Perhelatan Copa America 2015 sudah berlalu, tapi bekasnya masih menempel di hati Carlos Dunga, Pelatih Brasil, dan tentu saja kapten kepercayaannya, Neymar Santos. Tapi sayangnya bekas yang menjadi bayang-bayang itu bernama kegagalan.
Selecao, julukan Brasil, menjalani jalur di luar prediksi para penikmat sepakbola karena pada awalnya kesebelasan negara tersebut diunggulkan sebagai salah satu kandidat juara Copa America 2015.
Brasil lebih sebenarnya sedang mulai membangun kepercayaan diri usai kegagalan di Piala Dunia 2014 dalam status sebagai tuan rumah. Dunga kembali didapuk menjadi peramu strategi Thiago Silva dkk. Rasa percaya diri mereka semakin kuat melihat sepak terjang Neymar di Eropa yang baru saja ikut andil membawa Barcelona meraih treble winners. Wajar jika orang berharap dampak Neymar itu bisa menular ketika memperkuat Selecao pada ajang Copa America kali ini.
Baca juga tentang sejarah Copa America 2015 yang memiliki makna perlawanan
Raihan prestasi Neymar dengan kesebelasannya tersebut semakin memperkuat rasa percaya diri Dunga untuk menunjuk penyerang andalannya itu menjadi kapten Brasil. Sebetulnya untuk urusan penunjukan pemimpin di lapangan itu sendiri sedikit menuai polemik karena Silva dianggap banyak kalangan masih jauh lebih layak menjadi kapten ketimbang Neymar. Neymar dianggap belum cukup matang sebagai pemimpin di dalam maupun luar lapangan.
Sialnya, Dunga juga dianggap tidak mumpuni membangun keharmonisan anak asuhnya. Ia dianggap sangat terlambat untuk menjelaskan pemindahan ban kapten itu kepada Silva. Tentu saja, Silva pantas mendapatkan penjelasan, setidaknya untuk meredam kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak perlu.
Dugaan banyak orang bahwa Neymar belum pantas menjadi kapten makin terlihat benar. Gejala kekonyolan Neymar pada Copa America 2015 bahkan sudah mulai muncul ketika mengalahkan Peru pada pertandingan fase grup. Ia mendapatkan kartu kuning akibat menghapus vanishing spray yang ditorehkan wasit di rumput ketika hendak mengeksekusi tendangan bebas. Tentunya keisengannya tersebut menjadi kerugian bagi dirinya sendiri serta martabatnya sebagai kapten.
Pemain 23 tahun tersebut memang terkenal dengan kekonyolan, keisengan dan selera humor cukup tinggi, tapi sayangnya keisengannya itu bukannya mencairkan suasana tapi justru terlihat tidak "lucu" lagi ketika melakoni laga fase grup C melawan Kolombia 17 Juni lalu.
Tensi panas pertandingan akibat kekalahan Brasil dengan skor 1-0 membuat Neymar frustasi. Keributannya dengan Jeison Murillo dan Carlos Bacca karena diawali menendang bola kepada Pabrlo Armero memperburuk situasi hatinya yang gagal mencetak gol untuk menyelamatkan Selecao dari kekalahan. Kekesalannya itu berlanjut dengan cemoohan di lorong pemain kepada wasit asal Chili, Enrique Osses, (Ralat) yang memberinya kartu merah atas keributannya dengan lawan.
Alhasil Neymar harus merugikan dirinya sendiri sekaligus kesebelasan negaranya akibat sanksi larangan bertanding dalam empat laga ke depan. Bukan rahasia lagi jika kekuatan Brasil sekarang amat bergantung kepada olahan si kulit bundar dari kaki pemain bernomor punggung 10 itu.
Sang kapten yang pada awalnya menjadi harapan itu seperti disulap menjadi kambing hitam atas ulah dan kekalahan kesebelasannya. Gilmar Rinaldi, koordinator teknis Brasil, pun menyayangkan ulah Neymar. Menurutnya hukuman empat laga atas insiden dengan Kolombia seharusnya tidak terjadi andai Neymar mengikuti intruksi pelatih supaya lebih tenang ketika melakukan protes.
Dunga memang menegaskan jika kesebelasannya tidak tergantung kepada Neymar seorang, hal tersebut dibuktikan dengan kemenangan Selecao 2-1 atas Venezuela pada laga pamungkas grup C. "Kami selalu memastikan bahwa tim tidak tergantung pada satu pemain. Kami berusaha meyakinkan bahwa semua pemain bisa membuat perbedaan. Kami yakin saat ini Basil akan bermain lebih baik," kata Dunga.
Akan tetapi absennya mantan pemain Santos tersebut tak bisa menutupi keroposnya Brasil. Kehilangan Neymar sangat terasa di babak delapan besar Copa America 2015. Brasil kesulitan mengalahkan Paraguay. Pertandingan terus berjalan dengan kedudukan 1-1 sampai Silva dkk., akhirnya harus takluk melalui adu penalti.
Brasil pun angkat koper lebih cepat sekaligus memupus harapan menjuarai Copa America 2015 sebagai obat pelipur lara kegagalan di Piala Dunia 2014. Rupanya tanpa Neymar mereka masih tetap gagal. Sama seperti kehilangannya akibat cedera punggung di perempatfinal Piala Dunia 2014 yang berdampak bobroknya penampilan Brazil di semifinal yang berakhir tragis: kalah 1-7 dari Jerman di kandang sendiri, Minierao.
Sebetulnya Neymar masih memiliki kesempatan, walau kecil, melalui banding yang dilakukan Federasi Sepakbola Brasil (CBF) kepada CONMEBOL agar memperbolehkan pemainnya itu berlaga pada delapan besar Copa America 2015. Tapi entah mengapa keputusan untuk melakukan banding itu ditarik kembali.
Rupanya baru-baru ini terungkap jika pembatalan banding dari CBF tersebut karena keinginan Dunga. "Saat yang sulit ketika keputusan harus dibuat dan hanya waktu yang akan memberitahu jika itu benar atau tidak. Para pelatih tidak ragu-ragu dan meminta kami untuk tidak mengajukan banding sanksi karena itu yang terbaik," ungkap Walter Feldman, Sekretaris Jenderal CBF.
Batalnya banding tersebut tentu membuat Neymar tidak bisa membela Brazil pada dua laga kualifikasi Piala Dunia 2018. Maka gemericik konflik di ruang ganti Brasil kembali mencuat. Dunga seolah tidak ingin melakukan kesalahan kedua kalinya karena kepercayaannya yang berlebihan kepada Neymar, bukan hanya sebagai kapten tapi juga sebagai nyawa tim. Besar kemungkinan Dunga akan memanfaatkan absennya Neymar itu untuk menunjuk kapten yang baru.
Pertanyaannya:Â siapa yang benar-benar layak menjadi kapten Brazil. Apakah akan dikembalikan kepada Thiago Silva? Atau justru diserahkan kepada David Luiz? Atau bocah mana lagi yang akan dipilih?
Setidaknya Dunga masih terselamatkan dari pemecatan. Ia bisa menarik nafas lega untuk beberapa waktu ke depan. Bahwa ia boleh jadi akan menjilat ludahnya sendiri, dengan mengganti kapten Brazil, anggaplah itu sebagai sebuah evaluasi: siapa pun bisa mengambil keputusan yang salah, tak terkecuali Dunga, apalagi kalau itu menyangkut bocah tengil dan iseng seperti Neymar.
Sumber : Copa America 2015, Esporte Espectacular, Marca, Goal,
Komentar