Pemain kidal bermain di sisi kanan dan sebaliknya kini sudah menjadi pemandangan biasa. Peran yang kini disebut sebagai inverted winger itu sudah menjadi hal yang biasa dalam sepakbola kontemporer. Bahkan dua pemain terbaik dunia saat ini, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, sangat akrab dan fasih bermain di sisi yang berlawanan dengan kekuatan kakinya ini.
Sebenarnya inverted winger bukan hal yang baru-baru amat. Arsenal hampir dua dekade lalu sudah menggunakannya. Marc Overmars, misalnya, kerap bermain di sisi kanan walau pun ia seorang kidal. Tapi Robert Pires yang mungkin akan diingat sebagai prototipe seorang inverted winger yang paling berhasil.
Pemain Prancis ini sebenarnya seorang yang kekuatannya bertumpu pada kaki kanan. Namun ia sangat fasih bermain di sisi kiri Arsenal. Kombinasinya dengan Thiery Henry dan Ashley Cole di sisi kiri Arsenal memberi sumbangan sangat vital pada keberhasilan Arsenal di awal hingga pertengahan 2000an. Dua gelar juara liga, 3 kali juara Piala FA, plus status "The Invicibles" pada salah satu musim membuat Pires menjelma sebagai legenda para Gooners.
Sulitnya Menjadi âThe Invinciblesâ di Premier League
Pires sebenarnya tidak langsung nyetel dengan skema permainan Arsenal. Ia membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan atmosfir dan gaya bermain Inggris yang cepat, penuh tenaga dan terus bergerak. Pemain yang sebelum bergabung dengan Arsenal ini bermain untuk Mtez dan Marseille ini sempat terbengong-bengon di laga perdananya di tanah Britania kala bermain menghadapi Sunderland. Ia mengaku sangat kesulitan mengimbangi ritme pertandingan.
Namun Pires bisa relatif cepat beradaptasi. Ia praktis hanya butuh waktu 6 bulan saja guna untuk menyesuaikan diri dengan dengan Arsenal dan London, juga atmosfir sepakbola Inggris. Memasuki paruh kedua musim 2000-2001 itu, Pires sudah menjelma menjadi musuh yang liat untuk ditaklukkan semua bek kanan di Inggris. Dua warsa dari debutnya, lelaki kelahiran 29 Oktober 1973 itu bahkan ditahbiskan menjadi pemain terbaik Liga Inggris oleh para jurnalis.
Jawaban atas cepatnya adaptasi Pires karena ia punya banyak kolega Prancis yang bermain di Arsenal. Selain Henry, ada juga Emannuel Petit, Thierry Henry, Sylvain Wiltord. Jangan lupa, kamar ganti Arsenal pun dipimpin oleh seorang Prancis: Arsene Wenger.
Selain adaptasi, salah satu hal yang membuat Pires cepat berkembang adalah karena ia kemudian bermain di sisi kiri penyerangan. Meski kuat di kaki kanan, Pires sebenarnya mampu bermain di kedua sayap dan juga di tengah. Bahkan, Wenger sendiri sempat berkomentar bahwa Pires memiliki kemampuan yang cukup untuk jadi penerus Zinedine Zidane sebagai playmaker Prancis.
Namun kombinasinya dengan Henry dan Ashley Cole di sayap kiri Arsenal yang menjadikannya legenda. Di sisi kiri, jika tidak sedang sibuk memberikan umpan pada Henry atau Bergkamp, ia sering mencetak gol-gol indah. Dengan cara bergerak memotong ke dalam, Pires mencari sendiri ruang terbuka di antara bek tengah dan bek sayap untuk mendapatkan celah guna melepaskan tendangan ke tiang jauh.
Tidak heran jika Pires jarang menyisir pinggir lapangan. Ia lebih sering bergerak di sayap bagian dalam, mengikuti perannya sebagai seorang inside-out winger atau yang kini lebih lazim disebut sebagai inverted winger.
Ia juga menjadi salah satu sumbu Arsenal dalam menggelar serangan balik cepat. Pires tak perlu kehilangan waktu untuk menahan umpan dan mengubah arah bola ke depan karena ia sering menyambut bola dengan kaki terluar yang notabene juga kaki terkuatnya. Kemampuannya ini membuat Pires sangat baik menjalankan proses transisi dari bertahan ke menyerang.
Selain karena first-touch-nya, satu keunikan dari Pires sendiri adalah pada caranya menggiring bola yang terlihat canggung. Akan tetapi, jarang ada pemain lawan yang bisa merebut bola dari kakinya.
Karena itu tak heran Pires lebih sering melakukan dribbling untuk melewati lawan. Misalnya saja pada musim 2002/2003 atau musim ketiga Pires di Inggris. Dalam 50 penampilannya Pires bisa mencatatkan 393 kali usaha untuk melakukan dribbling. Bandingkan dengan pemain sayap tradisional seperti David Beckham yang hanya mencatatkan 190 kali dribbling attempts dalam 58 pertandingan.
Dengan melakukan komparasi dengan pemain sayap murni seperti Beckham, terlihat bagaimana berbedanya Pires dengan sayap tradisional lainnya. Jika Beckham mampu melakukan 575 umpan silang dalam 58 laga (rataan 9,91 umpan silang/laga), maka Pires hanya mencatatkan 217 umpan silang dalam 50 pertandingan, atau rataan 4,3 umpan silang/laga.
Namun, minimnya kontribusi dalam umpan silang ini ia tebus dengan total 41 kali attempts on target, sementara Beckham hanya 17 kali.
Tidak heran jika ia produktif mencetak gol walau secara formil berstatus sebagai pemain sayap. Hanya dalam 186 laga bersama Arsenal, ia mencetak 62 gol. Artinya rataan golnya mencapai satu gol per tiga laga. Bandingkan dengan Beckham, pemain berkaki kanan, yang dominan juga bermain di kanan (kadang main di lini tengah). Dari 265 laga bersama United, Beckham mencetak 62 gol atau 1 gol per 4,2 laga.
Atau simak juga perbandingan dengan Giggs, misalnya, yang kidal dan lebih kerap bermain di kiri. Giggs mencetak 114 gol dari 672 laga. Jika dirata-rata, untuk mencetak 1 gol Giggs membutuhkan nyaris 6 laga (tepatnya 1 gol per 5,9 laga).
Baca juga:Â Inverted Winger Sebagai Penentu Permainan
Komentar