Ditulis oleh Zulkifli Wibowo
Tak ada satupun kesebelasan yang gagal berprestasi pada musim sebelumnya, ingin mengulang kegagalan mereka pada musim yang baru. Pada musim yang baru, dengan sejumlah perubahan dan pembenahan, setiap kesebelasan sudah barangtentu ingin meraih trofi juara atau setidaknya tampil lebih baik, apalagi bagi kesebelasan yang memiliki historis juara.
Tapi tampaknya hal di atas tadi paling dirasakan oleh Borussia Dortmund dan Liverpool. Musim lalu, kedua kesebelasan tampil begitu mengecewakan. Kesebelasan yang identik dengan kedekatannya ini gagal bersaing di papan atas masing-masing liga.
Musim 2014/15 tak berjalan seperti biasanya bagi Borussia Dortmund. Pada paruh pertama musim tersebut, mereka kocar-kacir di papan bawah liga sebelum bisa naik perlahan ke papan tengah untuk mengakhiri musim di peringkat tujuh.
Sang pelatih, Juergen Klopp, seperti dibuat bingung dengan apa yang dialami skuat asuhannya. Gegen pressing andalannya tak lagi ampuh menaklukkan lawan-lawannya dengan mudah. Klopp sendiri bukan tipe pelatih yang suka bergonta-ganti taktik dan formasi. Seperti pada musim-musim sebelumnya, ia pun jarang jor-joran membeli pemain yang tidak sesuai dengan skema paten 4-2-3-1 ala Klopp.
Berpindah ke Inggris, musim kemarin sebenarnya berjalan seperti biasanya bagi Liverpool. Rodgers dengan borosnya berbelanja pemain pada bursa transfer musim panas yang herannya tanpa mempertimbangkan bagaimana pemain tersebut dapat berdaptasi dengan cepat.
Dejan Lovren, Adam Lallana, Mario Balotelli, Rickie Lambert, dan Lazar Markovic bisa dibilang pembelian flop pada musim lalu. Mereka gagal memenuhi ekspektasi Rodgers, di mana mereka sebelum bergabung dengan Liverpool sangat sukses dengan kesebelasan sebelumnya. Liverpool hanya mampu finish di urutan enam.
Uniknya, kegagalan Dortmund dan Liverpool ini memiliki beberapa persamaan. âDua Saudaraâ ini  sama-sama finish di posisi yang tak memuaskan setelah musim sebelumnya mereka menjadi runner-up liga. Mereka pun hanya puas bermain di Europa League musim ini setelah musim sebelumnya bermain di Liga Champions. Keduanya pun terpuruk karena inkonsistensi penampilan pada paruh pertama liga sebelum bangkit pada paruh kedua musim lalu.
Tapi mungkin hal ini yang paling fatal, keduanya kehilangan sosok penyerang haus gol; Dortmund kehilangan Robert Lewandowski yang pindah ke Bayern Munich, sementara Liverpool kehilangan Luis Suarez yang pindah ke Barcelona.
Keduanya bukan tanpa upaya untuk menambal kehilangan penyerang andalan mereka. Dortmund mendatangkan Ciro Immobile dari Torino dan Liverpool mendatangkan Mario Balotelli dari AC Milan. Hanya saja, kedua pemain tersebut gagal tampil sesuai ekspektasi.
Beruntung Dortmund memiliki Pierre Emerick Aubameyang dan Liverpool memiliki Philippe Coutinho. Kedua pemain inilah yang seringkali muncul menjadi pahlawan saat kedua kesebelasan kesulitan meraih kemenangan. Â
Kini musim berganti, dan komposisi kedua kesebelasan pun telah berubah. Tapi lagi-lagi ada persamaan unik pada kedua kesebelasan tersebut.
Pada musim ini, mereka kehilangan pemain legendanya masing-masing. Dortmund kehilangan Sebastian Kehl yang pensiun, sementara Liverpool kehilangan Steven Gerrard yang hijrah ke LA Galaxy.
Selain itu, Liverpool kehilangan aset emasnya dalam diri Raheem Sterling yang memilih hijrah ke Manchester City. Dan Dortmund pun demikian. Meski para pemain terbaiknya berhasil dipertahankan, kepergian Klopp bisa dikatakan sebuah kehilangan yang tak bisa disikapi biasa saja.
Tapi pelatih Dortmund yang baru, Thomas Tuchel, memiliki kemiripan dengan manajer Liverpool, Brendan Rodgers. Hal ini pun menjadi kesamaan lainnya di antara Dortmund dan Liverpool setidaknya untuk musim ini.
Tuchel dan Rodgers mempunyai kesamaan ingin memaksimalkan pemain yang gagal pada musim lalu dengan tambahan pemain baru sesuai kebutuhan tim. Dortmund membeli Julian Weigl untuk menggantikan Kehl yang pensiun, sedangkan Liverpool merekrut James Milner untuk menggantikan Gerrard.
Pemain-pemain yang gagal pada musim lalu sudah terlihat memberikan kontribusi signifikan pada pekan pertama di liga masing-masing. Dortmund mengganti bek kanan Lukasz Pizczcek dengan bek tengah musim lalu, Matias Ginter. Tuchel pun memoles Henrikh Mkhitaryan yang melempem musim lalu menjadi trengginas musim ini. Sementara di kubu Liverpool, terlihat Rodgers sekarang masih sangat mengandalkan Dejan Lovren di jantung pertahanan. Â Untuk mengisi peran Sterling, Rodgers tak ragu untuk memainkan Jordan Ibe.
Hasilnya, Dortmund dan Liverpool mulai menemukan gairah baru, dengan pemain-pemain yang pas dengan skema tim dan bisa dimaksimalkan, setidaknya untuk beberapa laga awal mereka. Dortmund telah mengoleksi delapan gol dalam dua pertandingan pertama. Sementara Liverpool tanpa kebobolan pada tiga laga awal mereka.
Atas kesamaan-kesamaan ini, Dortmund dan Liverpool seolah memiliki nasib yang sama. Menarik kita nantikan sejauh mana kedua kesebelasan bisa melangkah pada musim ini untuk memperbaiki pencapaian dan penampilannya pada musim lalu. Tapi yang pasti, kedua kesebelasan mulai bangkit dari keterpurukan mereka pada musim lalu dan akan kembali memanaskan persaingan di papan atas Bundesliga dan Liga Primer Inggris musim ini.
Penulis merupakan mahasiswa asal Sukoharjo yang beredar di dunia maya dengan akun @zulkiflibowo
foto: dailymail.co.uk
Komentar