Karya Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Manchester City mengeluarkan hampir 160 juta pounds dalam bursa transfer musim ini. Memang, para pemain tersebut belum bisa dinilai penampilannya. Namun, dari empat pertandingan City di liga, kita bisa lihat kalau mereka adalah kesebelasan yang paling konsisten ketimbang yang lain: empat kemenangan, mencetak 10 gol, dan tak pernah kebobolan!
Maka transfer pemain pun seolah menjadi pelengkap bagi skuat asuhan Manuel Pellegrini tersebut. Toh, dengan pemain yang ada mereka sudah bisa menampilkan permainan gemilang.
Salah seorang yang bermain sejak pekan pertama adalah Raheem Sterling. Banderol 49 juta pounds bagi pemain kelahiran 1994 tersebut tidak bisa dibilang mahal karena ia menjadi senjata utama City untuk menyisir sisi lapangan, sekaligus melemahkan lini penyerangan Liverpool.
Namun, yang paling menarik untuk dibahas secara taktikal tentu kehadiran Kevin De Bruyne. Bekas pemain Chelsea tersebut musim lalu mengalami musim yang fantastis dengan menjadi pemuncak pemberi assist bagi Wolfsburg. Wajar rasanya jika De Bruyne dihargai lebih oleh City meskipun striker mereka, Sergio Aguero, punya kemampuan membangun serangan dari bawah. Kehadiran De Bruyne dengan umpan-umpan matangnya bisa memberikan kemudahan lebih bagi lini serang City.
Lalu, mengapa pelatih sekaliber Jose Mourinho melepas De Bruyne ke Wolfsburg? Dikutip dari The Guardian ia pernah berkata seperti ini, âIa berkata padaku kalau ia tidak sedang berjuang untuk mendapatkan posisinya di tim (Chelsea). Ia membutuhkan kesebelasan di mana ia tahu bisa bermain setiap pertandingan. Dia ingin agar ia dianggap penting.â
Kemampuan teknis De Bruyne sejatinya memang baik. Namun, ia pun membutuhkan lingkungan yang juga bisa mendukung karirnya untuk bermain secara konstan dan merasa penting untuk tim.
Hal ini seperti juga yang terjadi pada Juan Roman Riquelme. De Bruyne sempat dipinang Chelsea pada 31 Januari 2012 dari kesebelasan Liga Belgia, Genk, dengan nilai yang relatif tinggi: tujuh juta pounds. Namun, ia tak mendapatkan menit bermain secara reguler yang membuatnya hanya bertahan kurang lebih 18 bulan di London.
Riquelme pun demikian. Riquelme, konon didatangkan hanya untuk memenuhi janji politik Presiden Barcelona terpilih saat itu, Joan Laporta. Kecemerlangan Riquelme saat melawan Real Madrid di Piala Interkontinental membawanya berlabuh ke Barcelona. Dan semua penggemar Riquelme tahu, bahwa Barcelona adalah mimpi buruk dalam karirnya. Kisah peminjaman oleh Villareal mewarnai karirnya menembus semifinal Liga Champions saat tendangan penaltinya ditepis oleh Jens Lehmann, hingga kisah duetnya bersama Diego Forlan. Publik pun sempat dikejutkan dengan keputusannya untuk pulang ke Argentina dan memperkuat Boca Juniors padahal usianya masih 28 tahun saat itu. Sedikit trivia, Anda tahu pelatih Barcelona yang âmembuangâ Riquelme? Louis Van Gaal. Makanya, jangan heran kalau pemain sekelas Di Maria pun dilepas ke Paris.
Kembali ke De Bruyne.
Apa yang diperlihatkan De Bruyne sebenarnya mirip dengan Riquelme. Keduanya bisa menjadi sosok penting bagi tim manapun. Namun, De Bruyne barangkali lupa kalau di tangan Jose Mourinho, semua pemain memiliki porsi yang sama, terlebih dalam persaingan posisi di tim utama.
De Bruyne merasa kalau ia sudah cukup hebat untuk mendapat garansi di tim utama yang pada akhirnya membawanya ke Wolfsburg. Pelatih Wolfsburg, Dieter Hecking, paham dengan keinginan pemain kelahiran 1991 tersebut. Ia memberi keleluasaan bagi De Bruyne untuk berkreasi, dan gelontoran 20 assist-nya musim lalu adalah bukti sahih akan kepercayaan Hecking memberi tempat utama bagi pemuda Belgia ini.
Hebatkah De Bruyne? Tentu. Tapi ingat, di Wolfsburg, dia mendapat garansi di tim utama dan merasa bahwa dia penting karena secara kualitas teknik dia tidak ada pesaing yang kompeten di posisinya. Tiga tempat di belakang striker hampir pasti jadi milik De Bruyne. Perisic, Schurrle, Vierinha hanya bergantian mendampingi De Bruyne. Tentu saja di Manchester City, semuanya berbeda jauh, bukan?
Mari lihat sejenak. City memuncaki klasemen sementara dengan torehan yang luar biasa, sangat fantastis bahkan kalau melihat bagaimana situasi Chelsea, Liverpool, United dan Arsenal. 10 gol dan tidak kebobolan dalam empat laga awal: tajam dan kokoh. tiga tempat di belakang Aguero selama 4 pertandingan awal rutin diisi Sterling, David Silva dan Jesus Navas; semuanya dengan kapabilitas mereka masing-masing. Sterling-Navas dengan kecepatannya menusuk dari sayap, dan David Silva dengan kreativitasnya di posisi nomor 10. Kalaupun ada pergantian pemain, Sterling adalah sosok yang selalu digantikan Samir Nasri.
Agaknya memang posisi Navas yang mungkin akan ditempati De Bruyne secara rutin. Namun kalau dia diharuskan untuk bersaing demi posisi inti, apa iya De Bruyne sanggup? Karena meletakkan Jesus Navas secara rutin di bangku cadangan adalah hal aneh, dan kalaupun harus merotasi tiap pertandingan, rasa-rasanya justru De Bruyne yang bakal ngambek.
Maka dari itu saya sendiri heran, mau apa De Bruyne di Manchester City? Kalau kualitas liga yang dicari, Bundesliga tentu tidak buruk, walau secara komersil dan pamor mungkin kalah dari Liga Primer Inggris. Secara kualitas tim, Wolfsburg tentu tidak sementereng City dengan gelontoran uangnya yang masif. Namun, di Wolfsburg, De Bruyne menjadi sosok integral, sosok kunci dan hampir selalu dimainkan tiap pekannya. Bukankah perasaan untuk menjadi penting dan dibutuhkan adalah sesuatu yang selalu dicari De Bruyne? Dan ketika sudah mendapatkan, dia pergi ke tim yang (mungkin) tidak akan menawarkan hal yang sama saat di Wolfsburg.
Mungkin ini beban pikiran untuk Opa Pellegrini ke depannya, mumpung sedang jeda internasional, mungkin dia harus melobi Jesus Navas atau Samir Nasri untuk lebih bersabar di musim depan saat harus rutin duduk sejenak di bangku cadangan. Ya itung-itung, agar si anak dengan mahar tebusan yang mahal ini tidak merasa terasing dan terbuang seperti di Chelsea.
Penulis adalah pria manis pengggemar masak-memasak, bisa dihubungi di @isidorusrio_
Komentar