalam dunia pesepakbolaan.

Jika Mou adalah pesepakbola, ia akan setara dengan Pele dan Diego Maradona. Mungkin pernyataan ini terlalu berlebihan, tapi sederet prestasi yang ia raih telah membuktikan bahwa ia memang pantas di panggil “Si Spesial”.

Dari Mou dan Hitler, kita bisa mengambil banyak pelajaran. Jangan juga banyak bicara; tapi banyak bicara, banyak bekerja!

* Penulis adalah mahasiswa fakultas ekonomi yang dulunya pesepakbola jalanan. bisa ditemui lewat akun twitter @iccchank.

Komentar