Lucas Castro, pemain andalan Catania, heengkang ke Chievo Verona untuk berkiprah di Serie-A. Langkahnya pun diikuti Norbert Gyomber yang memilih tes medis di AS Roma. Pilar-pilar lainnya hengkang menuju kesebelasan lain. Kepergian para pemain yang telah pergi itu mungkin punya alasan yang sama: Caania terlalu semrawut untuk dihuni, juga terlalu kotor oleh pengaturan skor.
Kesebelasan berjuluk Gli Elefanti itu berjuang dari jurang degradasi Serie-B 2014/2015 yang bisa menurunkan karir mereka ke Lega Pro, divisi ke tiga Liga Italia, 2015/2016. Akhirnya jerih payah para anak asuh Giuseppe Pancaro ini berhasil meloloskan Catania dari degradasi tanpa melalui play-off karena mengakhiri klasemen Serie-B 2015/2016 di peringkat 16 dengan perolehan 49 poin.
Tapi rupanya itu bukan akhir yang sebenarnya bagi Catania pada divisi tingkat dua Liga Italia tersebut. Sebab belakangan, enam pertandingan Gli Elefanti tanpa kekalahan melawan Verese 3-0, Trapani 4-1, Latina 2-1, Ternana 2-0, Livorno 1-1 dan Avellino 1-0, diindikasikan berbau pengaturan skor.
Untuk membuktikan hal itu, pihak berwajib di Italia telah menangkap tujuh direksi Catania dan tiga di antaranya memerani posisi penting: Presiden klub (Antonino Pulvirenti), Wakil Presiden (Pablo Cosentino) dan mantan Direktur Olahraga (Daniele Delli Carri).
Hasil penyelidikan menjelaskan jika Pulvirenti melakukan kontak dengan beberapa pihak lain untuk mempengaruhi hasil beberapa pertandingan. Hal tersebut dilakukannya untuk menyelamatkan Catania dari degradasi ke Lega Pro. Terungkap dari pengacaranya bernama Giovanni Salvi yakni Pulvirenti telah mengaku menyuap 100 ribu euro untuk mengamankan laga Catamia.
Ganjaran atas main matanya itu membuat Pulvirenti dilarang terlibat dalam dunia sepakbola selama lima tahun yang direkomendasikan langsung oleh Stefano Palazzi, Jaksa Federasi Sepakbola Italia (FIGC).
"Saya akan pensiun dari sepakbola," ujar Pulvirenti tidak tanggung. "Saya sudah menginstruksikan pengacara saya untuk menjual klub dan mengajukan banding terhadap larangan datang ke stadion," sambungnya lebih lanjut.
Pulvirenti memang sudah mengundurkan diri dan mengungkapkan semua skandalnya pada pertandingan yang sudah diaturnya, tapi Catania kadung dinyatakan wajib menjalani hukuman degradasi ke Lega Pro. Entah bentuk jerih payah seperti apa yang diperjuangkan Alessandro Rosina dkk, tapi yang jelas pada musim depan mereka juga harus memulai divisi tiga Liga Itaia dengan poin minus 12 angka.
Atas hukuman degradasi itu membuat Catania sendiri tidak tinggal diam. Walau Pulvirenti sudah mundur dari kepresidenan kesebelasan, tapi Gli Efelanti bersiukukuh akan mengajukan banding dan ingin posisi mereka di Serie-B tetap dipertahankan.
Pada Lega Pro nanti Catania akan terbagi dalam salah satu grup geografis yang di dalamnya diikuti 20 peserta. Tiga grup itu adalah Utara dan Sardinia (Girone A), Utara dan Tengah (Girone B), dan Selatan (Girone C). Sedangkan nantinya Gli Elefanti akan tergabung pada Girone C karena Catania merupakan kesebelasan asal daerah Italia Selatan, tepatnya Sisilia.
Sisilia Sebagai Gembong Mafia Terbesar Italia
Ya, Sisilia bukan hanya memiliki empat kesebelasan sepakbola seperti Catania, Messina, Trapani dan Palermo. Sisilia sudah masyhur menjadi sarang sindikat mafia terbesar di Italia karena bisnis kotor itu sudah menjadi kultur di Sisilia. Istilah mafia di Sisilia itu memiliki artian tersendiri yaitu "jantan", sedangkan nama khusus mafia Sisilia biasa disebut "Cosa Nostra". Mereka terbentuk oleh klan yang pada dasarnya jebolan bandit-bandit penguasa lokal.
Mafia Sisilia pada awalnya cuma terlibat dalam kegiatan tingkat rendahan seperti pemerasan, pencurian hewan ternak dan penipuan. Selanjutnya pergerakan mafia di sana semakin besar dengan mengambil keuntungan dari penguasaan kontrak-kontrak bangunan yang membuat mereka bisa mendapatkan keuntungan jutaan dolar. Hal itu berpastipasi juga dalam pertumbuhan bisnis skala besar perdagangan heroin baik di Italia, seluruh Eropa dan hubungan dengan negara-negara Benua Amerika.
Tidak cukup di situ, kemudian suara-suara Cosa Nostra amat dibutuhkan dalam rencana-rencana pembunuhan kepolisian, walikota, hakim, dan pejabat-pejabat negara. Paling mahsyur adalah ketika tewasnya dua hakim, Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino. Penegak hukum yang nekat mengusut, siap-siap akan terancam nyawanya.
Baca juga : Tentang Juventus, Calciopoli dan Wajah Buruk Sepakbola Italia
Mafia yang seolah menjadi hal lumrah di Sisilia memaksa pemerintahan Italia membentuk Komisi Anti Mafia. Komisi ini pada awalnya dibentuk pada Februari 1963 di bawah pimpinan Paolo Rossi dari Partai Demokrat Sosialis Italia. Komisi itu dibentuk untuk merespons kian menggilanya kelakuan para mafia itu. Situasi sangat tidak aman ketika peperangan mafia mulai marak di Sisilia.Â
Kinerja Komisi Anti Mafia yang paling fenomenal sejauh ini yaitu ketika menangkap Salvatore Riina, salah satu bos besar Cosa Nostra Palermo yang notabene berada di Sisilia juga. Ia adalah godfather yang kejam dan sangat sulit ditangkap karena pengaruhnya menyebar hingga semua kalangan pemerintah danbrakyat jelata.
Pada dasarnya, Palermo sebagai rival satu kota Catania, juga hidup dalam temperatur yang sama terkait dunia mafia.
Maurizio Zamparini, Presiden Palermo, pun dikenal akrab dengan para mafia Sisilia. Dirinya jago dalam mementahkan tudingan-tudingan soal mafia kepada dirinya maupun Aquile, julukan Palermo. Padahal pada 2011 pernah beredar kabar jika jajaran manajemen sering membagikan tiket gratis pertandingan Palermo kepada para anggota mafia.
Walau bagaimana pun memang sulit memberantas mafia di Sisilia karena pihak kesebelasan sendiri justru seolah melanggengkan simbiosis mutualisme dengan dunia kejahatan tersebut. Akibatnya sepakbola Sisilia sulit muncul sebagai kekuatan elit di Liga Italia
Sumber :Calcio Catania, Corriere dello Sport, Football Italia, Sport Mediaset, Wikipedia
Komentar