Dikirim oleh:Â Abdi Muhammad*
Interisti di seluruh penjuru bumi gelisah. Pada Januari 2013, Inter ditinggal oleh Wesley Sneijder, yang bukan cuma bintang, tetapi juga menjadi otak permainan Inter termasuk saat menorehkan treble winners untuk La Beneamata pada musim 2009/2010.
Arrivederci Sneijder!
Pertanyaan pun mengemuka. Siapa yang akan menjadi pewaris nomor 10 di Inter? Adakah sosok yang layak menggantikan Sneijder?
Usai kepergian Sneijder, Inter dengan segera merekrut pemain berusia 18 dari Dinamo Zagreb. Remaja tersebut bernama Mateo Kovacic. Wajahnya polos dan lugu macam anak SMA yang tengah mengikuti ospek. Tapi, kalau soal permainan para pengamat sepakbola memprediksinya sebagai âThe Next Luka Modricâ.
Kovacic, kamu sungguh berani!
Nomor 10 pun diwariskan kepada pemain kelahiran 1994 tersebut. Ini merupakan sebuah kejutan. Namun, musim perdananya bersama Inter tak berakhir memuaskan. Badai cedera membuat Inter terpuruk dan hanya terpaku di peringkat ke-9 klasemen Serie A.
Pada awal musim 2013/2014 tidak sedikit Interisti yang menaruh harapan besar pada Kovacic. Sayangnya, pemain kelahiran Austria ini lebih sering melihat kakak-kakaknya bermain dari bangku cadangan. Lincahnya permainan Ricky Alvarez, ngototnya permainan Fredy Guarin, dan didatangkannya Hernanes membikin kesempatan Kovacic berlaga kian sempit. Nomor punggung 10 nyatanya tak menjamin tempatnya di tim utama.
Pada pertengahan musim 2013/2014, Pelatih Inter saat itu, Walter Mazari mulai memberinya kepercayaan. Sayangnya Kovacic ditempatkan sebagai gelandang bertahan menggantikan posisi Esteban Cambiasso. Permainannya pun dianggap gagal. Setelah hari itu, Kovacic lebih banyak berada di bangku cadangan dan cuma lari-lari di pinggir lapangan dengan mengenakan rompi latihan.
Jelang akhir musim 2013/2014 Curva Nord Inter menyampaikan kritikan berupa pesan singkat bertuliskan â#SaveKovacicâ. Ini merupakan kepedulian para tifosi, termasuk Interisti Indonesia, terhadap bakatnya.
Pada laga kandang terakhir musim 2013/2014, Kovacic bermain gemilang saat menghadapi Lazio dengan memberikan umpan matang untuk Mauro Icardi. Ini sekaligus memberi kepercayaan pada Interisti dengan performa positif Inter jelang musim depan.
Kemenangan 4-1 atas Lazio tersebut sekaligus memberikannya kado terindah untuk perpisahan Il Capitano, Javier Zanetti. Ia tampak khidmat mengikuti seremoni perpisahan sang kapten. Terlihat ia tengah melamun. Barangkali Kovacic tengah melamunkan angannya menjadi kapten Inter di masa depan yang begitu dihargai klub dan Interisti.
Kovacic sudah mulai belajar jelang musim 2014/2015. Ia menjadi lebih berani, mampu mencetak gol, dan mulai bisa protes ke wasit saat dirinya dilanggar. Penampilannya sudah lebih dewasa dan tak lagi terlihat macam anak SMA. Nomor punggung 10 pun masih melekat di punggungnya. Pada musim tersebut Kovacic berkesempatan mendapat ilmu dari dua pelatih berbeda: Mazzari dan Roberto Mancini.
Di skuat Inter pun Kovacic belajar dari para pemain senior dan berpengalaman seperti Nemanja Vidic dan Lukas Podolski. Selain itu, rekan senegaranya, Marcelo Brozovic turut mendarat di Inter Milan.
Brozovic sering jadi tempat curhatmu kan?
Mancini menjadi pelatih yang berperan bagi perkembangan Kovacic. Ia memberi pemain yang mengawali karirnya di Dinamo Zagreb tersebut latihan keras. Mancini pun memaksanya untuk bisa bermain di berbagai posisi mulai dari gelandang bertahan, gelandang sayap, hingga penyerang lubang.
Meski mengakhiri musim tanpa gelar, tapi Kovacic telah menunjukkan perubahan yang signifikan dalam segi gol dan jumlah assist. Ini pula yang membuatnya mendapatkan perpanjangan kontrak di Inter hingga Juni 2019. Namun, absennya Inter di kompetisi Eropa musim 2015/2015 membuat penulis kala itu ragu dengan masa depannya di Inter.
Dalam persiapan musim 2015/2016, Mancini melakukan perombakan besar dalam skuat: Lukas Podolski dan Xherdan Shaqiri menjadi korbannya. Inter pun mendatangkan Geoffrey Kondogbia dengan harga tinggi.
Aku pikir Kovacic dan Kondogbia bisa menjadi duet yang hebat di masa depan!
Namun, penampilan keduanya di laga pramusim belum menunjukkan penampilan terbaik. Ia bermain sebagai regista yang membuatnya tak maksimal.
Jangan marah dulu! Setidaknya penetrasimu berhasil melewati hadangan para pemain Madrid yang kini menjadi rekan satu tim mu!
Trofeo TIM 2015/2016 menjadi akhir petualangan Kovacic bersama Inter. Tapi dua kali kekalahan dalam turnamen segitiga ini menjadi kenang-kenangan yang buruk buat Kovacic.
Hari itu pun tiba; hari di mana Kovacic mesti pergi dari Kota Milan. Kepindahannya ke Madrid meninggalkan kesedihan yang begitu mendalam bagi Interisti di manapun. Mungkinkah Kovacic sukses di Real Madrid?
Hidup terus berjalan dan kami, Interisti, akan tetap mencintai Inter. Semoga sukses di Madrid. Kami bangga punya pemain berbakat seperti mu, Kovacic!
foto: tuttomercatoweb.com
*Penulis merupakan Interisti sejak 2000. Tinggal di Bandung berakun twitter @abdee_mawur
Komentar