FC Bayern München masih bisa hidup tanpa menjadikan penggemar mereka sebagai sapi perah. Meski jaya akan prestasi dan sejarah, tapi mereka tetap konsisten untuk tak kelewat parah menerapkan harga tiket di Stadion Allianz Arena. Bukan cuma Der FCB memang, karena mayoritas kesebelasan Bundesliga pun menerapkan harga tiket yang masih bisa dijangkau.
Sayangnya konsistensi tersebut tak berlaku saat mereka melakukan pertandingan tandang. Bayern dan kesebelasan Bundesliga tak bisa mengatur harga tiket bagi pendukungnya sendiri. Yang bisa mereka lakukan adalah protes atas nama kesebelasan.
âStruktur harga seperti ini membuat mereka yang lebih muda dan penggemar disabilitas (difable) tidak mungkin datang ke stadion. Harga tersebut bisa menghancurkan budaya fans yang merupakan basis dari sepakbola itu sendiri. Di Inggris, perkembangan ini (penghancuran budaya fans) telah terjadi,â tulis pernyataan resmi Bayern München.
Pernyataan tersebut keluar setelah Arsenal mematok harga paling murah 64 poundsterling (1,32 juta rupiah) untuk setiap lembar tiket bagi pendukung Die Bayern. Dengan segala biaya admininstrasi mayoritas penggemar bisa mengeluarkan hingga 74 pounds atau 1,5 juta rupiah.
Bayern bukannya tanpa alasan. Toh harga tiket murah tak membunuh bisnis mereka. Ini hanya soal hitung-hitungan pos pemasukan. Die Roten saat ini tengah menyiapkan ekspansi ke Amerika Serikat dan Asia untuk meningkatkan brand mereka. Hal ini dilakukan karena peningkatan brand pun berpengaruh dengan besarnya nilai kerja sama perusahaan yang menyokong Bayern seperti Adidas, Audi, Allianz, dan SAP.
Dikutip dari Go Euro, harga tiket di Liga Inggris rata-rata mencapai 54 pounds sedangkan di Jerman hanya 23 pounds (477 ribu rupiah). Angka ini membuat Inggris berada di peringkat teratas liga dengan harga tiket termahal. Di sisi lain, Jerman menempati peringkat ke sepuluh di bawah Spanyol, Italia, Swiss, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Rusia, dan Portugal.
Kritik untuk Inggris
âKami ingin memprotes struktur harga dan di saat yang sama perubahan di stadion. Kami ingin mengingatkan kesebelasan dan asosiasi atas tanggung jawab sosial mereka dan memperingatkan atas dampak yang kami rasakan sebagai penggemar dan staf klub,â tulis pernyataan FC Hollywood.
Apa yang dimaksud Bayern dari perubahan kultur fans adalah tidak adanya emosi yang mengiringi pertandingan. José Mourinho pernah mengkritik soal sepinya Stadion Stamford Bridge yang membuat suasana stadion tidak intimidatif buat lawan. Hal serupa juga menjadi sorotan saat Stadion Emirates yang beberapa bangkunya terlihat kosong. Padahal, antrean tiket musiman di Stadion Emirates mirip dengan antrean ibadah haji yang mencapai lima tahun.
Untuk itu, Stern des Südens, julukan Bayern, mengajak para penggemarnya untuk melakukan aksi pada lima menit pertama. âLima menit pertama dalam pertandingan di London akan memperlihatkan seperti apa masa depan sepakbola jika kegilaan ini berlanjut. Kosongnya kursi di tribun dan tidak ada nyanyian atau emosi di tribun. Pada 85 menit selanjutnya kami akan memperlihatkan alternatif lain dan memperlihatkan betapa secara fundamentalnya kehadiran budaya fans untuk sepakbola,â tulis pernyataan tersebut.
Bayern mencatatkan keuntungan terbesar mereka sepanjang sejarah dengan total 528 juta euro (8 trilyun rupiah). Ini merupakan keuntungan ke-22 kali Bayern secara berturut-turut. Pada musim 2013/14, kesebelasan asuhan Pep Guardiola ini mendapatkan keuntungan 25,9 juta euro (396 milyar rupiah) sebelum dipotong pajak termasuk transfer pemain.
Terdapat sejumlah aturan yang membuat keuangan kesebelasan Bundesliga begitu kokoh. Salah satu yang penting dan paling sering dibahas adalah soal kepemilikan. Kesebelasan mesti menetapkan suporter sebagai pemegang hak suara terbanyak. Hal ini membuat suporter memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk menentukan kebijakan klub. Kesebelasan Bundesliga bahkan mulai eksis tanpa utang.
Hal ini barangkali yang membuat harga tiket Bundesliga bisa ditekan. Masuknya unsur suporter ke dalam manajemen klub membuat investor tak bisa seenak mereka dalam mementukan keputusan klub. Kehadiran suporter pun membuat kesebelasan lebih menyatu dengan memerhatikan hak-hak suporter dan memiliki tanggungj awab sosial.
DI sisi lain, kepemilikan kesebelasan Inggris dianggap sudah kebablasan. Uang memainkan peran penting seperti yang terjadi saat biliuner asal Qatar mengakuisisi Manchester City. Belum lagi sejumlah cerita seperti yang dialami penggemar Cardiff City karena sang penggemar mengubah warna dan logo klub.
Harga tiket mahal menjadi satu dari beberapa komponen yang mesti diperhatikan oleh pengelola Liga Inggris. Absennya aturan yang bisa membatasi gerak investor membuat hal tersebutâdalam istilah Bayernâbisa merusak kultur fans. CEO Bundesliga pun menegaskan kalau mereka bisa hancur jika meniru Liga Primer Inggris. Seperti apa kultur fans yang rusak? Mari kita lihat lima menit pertama saat Arsenal menjamu Bayern Munchen di Liga Champions UEFA pada Rabu (21/10/2015) dini hari WIB pekan depan.
Komentar