Ketika Presiden regional Katalunya, Artur Mas, mengumumkan percepatan pemilihan umum kemerdekaan Katalunya, beberapa pihak meyakini Barcelona bisa tetap bermain di Liga Spanyol.
Barcelona tetap bisa berkompetisi dengan cara menuntut perubahan undang-undang keolahragaan, yang hanya mengizinkan negara Andorra untuk berkompetisi di Spanyol. Namun, ada juga sejumlah pihak yang menganjurkan agar anak-anak asuh Luis Enrique bersama kesebelasan Katalunya lainnya untuk bermain di Perancis, jika nantinya Katalunya meraih kemerdekaannya.
Hal macam ini sebetulnya bukan barang baru di ranah sepakbola. Contoh paling mudah: AS Monaco, yang kini berkompetisi di Ligue 1 Perancis. Tak cuma Perancis, Liga Primer Inggris juga mempersilakan dua kesebelasan asal Wales, Swansea City dan Cardiff City, untuk ikut berkompetisi.
Ada beberapa sebab yang membuat beberapa kesebelasan bermain di luar teritori negaranya. Misalnya, AS Monaco, yang negaranya memang tidak memiliki piramida kompetisi sepakbola profesional dan tim nasional. Sedangkan di Wales, kasusnya sedikit berbeda. Sebenarnya, pada tahun 1992, Wales memulai Liga Primer Wales. Namun, Swansea dan Cardiff menolak untuk berpartisipasi karena sudah lama berkompetisi di liga Inggris.
Namun ternyata, jauh sebelum Barcelona dan kesebelasan Katalunya lainnya disarankan untuk berkompetisi di Perancis, sudah ada kesebelasan kecil asal Katalunya utara yang berkompetisi di Perancis. Kesebelasan itu bernama Unio Esportiva Bossost (UE Bossost).
Sejak 1920, UE Bossost berkompetisi di Liga Perancis. Penyebabnya berkaitan dengan faktor geografis.
UE Bossost terletak di daerah terpencil di lembah Aran (Val d'Aran), di utara provinsi Lleida. Mereka kesulitan untuk berkomunikasi dan berurusan dengan ibukota provinsi Lleida akibat terhalang bukit dan hutan.
Sebenarnya, jalan penghubung antara lembah Aran dan ibukota Lleida sudah ada sejak tahun 1948. Jalan yang bernama Tunel de Viella ini, bahkan diperbaiki kembali pada tahun 2007. Namun demikian, UE Bossost tetap enggan berkompetisi di Spanyol. Perbandingannya: Jika mereka berkompetisi di Perancis, mereka hanya menempuh jarak 80-100 km. Sementara jika mereka berkompetisi di Spanyol, mereka harus menempuh jarak berkali-kali lipat lebih jauh.
Kiprah kesebelasan UE Bossost (sumber: Futbol Primera)
Maklum saja, UE Bossost hanyalah kesebelasan amatir yang dananya disokong oleh pemerintah daerah lembah Aran dan beberapa sponsor yang jumlahnya relatif kecil. Para pemain UE Bossost juga tak digaji. Jadi seandainya tak bisa memenangkan kompetisi, setidaknya mereka tetap bisa bersenang-senang di lapangan.
Selain alasan geografis, perkara sejarah juga menjadi penyebab mengapa mereka berkompetisi di Perancis. UE Bossost didirikan oleh Manuel Huguet, pria berkebangsaan Perancis yang bekerja sebagai penambang di lembah Aran. Rekan-rekan penambang lainnya juga ikut berpartisipasi. Lantas, status mereka sebagai penambang ditunjukkan lewat kostum mereka yang berwarna hitam.
Kini, seiring dengan perkembangan zaman, kesebelasan UE Bossost memutuskan mengganti warna kesebelasan mereka menjadi putih hijau yang melambangkan hijaunya hutan dan putihnya salju yang menyelimuti pegunungan lembah Aran.
UE Bossost, bagaimanapun, hanya berkompetisi di liga sepakbola amatir yang berada di daerah Midi-Pyrénées. Kompetisi tersebut bernama Ligue Haute Garonne Comminges, dan yang jelas sangat jauh dari hingar-bingar kompetisi Ligue 2 apalagi Ligue 1. Kompetisi ini mungkin setara dengan Liga Regional Katalunya, yang jelas tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Divisi Segunda dan Divisi Primera La Liga Spanyol.
Meski pintu untuk berkompetisi di Katalunya (Spanyol) masih terbuka, Miguel Alamansa yang menjabat sebagai sekretaris klub menyatakan bahwa, UE Bossost tidak pernah mempertimbangkan untuk bermain di sana. Bahkan jauh sebelum federasi sepakbola Katalunya dibentuk, UE Bossost telah menjadi bagian dari kompetisi sepakbola Perancis. Untuk diketahui, UE Bossost memang pernah bermain di kompetisi Spanyol. Keikutsertaan ini bertepatan dengan penyelenggaraan Liga de Alta Montana yang dihelat di pegunungan Pirinea, Katalunya.
Lepas dari urusan sepakbola, sebagian besar masyarakat lembah Aran, termasuk Bossost, memang menginginkan daerahnya tetap menjadi bagian dari Spanyol. Kalaupun Katalunya dinyatakan merdeka, mereka lebih memilih untuk menjadi bagian dari regional Aragon. Bukan pilihan yang mudah. Tapi apa boleh buat, bagi mereka, Katalunya tak pernah mampu menawarkan apapun bagi kemaslahatan hidup dan sepakbola mereka.
Sumber: Libertad Digital, Futbol Primera, Teinteresa
Komentar