Karya: Gabriel Clinton M.
Laga pembuka Serie A musim ini menghadirkan hasil yang mengejutkan. Dua kesebelasan berjuluk Bianconeri (berarti Hitam-Putih) berakhir dengan kemenangan untuk bianconeri dari Udine. Padahal pertandingan dilangsungkan di Juventus Stadium, milik bianconeri dari Turin.
Ketangguhan juara bertahan Serie A empat musim berturu-turut itu seakan sirna. Juventus miskin kreativitas. Padahal, sepanjang 90 menit permainan, skuat besutan Massimilliano Allegri ini memegang penuh kendali permainan.
Terlepas dari apa yang terjadi dalam skuat Juventus saat itu, saya lebih terkejut dengan keputusan Max Allegri pada susunan pemain.  Peran Andrea Pirlo sebagai regista, diserahkan pada pemain yang mendapatkan sebutan King oleh para pendukung Juventus, yaitu Simone Padoin.
Dengan segala hormat, Padoin rasanya tak memiliki kemampuan untuk menggantikan peran Pirlo yang hengkang ke New York City. Bahkan hasilnya terlihat, di mana Juve pun kalah pada laga melawan Udinese dan juga melawan AS Roma pada pertandingan kedua yang juga menurunkan Padoin sebagai regista.
Sebenarnya, walaupun bukan seorang yang memiliki kemampuan yang menonjol dalam tim, kebanyakan (atau mungkin seluruh) pelatih di dunia ini bakal merasa senang jika memiliki pemain seperti Padoin. Saya juga meyakini hal itu karena saya pun menikmati peran Padoin walaupun hanya melalui permainan Football Manager.
Padoin adalah salah satu contoh versatile player, atau pemain yang bisa bermain di berbagai posisi sesuai kebutuhan pelatih. Artinya pemain ini bisa diandalkan ketika harus bermain di posisi manapun yang pelatihnya instruksikan.
Jika kita memainkan game seperti Football Manager, akan terasa menguntungkan jika memiliki pemain dengan kemampuan ini. Kita tak perlu memburu banyak pemain ketika kita mendapatkan pemain yang mampu mengisi berbagai posisi dengan baik.
Ada beberapa pemain yang sudah dikenal dalam game Football Manager memiliki kemampuan ini. Di Serie A, selain Padoin, kita mendapati sosok versatile player dalam diri Martin Caceres, Alessandro Florenzi, Urby Emanuelson, Alexandre Coeff, atau yang lebih senior seperti Javier Zanetti. Di EPL, nama-nama seperti James Milner, Vurnon Anita, Valon Berahmi, Maroune Fellaini, dan Daley Blind termasuk dalam kategori ini.
James Milner menjadi salah satu contoh pemain yang memanfaatkan kebisaannya dalam berbagai posisi. Saat di Manchester City, ia bisa bermain sebagai gelandang bertahan, gelandang tengah, sayap kanan, bahkan gelandang serang. Ketika kontraknya habis pun ia masih diminati oleh Liverpool.
Di Bundesliga pun jika ingin mencari pemain versatile tersedia cukup banyak. Di Bayern Muenchen era Pep Guardiola, memiliki beberapa sosok yang sudah dikenal mampu bermain di berbagai posisi seperti Phillip Lahm, Jerome Boateng, Thomas Mueller dan David Alaba. Selain para pemain Bayern, Gojko Kacar dari Hertha Berlin dan Kevin Grosskreutz dari Dortmund pun memiliki kemampuan ini.
Guardiola sendiri menjadi pelatih yang tampaknya begitu mengandalkan pemain-pemain versatile. Meski skuatnya dilanda badai cedera khususnya di lini pertahanan, Bayern Munich tetap bisa meraih kemenangan demi kemenangan karena para pemain versatile ini.
Baca jugaKetika Seorang Padoin Menjadi Andalan Juventus
Dari dalam negeri pun pemain-pemain seperti ini bisa kita temukan. Kita dapat melihat sosok versatile player dalam diri Ian Louis Kabes dan Tinus Pae di Persipura, Diego Michels saat masih di Mitra Kukar, Tony Sucipto di Persib, serta Manahati Lestusen di Barito Putra. Bahkan para pemain ini berstatus sebagai pemain utama bagi klubnya masing-masing.
Dengan demikian, kita dapat melihat betapa beruntungnya pelatih yang memiliki pemain-pemain versatile di dalam kesebelasannya. Dan juga jangan heran jika pada akhirnya para pemain seperti ini menjadi pemain kesayangan pelatih dan bertahan cukup lama bagi kesebelasan yang ia bela. Dan karir Padoin di Juventus yang sudah ia bela sejak Januari 2012 menjadi salah satu bukti nyatanya.
Tentu tidak semua pemain bisa menempati satu posisi sama baiknya dengan posisi natural pemain tersebut. Seperti halnya Padoin yang walaupun dikembalikan ke posisi aslinya sebagai gelandang bertahan dan bermain baik, tapi ia tak pernah bisa menyamai kualitas permainan Andrea Pirlo yang dibebankan kepadanya. Bagaimanapun seperti halnya Inter Milan yang terpuruk karena pemain medioker, Padoin tidak bisa disalahkan karena kemampuannya ya memang cuma segitu.
Anak Entrop Jayapura sekaligus seorang Persipuramania yang juga masihmenjadi Juventini sejak tahun 2000. Sementara lagi memahasiswakan dirinya di Universitas Hasanuddin Makassar dan bercita-cita memiliki tim sepakbola profesional. Beredar di dunia maya dengan akun Twitter @Gabc61.
Komentar