Badannya kurus untuk ukuran pemain Liga Primer Inggris. Hal ini terlihat jelas saat ia berduel dengan beberapa pemain bertahan Tottenham Hotspurs. Pemandangan yang sering dilihat oleh para penonton malam itu. Maklum saja karena kemampuannya ia memang kerap membawa bola berlama-lama dan cukup merepotkan pertahanan lawan.
Padahal posisinya tidak sentral di tengah, walaupun kidal ia lebih sering menyusuri sisi kanan lapangan, posisi yang dipercayakan sang pelatih kepadanya. Tetapi meski begitu ia tetap menjadi andalan bagi kesebelasan yang dibelanya, Leicester, untuk urusan menjebol gawang lawan. Berkat pria 24 tahun ini juga akhirnya Leicester berhasil terhindar dari kekalahan saat menjamu peringkat kelima Liga Primer musim lalu, Tottenham Hotspur.
Meski tak terlalu istimewa, golnya ke gawang Lloris termasuk keren. Menerima umpan jauh di sisi kanan, ia cukup baik dalam mengontrol bola. Hanya butuh satu sentuhan untuk mengelabui Vertonghen sampai kemudian menempatkan bola ke tiang jauh untuk menyamakan kedudukan menjadi 1-1.
Riyad Mahrez, nama pemain itu, sontak menjadi perbincangan karena total sudah 4 gol yang dicetaknya dalam tiga laga perdana Liga Primer musim ini. Wajar saja kemudian jika namanya melambung karena jumlah gol tersebut sudah menyamai pencapaiannya di musim lalu. Akan tetapi siapa sangka awal karir pemain nasional Aljazair tersebut tak semulus yang dikira.
Ia seperti pendahulunya, Zinedine Zidane, yang berdarah Aljazair namun lahir di Perancis. Bedanya Mahrez lebih memilih membela negara leluhurnya ketimbang Perancis. Lahir dan besar di Prancis sebenarnya sudah menjadi keuntungan sendiri bagi Mahrez, terutama terkait karir sepakbolanya. Ia mempunyai banyak pilihan untuk memilih tempat belajar sepakbola yang mempunyai iklim kompetitif.
AAS Sarcelles adalah klubnya ketika masih belia dan di situlah juga Mahrez mulai mengasah bakatnya. Menginjak usia 18 tahun ia harus segera menentukan karirnya karena sudah memasuki fase krusial bagi pemain sepakbola. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perjalanan karirnya tidak mudah. Ia mesti harus ikut seleksi untuk sekadar bermain di Quimper, kesebelasan semi amatir.
Mahrez harus ikut dalam seleksi bersama dengan puluhan pemain lain yang punya mimpi yang sama. Saling berjibaku di sebuah laga seleksi yang dipantau langsung oleh manajer klub saat itu Ronan Salaun. Setelah proses seleksi dalam wawancaranya dengan fourfourtwo, sang manajer berucap bahwa Mahrez adalah pemain bagus tapi masih punya sisi kelemahan.
Karena alasan tersebut dan minimnya dana yang dimiliki untuk mengontraknya Salaun tidak memilihnya ke dalam skuat. Tapi ada satu kejadian kemudian yang membuat luluh hati sang manajer dan kemudian memutuskan untuk mengontraknya. Mahrez memohon sambil menitikan air mata agar mau merekrutnya.
âHal itu menyentuh saya,â kata Salaun kepada L'Ãquipe dikutip dari fourfourtwo. âIa adalah seorang anak yang benar-benar ingin sukses.â
Benar saja, kemampuannya kemudian mulai terlihat di klub tersebut. Beberapa pemandu bakat kesebelasan-kesebelasan besar Prancis pun sudah mulai memantaunya, namun lagi-lagi selalu masih ada keraguan untuk merekrutnya. Badan kurusnya dirasa terlalu rapuh untuk terlibat dalam duel-duel dengan lawan.
Baca jugaJuara EPL 2018 Leicester City?
Melihat kabar perekrutan kala itu, Mahrez sepertinya juga tak ingin menjadi penghangat bangku cadangan saja. Sehingga menolak pinangan para pemantau bakat tersebut karena tidak menjanjikannya bermain secara reguler. Pilihan kemudian jatuh pada Le Havre AC kesebelasan yang bermain di Ligue II.
Lagi-lagi Mahrez harus berjuang dengan memulai dari tim lapis kedua. Butuh satu tahun untuk menembus ke lapis tim pertama baginya. Melihat dari perjalanan ini saja sebenarnya sudah terlihat bahwa Mahrez bukanlah pemain istimewa dengan bakat yang mencolok.
Karirnya baru terlihat cerah ketika memutuskan untuk pindah ke Leicester pada bursa transfer Januari 2014. Mahrez kemudian juga mulai dilirik untuk masuk tim nasional Aljazair di Piala Dunia 2014. Bahkan ia mampu menggeser tempat milik Foued Kadir pemain bintang Aljazair yang juga berposisi sebagai sayap kanan.
Ryad Mahrez saat merayakan juara Championship bersama Leicester City
Di tahun pertamanya Mahrez mampu membawa Leicester untuk menjadi juara Championship dan berhak promosi ke Liga Primer Inggris. Karirnya semakin cemerlang musim ini dengan turut berperan besar mengantarkan The Foxes sementara ini belum terkalahkan dan menempati posisi kedua tabel klasemen. Menyumbangkan 4 dari 7 gol keseluruhan tim yang juga berkat andil sang manajer Claudio Ranieri.
Karena penampilan cemerlangnya musim ini Riyad Mahrez juga mulai dihubung-hubungkan dengan beberapa kesebelasan Liga Primer lainnya, terutama Tottenham Hotspur. Namun sepertinya ia tak akan pindah kemana-mana setidaknya dalam waktu dekat. Selain baru saja tanda tangan perpanjangan kontrak, penampilannya juga masih jauh dari harapan seorang pemain bintang tim papan atas Liga Primer.
Namun melihat kegigihannya dalam berjuang selama karirnya bukan tidak mungkin memang ia mampu menjadi seorang pemain bintang. Kita tunggu saja.
Charlie Austin juga sempat menjadi bintang di Liga Primer musim lalu bersama QPR, namun karirnya tak semulus keran golnya. Ia bahkan kesulitan klub baru setelahnya timnya terdegradasi. Baca kisahnya di sini.
Komentar